"Tukang bakso meninggal"
"Hah? Yang mana?"
"Itu, langganan kita!"
"Yang masih muda?"
"Iya!"
"Ya aloh... Kasian banget!"
Riuh. Ketenangan siang ini terkoyak. Tukang bakso langganan ibu-ibu sekompleks meninggal. Katanya sih di kampung. Entah di mana, tak ada yang tahu. Namanya pun tak kudengar disebut.
Berbagai kenangan tentang almarhum pun terucap.
"Baik banget!"
"Sering kubecandain!"
"Baru kemarin nyeletuk pengen makan baksonya."
Rasanya tak percaya, dan... sedih. Itu yang tertangkap olehku.
Sedih? "Cuma" tukang bakso loh!
Nah... ini dia. Manusia, tak peduli apapun jabatannya, apa kerjanya, siapapun dia, status sosial maupun ekonominya, ia mesti meninggalkan sesuatu ketika ia mati.
Kata pepatah "gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama".
Persoalannya, nama seperti apa yang akan kita tinggalkan? Apapun itu, semuanya bergantung pada bagaimana kita hidup. Pada nilai yang kita anut dan mewujud dalam setiap tindakan kita.
Jadi ingat cerita pendek tentang Dorkas/Tabita dalam Kisah Para Rasul 9:36-40. Ditulis di sana, ia banyak berbuat baik dan memberi sedekah. Entah apa bentuknya. Tapi dari catatan di ay.39 nampaknya ia pembuat baju (penjahit?) atau punya bisnis konveksi. Ketika ia meninggal, "semua janda"menangis dan menunjukkan kepada Petrus, pakaian yang dibuat Dorkas untuk mereka semasa ia hidup. Yang paling menarik kukira adalah catatan bahwa Dorkas adalah seorang murid perempuan. Penulis sepertinya mau menunjukkan hubungan yang begitu erat antata identitas Dorkas (murid perempuan = perempuan pengikut Yesus) dengan praktik hidupnya.
Dorkas bukan Petrus yang sibuk keliling memberitakan Injil. Ia bukan murid laki-laki yang sibuk mengajar orang-orang di berbagai tempat. Ia "cuma" seorang perempuan penjahit yang rajin bekerja, bisa sakit, lalu meninggal. Tapi ia telah hidup sebagai seorang murid yang telah menghidupi imannya. Dorkas telah menyatakan kasih dan menolong orang-orang yang membutuhkan. Ia memberi dari yang ia punya. Kerja, kemampuan, kesehariannya menjadi berguna tak hanya untuk dirinya tapi juga untuk orang lain.
Hmmm... tak perlu menjadi terkenal, tak harus menjadi kaya, tak mesti punya jabatan untuk meninggalkan nama yang baik dan memberi teladan dalam hidup. Seorang murid membuktikan kemuridannya , seutuhnya, dalam ruang-ruang hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H