Mohon tunggu...
Samsul Ngarifin
Samsul Ngarifin Mohon Tunggu... Guru - Seorang pengajar dan blogger

Punya hobi menulis ketika senggang, tulisan biasanya mengenai topik pendidikan dan olahraga. Penikmat musik, sepak bola, bulutangkis, MotoGP, dan Formula 1.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Lika-Liku Indonesiaku April Ini!!!

30 April 2015   11:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:31 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14303670901104013246

(Sumber: www.google.com)

Indonesia satu bulan ini, ya disini penulis ingin memflashback apa saja yang terjadi di Indonesia pada satu bulan terakhir atau pada bulan April 2015. Bila kita menongok kebelakang lagi sudah tentu masalah yang ada di negeri ini hanya kisruh Partai Golkar, pembekuan PSSI, eksekusi terpidana mati narkoba, dan kesalah pahaman antara Presiden Jokowi dengan Bapak SBY. Mungkin isu-isu diatas adalah isu yang paling hangat sepanjang bulan april ini.

Pertama, penulis ingin memberikan analisisnya sendiri mengenai kisruh Partai Golkar. Kisruh Partai Golkar merupakan kisruh antara kubu Agung Laksono dengan kubu Aburizal Bakrie. Kisruh semakin memanas pasca Menkumham mengeluarkan SK yang mengesahkan Partai Golkar kubu AL. Melihat hal ini tentu masyarakat melihat ada muatan politis yang kuat. Dikarenakan Partai Golkar kubu AL sudah mendeklarasikan untuk mendukung pemerintahan, dibanding dengan Partai Golkar kubu ARB yang tetap dioposisi yang tergabung dalam KMP.

Sebenarnya kedua kubu di Partai Golkar mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Munas Ancol diselenggarakan secara “Demokratis” (walaupun sejak awal AL sudah diprediksi menang). Sedangkan Munas Bali dimenangkan oleh ARB secara “Aklamasi”. Dualisme ini akhirnya dibawa ke Mahkamah Partai Golkar, yang hasilnya 2 hakim mengakui kubu AL dan 2 hakim yang lain tidak memenangkan keduanya. Menurut hemat saya, MPG bukan solusi memecahkan masalah kisruh Partai Golkar karena MPG sendiri merupakan orang-orang Partai Golkar (bukan Independen).

Bisa dibilang anggota MPG menjadi loyalis dari salah satu kubu yang berkisruh, sehingga independensinya dipertanyakan. Terlebih masuknya Menkumham semakin memanaskan kisruh yang ada. Alasan Menkumham adalah amar putusan MPG yang ditafsirkan oleh Menkumham dimenangkan oleh kubu AL. Jika Munas Bali yang dimenangkan oleh ARB secara “Aklamasi” dijadikan persoalan, bukankah Partai lain juga kerap memilih Ketum nya secara “Aklamasi” seperti PDIP dan Demokrat. Padahal secara legalitas Munas Bali lebih kuat dibanding Munas Ancol. Penulis setuju dengan pendapat Prof. Tjipta Lesmana yang berpendapat bahwa Kisruh ini merupakan kesalahan dari Mahkamah Partai Golkar dan Menkumham, kedua kubu sedang diadu domba oleh penguasa.

Selanjutnya penulis memberikan analisisnya terhadap Pembekuan PSSI. Pembekuan ini dilakukan setelah KLB PSSI di Surabaya memenangkan La Nyala Mataliti sebagai ketum PSSI. Kisruh antara Menpora dan PSSI sebenarnya bermuara pada rekomendasi BOPI yang tidak meloloskan Arema dan Persebaya untuk ikut dalam ISL. Arema dan Persebaya dianggap oleh BOPI sedang ada masalah dualisme. Sebenarnya sebagai verifikator yang sah yakni PT. Liga Indonesia dikarenakan PT. LI merupakan penyelenggara ISL. Terbukti rekomendasi BOPI juga bermasalah, terkai PERSIJA yang dimasukan ke kategori A tapi mempunyai masalah penunggakan gaji selama 3 bulan. Apakah BOPI melakukan standar ganda dalam rekomendasinya?

