Mohon tunggu...
Louise Ayaw
Louise Ayaw Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Siapa Saja Bisa Menjadi Seorang Jurnalis

7 Januari 2016   14:27 Diperbarui: 7 Januari 2016   15:04 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Perkembangan smartphone yang diterima luas oleh masyarakat Indonesia dengan baik, sekaligus meningkatnya ruang kebebasan mengungkapkan pikiran dan pandangan melalui blog mau pun sosial media, membuat suatu fenomena yang baru bagi masyarakat yaitu Citizen Journalism. Ya, saat ini bisa dikatakan siapa saja bisa menjadi jurnalis. Melaporkan banyak hal, kemacetan, kecelakaan di jalan raya, yang bisa dilakukan dengan tulisan ataupun merekam video atau gambar dan meng-uploadnya. Menyebar luaskan pada seluruh dunia.

Jurnalisme online adalah wajah masa depan dari pemberitaan. Pada Saat ini sudah banyak orang yang memiliki hp pintar dengan fiture camera dan video rekaman di dalamnya. Smartphone juga bisa mengumpulkan informasi dan dengan mudah menyebarkannya. dengan adanya smartphone, siapa saja bisa mengambil gambar ketika ada kejadian penting, karena tidak setiap kejadian bisa didatangi jurnalis dengan cepat.

Gambar yang merupakan elemen penting dari suatu berita bisa diambil dengan menggunakan kamera ponsel. Menurut Arbain sekarang ini hasil gambar kamera SLR dan ponsel sudah tidak bisa dibedakan dan sama bagusnya jika memperhatikan sudut pemotretan dan tentu saja komposisi.

Kemampuan citizen journalism semakin lama akan sangat besar untuk berpotensi, pertama karena mayoritas orang Indonesia memiliki hp pintar, kedua sifat mereka yang suka berbagi dan memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Ini akan menjadi the future of news in Indonesia.

Sekarang juga sudah banyak wadah untuk masyarakat yang berminat untuk melakukan pelaporan atau mengirimkan berita. Dengan perkembangan jurnalisme online di Indonesia. Siapa saja bisa menjadi jurnalis dengan mudah. Citizen Journalism memang bisa dilakukan siapa saja, tapi seharusnya jika sudah mempelajarinya, jurnalisme warga bisa dilakukan dengan lebih baik. Ini adalah kesempatan bagi mereka, khususnya jurusan jurnalistik, mereka harus memahami sekarang, cara untuk mendapatkan informasi semua orang akan tahu, kalau dia dikampus seharusnya dia akan lebih dari yang tidak belajar.

pada dasarnya warga yang turut memainkan peran aktif dalam proses pengumpulan, pelaporan, dan menyebarkan berita dan informasi. Belakangan ini sering disebut sebagai alternatif dan bentuk aktivitas news gathering yang berfungsi di luar institusi media mainstream. Fase ini disebut sebagai citizen journalism (jurnalisme warga). Dimana banyak dari mereka pelaku jurnalisme warga yang telah bertindak sebagai informan dan partisipan aktif dalam pertukaran informasi dan diskusi di kanal berita ataupun media sosial, seperti facebook, wordpress, blogger, dan twitter.

Teknologi media baru, seperti jaringan sosial dan media – berbagi situs web, warga sering dapat melaporkan berita lebih cepat daripada wartawan media tradisional. Contoh nyata dari pelaporan citizen journalism dari peristiwa besar dunia adalah aksi protes di Turki, dan gempa Haiti 2010.

Intinya berbgai perusahaan yang memberikan wadah, edukasi serta kesempatan pada warga untuk berkiprah di ranah media. Apakah itu berita ibukota, kriminal, politik, dan ekonomi.

kualitas journalism online secara umum bisa ditingkatkan, maka fenomena ini juga bisa memperkuat peran media sebagai anjing penjaga (watch dog) terhadap berbagai penyimpangan serta ketidak adilan politik, demokrasi, ekonomi dan lain-lain.

Perkembangan Citizen Journalism

Tanpa kita sadari, di era sekarang ini Indonesia telah memasuki perkembangan citezen journalism (jurnalisme warga) yang luar biasa. Tidak lain, karena pengaruh media sosial yang sungguh kencangnya. Dengan media sosial tersebut, semua warga bisa menyebarkan dan mendebatkan isu publik ataupun privat, gosip pribadi artis atau politisi sampai dalam hal isu politik di negera kita.

Bahkan dalam tahun 2012 kemarin, terdapat berbagai macam pemberitaan yang berasal dari warga biasa yang menjadi heboh dan menjadi perbincangan di kalangan masyarakat luas, bahkan sampai ditayangkan di televisi. Beberapa diantaranya, pemberitaan negatif mie instan di Hong Kong, email palsu anggota DPR di Australia, serta fenomena mengenai gaya bicara “sesuatu” dari seorang artis perempuan, Syahrini.

Dalam buku Citizen Journalism: Pandangan Pemahaman, dan Pengalaman, yang ditulis oleh Pepih Nugraha, wartawan Kompas sekaligus pendiri Kompasiana ini, sedikitnya memaparkan berbagai macam persoalan tentang jurnalis warga berdasarkan pengalamannya di media sosial sejak tahun 2005.

Ada tiga syarat menjadi wartawan profesional yang juga bisa diterapkan bagi para pewarta warga yang ingin mempraktikan citizen journalism. yaitu : Pertama, mengetahui hal-hal menarik bagi pembaca untuk diolah dan dijadikan berita penting. Kedua, selalu ingin tahu dan memiliki rasa skeptis (keraguan) sehingga selalu ingin membuktikannya. Ketiga, mampu mengobservasi, mengamati fenomena, dan kecendrungan yang terjadi (hlm. 78).

Dalam buku ini, penulis juga menyampaikan bahwa kalangan pers media maupun pers warga jangan pernah menjalankan dosa sebagai pewarta berita. Sebagaimana menurut Poul Johnson ada tujuh besar itu diperentukkan bagi pers media arus utama, dan tidak ada salahnya kalau jurnalis warga juga memperlajari dosa-dosa pers agar tidak mencemari hasil laporannya. Karena ketujuh dosa besar itu akan menjadi tabu bagi insan media sosial yang biasa melaporkan berita dalam dunia internet, seperti di facebook, di blog, di twitter dan lain sebagainya.

Ketujuh dosa besar tersebut yaitu : (1) Penyimpangan informasi, (2) Dramatisasi fakta, (3) Serangan privasi, (4) Pembunuhan karakter (5) Eksploitasi teks, (6) Meracuni pikiran anak, dan (7) Penyalahgunaan kekuasaan (hlm. 115).  

Begitu juga, para citizen jurnalism harus mengetahui ilmu-ilmu yang terdapat pada ilmu pers. Pewarta warga juga harus mengetahui nilai-nilai berita sebagaimana dikemukakan Lanson dan Luwi agar suatu berita benar-benar bisa disebut berita bernilai (hlm. 83).

Dalam buku ini, sebutan citezen jurnalisme tidak dimaksudkan menjadikan warga bisa menjadi wartawan profesional yang dibayar oleh perusahaan media, namun semata-semata hadir untuk menyebarkan semangat berbagi (share) informasi sesuai minat dan bidang masing-masing orang. Dengan berbagi informasi, terjadi pertukaran pengetahuan dan pengalaman warga biasa yang tidak terbatas wilayah, ruang dan bahkan waktu.

Warga disini, tentu saja bisa siapa saja. Bisa ibu rumah tangga, guru, pelajar dan mahasiswa, PNS, militer maupun usahawan. Jadi, bagi yang suka tukar-menukar informasi, akan lebih baik mau membeli dan membaca buku ini, karena buku ini bermaksud menjadikan semua warga bisa menjadi jurnalis dan pastinya menjadikan wartawan warga yang profesional.

Untuk itu, buku ini sangat bagus untuk digunakan sebagai rujukan bagi siapapun yang berminat pada dunia jurnalistik, atau lebih luas lagi dunia kepenulisan. Buku ini, juga mengantarkan kita bagaimana bisa menjadi jurnalis yang hebat, meskipun tidak menjadi jurnalis konvensional.

Karena kita tahu, melihat sedemikian ketatnya persyaratan menjadi seorang wartawan atau jurnalis. Maka daripada itu, semua warga bisa melakukan kegiatan yang bersangkut-paut dengan dunia kewartawanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun