Mohon tunggu...
Dita Nidya Kartika Lova
Dita Nidya Kartika Lova Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Simple

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Nggak Perlu Terlalu Pintar yang Penting "Pintar-Pintarlah!"

9 Mei 2012   03:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:31 1626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1336532357699170302

[caption id="attachment_187187" align="aligncenter" width="300" caption="georgefenning.co.uk"][/caption]

Menuntut ilmu emang perlu sekali. Jelas dong, kalo gak mana mau Lova sekul. Tapi kalo sekul untuk pengen pinter banget, wah bukan tujuannya Lova. Udah sedikit pinter rasanya udah cukup, tapi kalo dipaksa pinter banget sama ibu, ogah ahh. Lova takutnya rambut pada rontok . Jelek dong sebagai wanita.

Nah, beberapa hari lalu nih Lova mendapat wejangan, ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal memang penting namun jauh lebih penting adalah ilmu tentang hidup dan kehidupan sangat berharga untuk dipelajari oleh setiap orang. Bener gak sih? Gurunya siapa emang? Ya, gurunya pengalaman hidup itu sendiri. Baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain.

Gak percaya? Nih wejangannya. "Lova, pinter-pinterlah bergaul". "Lova! Pinter-pinterlah memilih cowok", "Lova! pinter-pinterlah memilih pekerjaan", "Lova! Pinter-pinterlah ini dan itu". Gimana mau pinter-pinter lah kalo gak belajar dari pengalaman sendiri atau orang lain. Bener gak sih? Pinter-pinterlah bukan pinter pelajaran lho nih. Ini dia yang disebut pelajaran dari hidup dan kehidupan. Wow sok dewasa banget ya? (biarin)

Ternyata nih, nasehat dengan menggunakan kata "pinter-pinterlah" ternyata gak melulu untuk hal yang positip aja lho!.  Nih bukti lagi. Waktu sekul, ada yang nasehatin "pinter-pinterlah nyontek biar gak ketahuan,"

Bukti yang laen mau? Dalam kasus korupsi misalnya. Dengan ngeliat beberapa oknum aggota dewan dan pemimpin daerah yang banyak ketangkap itu. Maka nasehatpun mengalir buat mereka yang belon kena jeratan hukum. "Pak! Pinter-pinterlah maling!", "Pak! Pinter-pinterlah korupsi!" Ah emang ada seperti itu? Mungkin agak beda, namun ujung-ujungnya sama juga. "Pak! Kasihan lho mbak Angie, dijadiin korban dalam kasusnya. Makanya bapak pinter-pinterlah ngelobi jangan sampai ketahuan"

Ilmu pinter-pinterlah ini yang disebut ilmu akal-akalan. Gak perlu menjadi profesor segala. Yang penting banyak gaul dan memahami pengalaman banyak orang. Kita bisa banyak belajar. Justru orang yang banyak akal "pinter-pinterlah" ini yang sering beruntung dalam hidup bahkan bisa ngalahin orang yang pinter beneran. Setuju gak? Ahh terserah...

Ya tergantung mau milih pinter-pinterlah yang mana. Yang positip monggo. Mau yang negatip? Ya monggo mawon.

Repotnya, kalo sampai ada yang nasehatin, "pinter-pinterlah selingkuh", "pinter-pinterlah kucing-kucingan sama pasangan", "pinter-pinterlah nyari brondong jangan sampe diplorotin". Nah lho repot kan?

Lalu terus kenapa udah dinasehatin "pinter-pinterlah" masih aja gak beruntung, misalnya dijeblosin ke penjara para koruptor itu? Ini semua karena akalnya gak nyampe, udah tau gak pinter nyolong, eh mau juga nyoba. Jadi ada yang belaga pinter ehh ternyata oon juga.  Nyahoo dahhh.

Sebenarnya kalo mau dipikir-pikir (biar lova aja yang mikir), istilah atau kata pinter-pinterlah itu sebagai wejangan, modal seseorang untuk mawas diri untuk selalu berhati-hati dalam segala kondisi dan situasi.  Dalam hal ini memang akal diperlukan bukan bermodal text book, gelar atau jabatan. Berlaku secara universal untuk siapa saja yang mau mempertahankan dan melanjutkan hidupnya dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun