Bukan cerita porno, malam ini saya mau cerita tentang salah satu aplikasi digital bernama Tinder.
Teman laki-laki saya ada yang misuh-misuh waktu baca judul ini. Katanya “Yaelaaah… maen Tinder aja pake hati. Gue kasih tau aja, kebanyakan cowok-cowok yang main Tinder itu cuma nyari One Night Stand-an”
Saya sejujurnya tidak heran dengan persepsi itu. Karena memang seperti itulah persepsi orang terhadap aplikasi sejenis ini. Hanya channel mencari teman saat kesepian. Ya, kalau mau agak kasar, untuk ONS.
Tapi ternyata waktu saya Tanya ke beberapa teman perempuan, banyak yang percaya Tinder bisa menjadi salah satu channel untuk bertemu dengan “The One” #cie
Yang belum tau apa itu Tinder, Tinder adalah aplikasi digital yang memperbolehkan para laki-laki ngecengin perempuan-perempuan (vice versa) via mobile digital platform berdasarkan foto, short profile bio dan mutual friends.
Aplikasi ini akan mendetect data kita berdasarkan Facebook profile kita sendiri. Sebenarnya ini akurat, kecuali kalau ada yg benar-benar niat bikin identitas palsu sampai harus bikin Facebook page bohongan.
Cara kerjanya menarik. Ketika membuka halaman Tinder, kita akan disuguhkan ratusan foto lawan jenis. Dan yang harus kita lakukan hanyalah menggeser jari ke kanan kalau kita suka dengan orang di foto yang sedang ditampilkan, dan menggeser jari ke kiri kalau kita tidak suka dengan orang di foto yang sedang ditampilkan.
Tentu saja suka atau tidak sukanya bukan berdasarkan penilaian personal, tapi yang pertama dari foto.
Semacam kalau kita dikasih katalog barang. Pilih yang bentuknya paling bagus, baru lihat spec-nya, lalu harga. Kalau cocok, beli dan bawa pulang.
Judging a book by its cover? Ya mungkin. Tapi memang bukannya yang dilihat pertama kali oleh kita adalah fisik seseorang?
Sebenarnya prinsipnya ya sama aja kaya ngeceng. Sama kayak lagunya Denny Malik yg ngeceng di Blok M (Oke, saya ga setua itu Cuma emang selera musik saya agak tua aja)
Atau misalnya lagi di satu kafe bersama teman-teman terus kita memperhatikan sekeliling ada yang cantik/ganteng apa enggak. Bedanya, kalau di kafe mungkin ada rasa sungkan untuk berkenalan duluan. Apalagi perempuan, nah aplikasi ini bikin kita jadi lebih berani memulai percakapan dengan orang-orang yang tampilannya menurut kita, menarik.
Di foto.
Kalau aslinya sih ya… Inshaa Allah. Doa aja yang banyak sebelum ketemu orang aslinya.
Nah, di aplikasi Tinder ini, setelah kita lihat-lihat siapa yang menarik dan siapa yang enggak, nanti kita akan dapet notifikasi “It’s A Match!” Ini artinya, orang yang kamu kecengin juga ngecengin kamu balik.
Kamu akan menemukan beberapa ‘Tinder Match’.
Selanjutnya, mulailah permainan siapa yang duluan akan memulai percakapan di antara ‘Tinder Match’ ini.
Di permainan memulai percakapan, Pick Up Lines jadi barang yang sangat penting. Gaya bahasa juga. Walaupun Cuma via chatting, sedikit banyak kita bisa lah menggambarkan ‘Tinder Match’ kita ini.
Ada beberapa pick up line dari beberapa laki-laki yang lumayan seru untuk diceritakan (menurut pengalaman saya dan beberapa teman):
1.Hai, salam kenal. Kerja di mana? -à ini pick up line paling standar. Dari 100 match, mungkin ada 120 yang memulai percakapan dengan line ini
2.Nice to match you. You look cute on that pic àDengan modal bahasa inggris,berarti orang ini sedikit banyak menunjukkan ‘kelas’ dan intelektualitas. Walaupun agak gombal ya…
3.Hi, serius nih mau sama gue? Gue suka orang yang blak-blakan à ya, yang langsung ngomong begini juga ada. Percakapan layak dilanjutkan atau tidak? Kalau saya sih, No.
4.Jadi, kamu suka bola? (atau menyebutkan hal lain yang dituliskan di profile bio) àPick up line seperti ini sepertinya bisa cukup sukses untuk para perempuan berminat melanjutkan obrolan. Bisa berarti dia punya minat yang sama dan yang lebih penting, he takes it very casual. Jadi lebih enak untuk melanjutkan obrolan
5.Hi, lagi pake apa nih? à Ok, ini pasti pervert. Just DO NOT use this kind of pick up line. Kecuali maksudnya benar-benar mau ngobrolin soal fashion. In which, kemungkinannya 1:1578.
Masih banyak pick up line yang digunakan para pria untuk memulai percakapan dengan perempuan yang ditemuinya melalui Tinder.
Menurut saya, tidak akan ada salahnya melanjutkan obrolan kalau pick up line-nya menurut kita, menarik. Just see how it goes.
Bagaimana dengan para perempuan? Dengan norma ketimuran yang masih menganggap semua hal harus dilakukan laki-laki duluan, apakah kami perempuan sah-sah saja memulai percakapan terlebih dahulu?
Kalau saya sih, Yes.
(Sori-sori, sepertinya saya kebanyakan nonton kompetisi idol)
Ya, menurut saya sah-sah saja. Kenapa tidak? Toh ini hanya berkenalan. Bukan lamaran pernikahan.
Terlepas dari niat orang yang berbeda-beda di dunia Tinder, tidak ada salahnya mencoba mengenal orang-orang lain yang berasal dari ‘dunia’ yang berbeda dengan kita. Plus, berkenalan di dunia maya, akan lebih mengurangi tuntutan-tuntutan atau judgement yang ada di dunia nyata. Plus, it’s private. No one knows who’s been talking to whom.
Sampai saat ini saya belum menemukan cerita yang menyeramkan seperti penculikan, penipuan, dan hal-hal negatif lainnya dari pengalaman teman-teman saya yang menggunakan aplikasi ini dan bertemu dengan ‘Tinder Match’ mereka di dunia nyata.
Tapi, untuk pencegahan, sebelum memutuskan untuk bertemu langsung dengan pria/wanita yang dikenal melalui aplikasi digital (Tinder atau social networking app lainnya), ada baiknya kita cari tau background dari orang ini.
Bisa dari mencari profil mereka di dunia maya (Googling maksudnya), atau juga cek latar belakang orang ini dari teman kita yang juga mengenalnya. Di Tinder, akan terlihat ada berapa teman kita yang juga mengenal orang-orang ini. Taunya dari mana? Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, aplikasi ini akan menarik data kita di Facebook. Jadi akan terlihat kita punya berapa shared/common friends dengan mereka yang kita temui melalui Tinder.
Sejauh ini, menurut Anda apakah ini sesuatu yang menarik untuk dicoba? Kalau saya awalnya tertarik karena di ‘racuni’ oleh beberapa teman. Dan juga karena melihat ada beberapa teman yang ternyata sukses menemukan tambatan hati. Malah ada beberapa yang akan menikah tahun depan. Lucu ya, kalau dipikir-pikir. Jodoh itu benar-benar jorok. Bisa ketemu di mana saja J
Walaupun sempat ada pikiran “Am I that desperate?” Well, mungkin. Hahahha
Tapi kembali lagi, saya memang sedang mencari pasangan hidup. Ya siapa tau ini bisa jadi salah satu jalan saya bertemu dengan pasangan saya. Mungkin tidak secara langsung, tetapi lebih luas lagi, dengan ini mungkin bisa membuka networking dan lingkaran baru dengan orang-orang yang baru.
Menurut Anda, bagaimana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H