[caption caption="dfb trikot....t-online.de"][/caption]
Melanjutkan tulisan tentang skandal kasus penggelapan pajak di PSSInya Jerman yang telah membuat gempa dunia sepakbola negara pemenang piala dunia 2014. Hari ini, senin 9 november, presiden DFB (Deutscher Fußball Bund), PSSInya Jerman, Wolfgang Niersbach, di pertemuan presidium menyatakan pengunduran dirinya. Kasus yang menjerat terkait dengan terpilihnya Jerman menjadi tuan rumah piala dunia 2006 yang ditengarai adanya aliran dana untuk membeli suara dan penggelapan pajak. Dana pinjaman dari mantan boss Adidas, Louis Dreyfus, sebesar 6.7 juta € yang belum diketahui jelas kemana mengalir dan siapa penerimanya.
Memeberikan keterangan Niersbach mengatakan waktunya telah tiba untuk mengambil alih tanggungjawab politis terkait penyelenggaraan piala dunia 2006 dan dirinya agar tidak kehilangan kepercayaan. Kantor DFB tidak boleh menanggung beban ini, tapi itu tentang pribadinya.
Opini pembelaan yang disampaikan, sejak dia pertama kali ada tawaran penyelenggaraan piala dunia 2006 hingga selesainya dokumentasi terkait hal tersebut selalu mengikuti. Dia bekerja dengan semangat besar, percaya diri dan bersih. Ditambahkan bahwa bidang yang ditugaskan seperti pemasaran, akreditasi media dan organisasi acara dilakukan tanpa cela. Sesuatu yang sangat menyakitkan bagi dirinya dan membuat depresi setelah 9 tahun kemudian dikaitkan dengan transaksi-transaksi yang merasa dia tidak terlibat didalamnya. Waktu itu Niersbach belum menjabat sebagai presiden DFB. Mantan jurnalis olahraga ini baru menjabat presiden sejak tahun 2012.
Pernyataan Niersbach semula mengaku tidak mengetahui kemana mengalirnya dana tersebut telah dibantah oleh mantan presiden DFB pendahulunya, Theo Zwanziger. Dikatakan bahwa Niersbach tahu kemana dana sebesar 6.7 juta € tersebut. Kedua orang ini memang dikenal tidak cocok satu sama lainnya. Zwanziger sering melakukan kritik terhadap kepemimpinan DFB yang dijabat Niersbach.
Sekitar seminggu setelah dilakukan razia pada kantor DFB, rumah mantan presiden dan sekjendnya, termasuk kediaman Niersbach oleh 50 pegawai pajak, akhirnya pernyataan mundur pun dilakukan. Untuk sementara jabatan pelaksana tugas resmi diambil alih oleh 2 wakil presiden DFB, Reinhard Rauball dan Rainer Koch.
Apa yang bisa dipetik dari kejadian ini terkait gonjang-ganjing yang terjadi pada persepakbolaan tanah air? Presiden DFB yang belum tentu bersalah dan masih harus dibuktikan di pengadilan nanti dan polemik ini telah membuat nama organisasi sepakbola Jerman tercoreng maka presidennya pun dengan jiwa besar mau mengundurkan diri. Bukti tanggungjawab akan kecintaan pada sepakbola dan tidak ingin membebani kasus yang sedang melibatkan pada DFB.
Dalam kasus ini pemerintah Jerman pun tidak banyak turut campur tangan masalah organisasi sepakbolanya, tetapi hanya membidik orang-orang yang dianggap telah menyalahgunakan wewenang dan melakukan pelanggaran hukum.
Berbeda dengan apa yang terjadi di tanah air. Menpora yang dalam pertemuannya dengan perwakilan FIFA telah melaporkan adanya pengaturan skor, judi bola, gaji pemain terlambat, termasuk transparansi keuangan dan pajak, namun pengurus PSSI belum ada yang mau mengundurkan diri.
Hanya saja masih menimbulkan berbagai pertanyaan. Alasan apa yang membuat sikap pemerintah Indonesia jika sudah ada indikasi berbagai penyelewengan oleh PSSI namun tidak bekerjasama dengan aparat kepolisian, KPK atau dinas pajak untuk mengusut lebih lanjut orang-orang yang terlibat dan selanjutnya melakukan penyidikan. Akan tetapi lebih menempuh jalan berbeda tidak seperti yang dilakukan pemerintah Jerman dan memilih membekukan organisasi sepakbolanya.
Besar kemungkinan langkah pembekuan ini beralasan karena sudah terlalu parahnya orang-orang yang duduk dikepengurusan PSSI yang tidak tahu diri dan bertindak tidak kooperatif. Seorang yang mendekam di penjara pun masih bisa menjabat sebagai ketua umum dan menjalankan tugasnya dibalik terali besi. Penyelewengan-penyelewengan yang bisa saja melibatkan banyak orang dengan dilakukan secara sistematis dan kolektif. Hal ini mungkin yang membedakan penanganan kasus persepakbolaan di Jerman dan Indonesia.