Apa yang membuat anda tertarik datang ke kota Semarang? Biasanya dijawab karena di Semarang banyak terdapat gedung-gedung tua peninggalan jaman Belanda. Sebut saja, kawasan kota Tua di daerah Gedangan dengan Gereja Blendug sebagai ikonnya. Ikon gedung tua lainnya yang menarik banyak wisatawan adalah Lawang Sewu, gedung yang mempesona karena "angkernya". Penyuka fotografi, saya yakin tak akan pulang sebelum memotret kawasan kota tua, Lawang sewu, atau Kelenteng Sam Po Kong di Gedung Batu. Spot-spot itu rasanya ikonik banget deh buat fotografer. [caption id="attachment_262682" align="alignnone" width="600" caption="Sriping (Criping, Srimping) Semarang (Dok. Trilokon)"][/caption] Magnet Semarang lainnya adalah kawasan kuliner di Jalan Pandanaran yang tak jauh dari Lawang Sewu. Bandeng menjadi kuliner favorit yang diburu oleh wisatawan untuk dibawa sebagai oleh-oleh selain lumpia gang baru dan wingko babadnya. Tapi ada satu kuliner yang selalu saya buru bila pulang ke Semarang. Bahkan, saya sering bercanda sama teman saya, kalau belum menyambangi kuliner ini belum rasanya betah di Semarang. Konon kata Semarang berasal dari suburnya pohon Asem yang subur tapi jarang (arang) berbuah dan saat itu ditanam oleh Pangeran Made Pandan (Sunan Pandanaran I) abad ke 15 M mulai dari Pargota (Bergota), hingga ke pelabuhan. Sunan Pandanaran ini berasal dari Kerajaan Demak yang ditugaskan di wilayah Pargota atau Semarang. Pernah anda mendengar "sriping" atau biasa juga disebut srimping? Dalam bahasa Inggris disebut "capiz shell". Kerang ini banyak dijual di hampir sebagian rumah makan sea food di Semarang. Uniknya, bukan dagingnya saja yang memikat tetapi kulit kerangnya pun dimanfaatkan (setelah dicuci bersih dan dibuat mengkilap) untuk kerajinan seperti kerei. Manfaat lain dari kulit kerang ini adalah menjadi campuran untuk makan ternak setelah kulit kerang itu ditumbuk menjadi tepung. [caption id="attachment_262684" align="alignnone" width="600" caption="Udang Saus Tiram (Dok. Trilokon)"]
[/caption] Senin siang (24/6) kerinduan untuk berwisata kuliner kerang Srimping terobati. Bersama seorang teman, saya menuju ke rumah makan
seafood langganan saya, yaitu Pak Sangklak. Sejauh saya tahu, sejak dulu, rumah makan special sea food Pak Sangklak ini ada tiga tempat yaitu Pantai Tanjung Mas, Telaga Mas (Perumahan Tanah Mas) dan Lingkar Tanjung Mas. "Kita pergi saja ke Pantai Tanjung Mas. Soalnya saya bawa kamera, Biar nanti bisa foto-foto di pantai" pinta teman saya dan saya pun nggak menolak. Lalu kendaraan saya arahkan ke jalan arteri (jalan lingkar) Tanjung Mas searah dengan pelabuhan Semarang. [caption id="attachment_262689" align="alignnone" width="600" caption="Cumi Cabe Hijau (Dok. Trilokon)"]
[/caption] Rumah makan Pak Sangklak sudah di depan mata, namun tiba-tiba kami dihentikan oleh Satpam yang menjaga di pintu masuk. "Maaf, bapak mau ke mana?" "Saya mau ke Pak Sangklak" "Maaf Bapak, kondisi sekarang tidak bisa dilalui karena sedang banjir. Air laut menutupi jalan menuju ke Pak Sangklak" Rasa kecewa pun seketika membuncah di hati. Bayangan memotret di sekitar pantai pun sirna. Bersamaan dengan rasa tak karuan itu, mobil saya putar dan akhirnya saya parkir di Pak Sangklak yang berada di jalan lingkar Tanjung Mas, di sebuah restoran sea food yang berlantai keramik dengan tembok warna orange yang tampak kokoh. [caption id="attachment_262687" align="alignnone" width="600" caption="Sriping, Diburu Wisatawan (Dok. Trilokon)"]
[/caption] "Pesan Sriping Goreng setengah kilo, udang asam tiram satu porsi, cumi lombok ijo satu porsi, sayurnya ca kangkung coto dan minumnya es jeruk nipis dua, nasi tiga porsi ya" pesan saya kepada pelayan. "Kepiting mau?" tanya teman saya. "Ah nggaklah, siang-siang makan kepiting bisa langsung panas nanti" gurau saya. Tak kurang dari 15 menit, pesanan kami sudah datang secara bersamaan. Rasa lapar yang sudah ditahan sejak tadi pelan-pelan mulai "dihibur" sejak pesanan itu berada di meja. "Sripingnya dulu ah. Sudah rindu sekali sama lazisnya eh lezatnya kuliner ini. Wouw gurih Sriping terasa banget dan empuk kenyal serta rasanya nendang di lidah" ujar saya sambil membayangkan para selebriti di TV swasta yang lagi nguliner sambil membahasakan kelezatan makanan. [caption id="attachment_262688" align="alignnone" width="600" caption="Ca Kangkung Bumbu Tauco (Dok. Trilokon)"]
[/caption] Pesanan tadi kemudian kami santap berdua. Sebelum kami tiba, dua tempat sudah diisi oleh tamu dan saat saya lirik tampak sriping ada depan mereka. Bahkan ketika kami sedang menyantap, tamu yang baru datang pun tak ketinggalan memesan sriping. "Selamat datang pemangsa (kerang) Sriping!" gurau saya pada teman saya setelah tahu bahwa semua tamu siang itu pesan sriping. Dalam perjalanan pulang, saya bertanya pada teman saya. "Berapa harga Srimping tadi?" Lalu teman saya merogoh nota yang sudah ia masukan dalam dompetnya. "1/2 kg Srimping 25 ribu. 1/2 kg Udang 80 ribu dan 1/2 kg Cumi Lombok Ijo, 40 ribu" jawabnya. "Wah tadi sebaiknya Srimpingnya satu kilo ya. Biar puas. Tapi segitu saja udah kenyang banget kok" komentar saya. [caption id="attachment_262690" align="alignnone" width="600" caption="Lalapan Penyedap Makanan (Dok. Trilokon)"]
[/caption] Udara panas "menyengat" kota Semarang apalagi di posisi Semarang Bawah sekitaran Tanah Mas, siang itu saya rasakan biasa-biasa saja. Tak masalah bagi saya yang seharian tinggal di gunung yang sejuk. He he he soalnya perut sudah terisi dengan Sriping tadi. [caption id="attachment_262692" align="alignnone" width="600" caption="Lazis Rasanya Sriping (Dok. Trilokon)"]
[/caption] Kalau anda berkunjung ke Semarang jangan lupa mencicipi kuliner kerang Sriping yang banyak dijual di rumah makan sea food. Rasanya belum ke Semarang kalau belum merasakan lazisnya Sriping he he he.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Foodie Selengkapnya