[caption caption="foto: welt.de"][/caption]Impian para raja untuk mendapatkan kemasyuran, kekuasaan, kesejahteraan dan besarnya pengaruh demi masa depan yang gemilang, seakan-akan sampai saat ini segera menjadi kenyataan. Namun sesuatu yang sebelumnya tidak terpikirkan tiba-tiba menghantam perekomian negara Arab Saudi. Secara perlahan namun diperkirakan negara tersebut akan mengalami masalah dengan keuangannya.
Sebanyak 22 milyar USD diperlukan sebagai dana pembangunan sistem jaringan kereta api Metro di Riyad. Tercatat dalam sejarah sebagai proyek infrastruktur termahal yang pernah terjadi di Arab Saudi.Rencana pembangunan kota baru, King Abdullah Economic City, yang berlokasi sekitar 100 km dari kota Jeddah, ditargetkan selesai tahun 2035 dan bisa menampung 2 juta orang akan dijadikan kota pusat ekonomi terpenting di wilayah Laut Merah, memerlukan dana lebih dari 100 milyar USD. Selain itu beberapa milyar USD untuk kebutuhan jaringan satelit guna lebih mempermudah hubungan internet di Timur Tengah, Afrika dan Asia Tengah. Arabsat-B6 minggu ini dikabarkan akan diluncurkan ke orbit dengan ketinggian 36.000 km.
[caption caption="perkiraan kebangkrutan saudi dalam 10 tahun...welt.de"]
Kerajaan menginvestasikan dengan segala kekuatan berbagai proyek gigantis untuk mewujudkan impian. Pertanyaannya sampai kapan bisa membiayai semua ini? Permasalahan timbul akibat angka 44,78. Saat ini harga perbarel minyak jatuh pada 44.78 USD. Kurang dari separo dibanding harga tahun lalu yang bisa mencapai 100 USD/barel. Minyak adalah penghasilan utama negara ini selain kedatangan haji orang-orang dari seluruh penjuru dunia tiap tahunnya.
Proyek Metro, pembangunan kota baru dan satelit diharapkan akan membuat semakin gemerlap dan cemerlangnya negara Saudi. Namun dibalik semua itu terlihat mengalami keruntuhan. Indek saham negara tersebut, Tadawul, sepertiganya mengalami "kebakaran". Diperkirakan kehilangan sekitar 170 milyar USD sejak nilai tertinggi september 2014. Lebih dari 23% pasar kredit memperkirakan kemungkinan Saudi akan mengalami kebangkrutan. Suatu rekor yang tidak terbayangkan sebelumnya. Negara dimana sumber minyak melimpah dengan raja dan pangeran-pangerannya yang hidup penuh kemewahan akan mengalami kebangkrutan?
IMF mengkalkulasikan Saudi memerlukan patokan harga minyak paling rendah 82 USD/barel untuk menjaga keseimbangan belanja negara. Namun masalah timbul karena harga yang semakin jatuh. Selain itu kesalahan ada pada penguasa. Terpicu peperangan harga minyak dengan Amerika dan mengalami kekalahan.
Saudi memproduksi minyak besar-besaran yang belum pernah dilakukannya. Bertujuan menekan harga untuk menghancurkan negara yang dianggap sebagai saingan. Minyak dijadikan senjata mempersempit keberadaan Rusia dan Iran guna memperbesar pengaruh Saudi di wilayah Arab. Selain itu juga keaktifannya di konflik perang Suriah dan Yaman.
Standard & Poor`s Corporation (S&P), sebuah agent rating kredit terkemuka memberikan penilaian secara financial Saudi mengalami penurunan tajam. Akhir oktober bahkan menilai dengan A+ sebagai negara yang layak mendapatkan pinjaman. Tahun 2015 tercatat 16% negara ini mengalami defisit keuangan. Angka yang berbeda jauh dibanding 2013 yang mendapatkan surplus 7%. S&P memperkirakan untuk 2016 keuangan negara kerajaan tersebut bakal defisit sebesar 10%, 2017 mencapai 8% dan 2018 sekitar 5%. Para pengamat ekonomi memprediksikan untuk 5 tahun kedepan Saudi bisa mengalami peningkatan minus hingga 50% apabila harga minyak tidak bisa dikendalikan.
Christine Lagarde, chef dari IMF memperingatkan jika Saudi tidak beralih menggunakan strategi lain, ini akan semakin dalam mengikis cadangan yang ada selama 5 tahun kedepan. Awal november bahkan dia secara pribadi telah terbang ke Riyadh untuk berbicara dengan penguasa. Kejatuhan harga minyak akan mengubah reformasi yang tidak terelakkan.
 sumber
Â