Lima tahun yang lalu, saya diajak oleh teman, untuk mengikuti sebuah acara motivation training di Bandung.Dalam ruangan ber-AC, seorang pembicara tiba-tiba bertanya kepada peserta. “Apa tujuan hidup anda?” Ia ber tanya kepada 27 peserta yang ada di ruangan itu. Tampak, pembicara itu sudah siap merekap jawaban peserta di papan white-board.
Tanpa diduga, pembicara itu menunjuk saya. Sambil tipok jidat, terpaksa saya jawab sesuai dengan apa yang sedang melintas di benak saya siang itu. “Bahagia” jawab saya spontan. “Apa yang membuat anda bahagia?” lanjutnya. Sejenak saya diam. Pikiran saya berlari-lari mencari jawaban yang tepat. Sementara itu, mungkin karena kelamaan, pembicara lalu menyergap dengan pertanyaan lanjutan, “Rumah, mobil, keluarga, mungkin bisa anda pilih” katanya sambil menatap mata saya dengan tajam.
“Rumah!” jawab saya. “Oke, saya tulis rumah ya? Kalau rumah sudah terpenuhi, lalu yang kedua apa yang mebahagiakan hidupmu?” “Mobil” jawab saya sigap. “Kenapa tidak hidup berkeluarga?” tanya pembicara itu pada saya. Ditanya seperti itu saya hanya tersenyum tidak menjawab karena saya belum berkeluarga.
Dialog siang itu terus saya bawa hingga malam jelang tidur. Obsesif sekali, sehingga saya bermimpi. Bagaimana ya saya bisa mendapatkan itu semua agar hidupku bahagia? Tergantung gaji? Ah mana bisa. Gajiku kan sedikit dan nggak sampai tiga juta per bulan. Menabung, ah kelamaan. Kenapa hatiku terasa galau ya dan rasa itu terus merebak ke mana-mana tanpa ada solusi yang pasti.
Tiba-tiba ada suara berkata, “Jangan lupa besok pagi bangun sebelum mentari merekah. Soalnya kita akan berburu sunrise. Sudah siap kan senjatanya, kamera dan peralatan lainnya?” ujar teman saya mengingatkan. Saya mengangguk saja. Soalnya, semua peralatan fotografi sudah saya siapkan.
Hari itu, masih gelap. Jarum jam menunjuk pada angka 3. Masih subuh dan dingin, saya dan teman saya berangkat menggunakan Nissan Navara bermesin diesel. Dalam perjalanan dari Tomohon menuju ke Mondoinding tak jauh dari Kotamobagu, Nissan Navara ini sungguh nyaman dan powerful. Suara mesin dieselnya nggak terdengar gemuruh dari tempat saya duduk. Halus seperti kendaraan bermesin bensin.
[caption id="attachment_197153" align="aligncenter" width="600" caption="Camping Hunting Foto Di Modoinding"][/caption]
Naik mobil Nissan itu, membuat saya ingat dengan mobil Nissan lainnya. Terus terang, selain Navara saya juga pernah merasakan Terrano, Grand Livina dan March. Terano memang bandel untuk kondisi jalan off road. Tapi goyangannya terasa ngebor, mirip penyanyi dangdut. Kalau Grand Livina, halus ketika meluncur di atas jalan halus. Cuma, bagi saya terasa pendek sehingga hati-hati sekali kalau masuk kampung yang jalannya tak beraspal. Sedangkan March, rasa city car-nya begitu kental sehingga memudahkan untuk parkir di kota.
Navara yang saya tumpangi untuk hunting foto, memang terasa nyaman ketika tiba di spot foto yang harus melewati jalan yang berbatu dan menanjak. Navara juga nyaman untuk diajak camping saat itu. Barang-barang untuk camping ditaruh di bak belakang. Untuk peralatan fotografi di jok belakang sopir.
Dari ketiga jenis kendaraan Nissan itu, yang dominan saya sarakan adalah mesin yang tidak berisik. Suara mesinnya terasa halus. Tak hanya itu saja, bentuk mobilnya sudah tampak gagah dan elegan sehingga tidak perlu minder bila berkumpul dengan mobil lainnya. “Sesuaikan mobil anda dengan kebutuhan anda” ujar teman hunting saya sambil kosentrasi mengemudikan mobilnya pagi itu. Yang paling mengesan, kami tidak pernah bertanya pada orang lain soal jalan. Soalnya di dashboard oleh teman saya, dipasang GPS yang menuntun perjalan kami.
Sekarang datang Nissan Evalia. Sambil mengucek-ucek mata melihat tampilan dan fitur-fitur yang melekat pada Evalia melalui Kompasiana. Mimpiku jadi bertambah. Asaku untuk menjajal Nissan Evalia, makin membuncah di hati saja. Sudah empat jenis mobil Nissan saya coba. Tapi, apakah saya bisa mencoba pendatang baru Evalia yang tampak elegant dan kokoh ini?
Entah bagaimana, saya sudah berada di dalam Evalia. Setelah mengemudikan mobil baru ini, saya berkesimpulan begini. Mobil ini tidak egois karena menawarkan ruang lega di dalamnya sehingga keluarga yang tadi saya mimpikan juga menjadi nyata setelah semua bisa naik ke dalam mobil ini. Saya akan mengajak keluarga besar saya, termasuk Ibu saya yang sudah disebut Oma, untuk rekreasi yang sungguh menyenangkan. Rekreasi bagi saya sebuah kebutuhan. Biasanya ke pantai atau ke gunung yang saya pilih. Karena di lokasi wisata gunung atau pantai, warna hijau atau birunya laut sungguk merefresh keletihan rutinitas. Saya rasakan Evalia telah mewujudkan harapan itu dengan nyaman.
“Mobil, pak!” jawab saya kepada pembicara. “Maksud anda apa?” “Maksud saya, yang paling membahagiakan dalam hidup saya adalah punya mobil. Rumah bisa pakai rumah orang tua dulu” jawab saya dengan antusias. “Lalu kamu pilih mobil apa?” pembicara itu wajahnya begitu senang diajak ngobrol soal mobil.
“Evalia!!!” teriak saya. Tiba-tiba ada suara lembut mebisik telinga saya, dan terasa ada yang menggoyang-goyangkan badan saya, “Pap, bangun, sudah saatnya siap-siap ke kantor”. Saya pun lalu bangun, mandi dan sarapan pergi ke kantor naik Evalia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H