Kebijakan Loan-to-Value (LTV) yang diterapkan Bank Indonesia sebagai instrumen makroprudensial telah menjadi salah satu strategi utama dalam mengendalikan pertumbuhan kredit properti di Indonesia. Kebijakan ini menetapkan batas maksimal nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank berdasarkan persentase tertentu dari harga properti, dengan tujuan menjaga stabilitas sistem keuangan dan mencegah potensi risiko bubble di sektor properti.
Namun, efektivitas kebijakan ini memunculkan berbagai pandangan. Di satu sisi, LTV dianggap sebagai solusi tepat untuk mengurangi ekses kredit yang dapat membahayakan stabilitas ekonomi. Dengan membatasi jumlah pinjaman yang dapat diberikan, kebijakan ini mendorong konsumen untuk memiliki dana pribadi yang cukup sebelum membeli properti, sehingga menekan potensi kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL).
Menurut data Bank Indonesia, penerapan kebijakan LTV sejak beberapa tahun terakhir telah menunjukkan dampak positif, seperti penurunan rasio NPL di sektor properti dan perlambatan pertumbuhan harga properti yang sebelumnya bergerak terlalu agresif. Hal ini menunjukkan keberhasilan LTV dalam menciptakan keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar properti.
Namun, di sisi lain, kebijakan LTV juga menuai kritik. Beberapa pelaku industri properti menyebutkan bahwa kebijakan ini mempersempit pasar properti, terutama bagi pembeli rumah pertama yang seringkali kesulitan menyediakan uang muka yang besar. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan sektor properti, yang selama ini menjadi salah satu pendorong utama ekonomi nasional.
Sebagai contoh, data dari Real Estate Indonesia (REI) menunjukkan bahwa penjualan properti menurun hingga 15% di segmen rumah tapak setelah revisi kebijakan LTV pada tahun tertentu. Penurunan ini diperparah dengan dampak pandemi, di mana daya beli masyarakat melemah.
Kebijakan LTV juga memengaruhi pola kredit bank. Dengan adanya batasan pinjaman, bank cenderung lebih selektif dalam memberikan kredit properti. Meski hal ini baik untuk menjaga kualitas portofolio kredit, potensi pertumbuhan kredit menjadi terhambat, sehingga memengaruhi profitabilitas sektor perbankan.
Kebijakan LTV diterapkan secara dinamis dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat. Pemerintah juga perlu memberikan insentif tambahan, seperti subsidi uang muka atau suku bunga ringan, untuk mendukung segmen masyarakat yang terdampak kebijakan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H