Mencoret Arema dan Persebaya bukanlah solusi yang tepat, terlebih membekukan PSSI dan menghentikan kompetisi. Menpora seharusnya bisa berpikir panjang dengan memikirkan Pemain, Pelatif dan Staf, Klub, Suporter, dan Sponsor. Penghentian kompetisi jelas sudah merugikan semua pihak. Kegiatan ISL tidak menggunakan dana APBN sehingga tidak merugikan negara, tetapi konflik ini telah mematika klub-klub yang berkompetisi di ISL. Kompetisi tidak berjalan berarti tidak ada pemasukan bagi klub untuk menggaji pemainnya. Apakah Menpora tidak memikirkan hal ini? Kenyataannya tidak, seolah Menpora hanya memberikan sanksi saja tanpa memberikan ganti rugi kepada klub-klub yang sudah rugi dikarenakan keputusan Menpora. Menpora boleh saja membenahi PSSI, Menpora boleh saja akan melindungi hak-hak pemain, tapi yang ada sekarang menpora malah membuat sengsara pemain karena keputusannya. Klub tidak ada pemasukan sehingga gaji pemain juga tersendat. PSSI boleh saja dibenahi, tetapi kompetisi harus tetap jalan karena itu dibawah PT. Lisbagai pihak penyelenggara. Maaf, penulis sudah mencari rekam jejak dari Menpora, namun tidak menemui bahwa Menpora tahun dunia olahraga, penulis hanya tahu bahwa Menpora adalah Politis PKB dan tidak ada kontribusi dalam dunia olahraga selama ini.

Ketiga, saya sangat mengapresiasi Presiden Jokowi terkait eksekusi terpidana mati narkoba. Dibawah tekanan negara-negara tetangga, Presiden Jokowi tetap melakukan eksekusi pada tanggal 29 April 2015 kemarin. Walaupun terpidana mati Mary Jane batal dieksekusi karena ada bukti baru dalam kasusnya. Terlepas Mary Jane adalah korban Human Trafficking atau tidak, sudah seharusnya pemerintah berhati-hati dalam kasus ini. Jikalau bukti baru yang didapatkan lemah, eksekusi bisa tetap berjalan. Penulis heran dengan orang-orang di luar negeri yang dengan lantang menolak eksekusi mati dikarenakan HAM. Apakan mereka tidak melihat akibat terpidana mati narkoba ini, sudah banyak orang-orang yang meninggal, bisa 10, 100, bahkan 1000 yang mati akibat ulah terpidana mati narkoba ini. Hukum tetaplah hukum, hukum adalah konsekuensi bagi seseorang yang telah melakukan kesalahan. Orang salah harus dihukum sesuai kesalahannya. Narkoba adalah kasus kejahatan luar biasa dan pantas dihukum secara luar biasa.

Terakhir, penulis tertarik dengan berita akhir-akhir ini mengenai kicauan twitter bapak SBY ang mengoreksi statement Presiden Jokowi mengenai IMF. Ketika pidato di KAA kemarin Presiden Jokowi lantang mengkritik badan keuangan internasional, diantaranya ialah IMF. Ketika diwancara oleh wartawan, Presiden Jokowi mengatakn bahwa Indonesia masih pinjam ke sana (IMF>karena yang ditanyakan adalah IMF). Hal itu sontak dikoreksi oleh Bapak SBY yang mengatakan bahwa Indonesia sudah melunasi 9,1 Miliar USD pada tahun 2006. Masalah muncul kembali ketika seskab mengatakan bahwa Indonesia masih mempunyai utang ke IMF pada tahun 2009. Hal ini kembali dikoreksi oleh Menteri Keuangan yang mengatakan bahwa Indonesia (BI) telah melunasi untangnya pada tahun 2006. Bahkan IMF juga memberikan klarifikasinya dan membenarkan bahwa Indonesia (BI) sudah melunasi hutangnya dan sekarang “hanya” memberikan iuran SDR dikarenakan Indonesia adalah anggota IMF. “iuran” bukan “pelunasan hutang”. Sebenarnya hal ini merupakan sebuah kritik kepada pemerintah untuk memperbaiki komunikasinya antara Presiden, Menteri, dan Rakyat. Karena diakui bahwa selama ini komunikasi diantara mereka tidak selaras dan menimbulkan kesalahpaham yang mungkin membuat rakyat tertawa melihat gojekan dari para pejabatnya.

Mungkin itulah kejadian sepanjang April ini yang penulis anggap lucu, dikarenakan banyaknya intrik politik didalamnya. Memang benar bahwa negeri ini mebutuhkan seorang “Negarawan” yang memikirkan negara kedepannya, dan bukan “Politikus” yang memikirkan PARTAI kedepannya. Jangan ada lagi “Petugas Partai” tetapi hanya ada “Petugas Rakyat” yang semeta mata mengabdi kepada rakyat, bukan kepada PARTAI.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun