Mohon tunggu...
elde
elde Mohon Tunggu... Administrasi - penggembira

penggembira....

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Pengalaman Kerja Pertamakali di Jerman

13 Juli 2015   16:49 Diperbarui: 13 Juli 2015   16:49 4066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hehehhehe....maaf kalau pembukaan tulisan ini dengan terpaksa harus diawali dengan senyum. Mau pakai ngakak kasihan juga kalau dikira mentertawakan orang yg memang memiliki pengetahuan cupet. Hanya saja yang sangat disayangkan, orang tersebut belum juga menyadari kekurangannya tapi malah ngeyelan dan sok tahu. Sebenarnya sudah malas untuk menanggapi, tapi tidak ada salahnya juga untuk sedikit berbagi ilmu dengan niat sedekah ikut mencerdaskan anak bangsa. Apalagi di bulan suci Ramadhan ini.

Bermula dari komentar saya di lapak Pak Tjip, kompasianers terfavorit 2014, http://www.kompasiana.com/tjiptadinataeffendi21may43/lulus-cumlaude-di-universitas-beken-belum-tentu-lulus-di-universitas-kehidupan_55a102f22bb0bdf1088b4569. Mengenai perjalanan hidup beliau yang selalu bermanfaat dan menginspirasi banyak orang. Saya pun ikut berkomentar dan sedikit menceritakan awal kedatangan saya di Jerman. Komentar tersebut isinya begini,

"Tulisan yang selalu memberi inspirasi pak Tjip..:)...Apalagi kalau hidup di luar milih2 pekerjaan yg sesuai keahlian bakalan gak pegang duit...Pertama dateng ke Jerman belum begitu menguasai bahasa ada tawaran bantu bartender langsung saya ambil saja...sekalian belajar dan sekolah bahasa sambil nyari kerja yg lebih baik daripada nganggur...salam hangat"

Rupanya oleh bu Sayeedah yang pembaca semua sudah tahu sering nginthil saya karena cinta yang gak kesampaian, dibuat artikel. Ini orang memang sudah hilang kemaluannya. Sudah tahu aku punya anak istri masih dikejar-kejar terus. Entah apa karena dengan buruh-buruh dari Pakistan, Bangladesh atau India ditolak, hingga cari mangsa di dunia maya.

Di artikelnya ditulis bahwa kerja saya di bartender itu seperti cleaning service atau office boy. Maaf ini sekedar sepengetahuan saya ya, dalam bahasa Jawa pengertian bartender itu adalah an employee who mixes and serves alcoholic drinks at a bar, tapi kadang ada melayani juga minuman yang tidak beralkohol. Entah versi bu Sayeedah kok kerja di bartender jadi pengertiannya adalah kloneng serpis dan opis boi itu dia dapat belajar darimana. Orang bartender gak punya kantor ini dan yang mau dibersihin juga apa. Kalau kantong tamunya yang dibersihin itu memang iya..weeekkkk. Bagi pembaca hendaknya jangan mentertawai dia dan alangkah baiknya jika kita merasa iba dengan minimnya pengetahuan yang dimiliki. Terimakasih.

Bagi saya sendiri apabila ada orang kerja sebagai cleaning service atau office boy yang dianggap oleh bu Sayeedah adalah sebagai pekerjaan rendahan dan dengan bahasanya yang selalu sopan santun lemah gemulai diistilahkan babu, itu pun lebih sangat saya hormati jika dibandingkan dengan pekerjaan sebagai calo tkw kaburan. Sudah melanggar larangan negara dan juga pekerjaan yang tidak halal karena memeras tenaga orang lain dengan dalih membantu. Apabila ada resiko yang terjadi pada si tkw tersebut, nantinya juga cuma bisa angkat tangan. Selanjutnya hanya menjadi beban pemerintah yang harus mengurusnya dan kadang juga disalahkan karena tidak bisa melindungi warganya, apalagi jika sampai ada kasus hukuman mati segala.

Ketika mendapatkan pekerjaan membantu bartender, ini sebenarnya suatu kebetulan saja. Ketika kami melakukan pesta pernikahan, ada teman yang memberikan voucher restauran Asia terbesar di München. Teman tersebut tahu kalau saya pastinya kangen dengan masakan Asia. Waktu itu baru sekitar 1 bulan di Jerman dan belum lancar dalam berbahasa walau sudah ikut kursus di Jogja. Sambil sekolah bahasa di Goethe Institut dan untuk lebih memperlancar, tidak ada salahnya waktu luang digunakan untuk kerja. Nambah uang saku dan sekalian mempraktekan bahasa melalui interaksi langsung dengan orang-orang.

Berbekal voucher ada ditangan mendatangi restauran tersebut yang ternyata agak jauh juga. Setelah makan minum dan ngobrol ada ide mencoba melamar pekerjaan. Langsung bertanya ke waitress untuk ketemu managernya. Setelah ketemu dan tentunya melihat penampilan Elde yang memang meyakinkan, tanpa basa-basi disuruhnya untuk datang minggu depan dan langsung kerja. Tidak ditempatkan di dapur yang ada dibelakang karena tidak bisa dilihat tamu tapi disuruh belajar pada bartender. Tanpa surat lamaran kerja! Dia juga bilang kalau keluarga mantan presiden indonesia, Bapak Habibie, beserta keluarga atau koleganya juga kadang makan di tempat tersebut. Jarak rumah beliau yang termasuk di kawasan elite memang tidak jauh dari restaurant ini. Waktu itu juga ada 1 orang Indonesia yang sudah cukup berumur dan kerja ditempat tersebut. Dia sudah 25 tahun di Jerman dengan keluarganya, tapi kerja di restaurant hanya sebagai sambilan pada hari minggu saja.

Pekerjaan yang sebenarnya mengasyikkan juga. Di tempat itu saya pun diajari bagaimana membuat cocktail dan cara penyajian. Seperti menuangkan bir dari kran dan mengganti gentong bir jika kosong adalah pelajaran pertama yang saya terima. Setelah itu menyiapkan jenis botol minuman yang diurutkan agar mudah untuk mengambilnya dalam proses pembuatan coktail. Selain itu juga menyiapkan berbagai buah sebagai dekorasi dalam penyajian. Selanjutnya cara mengoplos minuman. Uang tips yang didapat setiap hari disamping gaji pokok sekitar 1400€. Itu pada tahun 2002.

Hanya saja ada masalah soal jam kerja. Libur cuma dapet jatah 1.5 hari/minggu dan waktunya tidak tetap, tergantung jadwal dengan teman. Disamping jam kerja walau kalau mundur ada uang tambahan, tapi bisa sampai larut malam apalagi jika melayani tamu mabok. Waktu itu karena belum memiliki SIM dan tidak boleh membawa mobil, bila terlambat maka akan kehabisan transportasi umum, selain taksi. Akhirnya kadang harus telpon istri dan sekitar jam 2-4 pagi harus menjemput, padahal dia sendiri butuh istirahat karena esoknya juga kerja.

Setelah sekitar 3 bulan akhirnya menyerah juga dengan pekerjaan ini. Sewaktu berbicara dengan manager tentang permasalahannya, dia menawarkan kalau terlambat pulang disarankan pakai taksi dan nanti restauran yang akan membayarnya. Namun keputusan sudah bulat untuk meninggalkan pekerjaan yang cukup melelahkan dan menyita waktu ini, karena sebelumnya tidak pernah kerja sambil berdiri lebih dari 8 jam setiap harinya di belakang meja bar. Hitung-hitung ini training sebagai perkenalan hidup di negara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun