Lahir besar di Jakarta, Ibukota negara Indonesia. Sewaktu kecil bicara lahir di Jakarta saja, kepada teman yang lahir di daerah, sudah merasa sangat bangga. Kata "Waaah..." sudah pasti terucap dari mereka, membuat senyum lebar.
Sudah dewasa, apakah masih sama demikian? Baiklah ini bukan bicara tentang kota Jakarta, yang selalu memberikan rasa benci tapi Rindu. Â Benci kesemrawutannya tapi rindu kalau tidak lama pulang ke kota ini.
Bicara negara di mana kota ini berada. Ini bumi Indonesia. Tidak beda jauh dengan rasa yang diberikan Jakarta, cinta terhadap bumi pertiwi yang besar kadang dibarengi dengan banyak kekecewaan dan rasa sesak tidak mendapat tempat di negeri sendiri.
Secara pribadi yang dimasukan ke kategori "minoritas" walaupun suku masuk ke mayoritas. Membuat sulit menerima pandangan-pandangan yang tahun-tahun belakangan ini begitu digencarkan dengan dogma diluar Pancasila.
Secara karakter dan pola pikir yang tidak bisa menerima begitu saja kalimat "alon-alon asal kelakon", yang notabene adalah pola hidup sebagian besar masyarakat di negara ini dan memilih lebih percaya kepada "time is money (baca: berharga)" sehingga menampilkan karakter yang gesit, cepat, terpercaya adalah sesuatu yang dianggap ambisius dan kurang mencerminkan wanita Indonesia kebanyakan.
Kejujuran dan transparansi yang benar-benar barang langka di Indonesia. Mengemukakan pendapat atau pola pikir yang berbeda harus menerima jika dianggap "tidak biasa" dan dicap tidak berbudaya karena terlalu berani lantang.
Menyerahkah pada tanah negara ini? sementara ada satu negara di luar sana, yang memiliki pola pikir sejalan, masyarakat yang menatap masa depan selalu dengan positif, Â lingkungan tinggal yang nyaman, hak pribadi yang lebih terlindungi, walaupun "downside" tetap ada tapi toleransi jauh lebih terbuka. Â Apakah pindah selalu jadi pilihan yang lebih nyaman? Â Sementara masyarakat disini, memilih berpegang pada prinsip "Lebih baik hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri orang". Â Masihkah lebih baik seperti itu?
Ini mungkin hanya cita-cita, membuat Indonesia versi "Beta", boleh dibaca beta sebagai versi diri sendiri, atau Beta sebagai istilah teknologi ketika membuat pembaharuan program menjadi lebih efektif, lebih baik, lebih bermanfaat.
Versi Beta Indonesia
Kembali ke dasar-dasar Pancasila, dasar pertama dimana Ketuhanan yang Maha Esa ada di hati setiap manusia Indonesia, tidak ada lagi keserakahan, kedengkian ingin satu kepercayaan menjadi paling besar paling ditakuti sehingga membuat yang lainnya terisolasi apalagi teraniaya.
Bangga terhadap segala yang ada di Indonesia, tetapi bukan sombong dengan mengklaim lebih baik dari bangsa lain, melainkan terbuka terhadap pola pikir bangsa lain, saling belajar, menyerap apa yang baik, dan mempraktekan dan membangun Indonesia dengan teknologi yang lebih baik, walaupun belajar dari bangsa lain, bukan hal yang memalukan. Â Kerendahan hati untuk menjadi lebih baik itu penting.