[caption id="attachment_264989" align="alignnone" width="570" caption="Becak Hias (foto: trilokon)"][/caption]
YogYes! Tiba di Yogya sudah malam (Kamis, 4/7). Sekitar pukul 9 malam. Langsung ke penginapan? Ingin segera merebahkan badan setelah perjalanan panjang dari Salatiga, Kartosuro, Klaten dan Yogya. Menyibak lalu lintas padat jalur Selatan di saat liburan ini.
“Ke Alkid saja!” usul Lita, keponakanku di saat bimbang antara ke penginapan atau ke alun-alun Selatan Kraton Ngayogyakarta.
Sempat terjebak kemacetan di Wijilan. Mobil plat non Yogya, berderet antri di warung kuliner Gudeg Wijilan. Dengan kesabaran, mobil terus bergerak hingga akhirnya menemukan Alkid yang malam itu suasananya ramai banget.
[caption id="attachment_264991" align="alignnone" width="570" caption="Parkir (Foto: Trilokon)"]
Mobil parkir di dekatpinggir trotoar alun-alun. Mengular dengan mobil lain. Jalan putaran Alkid riuh oleh sepeda tandem dan becak roda empat. Keduanya menarik hati dan mata, karena dihiasi oleh lampu-lampu yang membentuk gambar binatang, seperti Bebek, Ayam, Kuda, Kupu-kupu dan lainnya.
Bak pasar malam, Alkid yang dikenal dengan Masangin (Masuk di antara kedua Beringin) malam itu terasa sekali degup jantungnya ber debar dan sambil menyerbakkan nafas kerakyatan (populis) bagi siapa saja yang datang.
[caption id="attachment_264992" align="alignnone" width="570" caption="Jogya (Foto: Trilokon)"]
“Berapa sewa becak roda empat, Mbak?” sapaku kepada Mbak yang sejak tadi membujuk kami untuk memakai becak yang berbentuk Kupu-kupu kesukaan keponakan saya.
“Rp. 20.000,- sekali putaran” jawabnya penuh semangat.
Kami sempat ribut tentang bagaimana mengemudikan. Saya tak berminat menyetir. Saya lebih suka memotret. Dengan intruksi singkat akhirnya Lita yang mengemudikan becak dibantu genjot sama Tantenya. Saya duduk di belakang.
[caption id="attachment_264999" align="alignnone" width="570" caption="Becak Lampu Hias (Foto: Trilokon)"]
Sempat gugup. Antrian kendaraan pengguna jalan Alkid, tak hanya becak dan sepeda tandem saja. Mobil pribadi yang ikut berputar atau mungkin cari tempat parkir, menyesaki jalanan sehingga Lita harus kosentrasi. Antara senang dan serius mengemudi, bercampur bersama wisatawan lain yang sama-sama bergerak mengelilingi Alkid dengan becak hias itu.
[caption id="attachment_264994" align="alignnone" width="570" caption="Foto: Trilokon"]
Sepanjang jalan, kamera tak pernah off. Berbagai cara dipakai untuk memotret suasana malam di Alkid. Akhirnya, pilihan jatuh pada “slow speed’. Dengan cara ini, saya bisa melukis dengan kamera saya.
Banyak pilihan kegiatan malam di Alkid. Saya melihat ada kerumunan sedang duduk-duduk sambil menikmati HIK (Hidangan Khas Kampung) seperti tahu goreng, sego kucing, tempe goreng, STM (Susu Telor Madu) dan lainnya. Karena lengkapnya makanan minuman yang ada, HIK sekarang dikenal dengan sebutan Angkringan.
[caption id="attachment_264996" align="alignnone" width="570" caption="Lukisan Cahaya (Foto: Trilokon)"]
Selain kuliner, permainan Masangin masih tetap digemari oleh anak muda. Dengan merogoh Rp. 5.000,- satu selendang penutup mata, didapat dengan batasan tiga kali kesempatan. Lita mencoba tapi katanya tidak berhasil. Kenapa? Saya tak tahu. Kegagalan masuk di antara kedua pohon beringin, adalah mitos yang terus hidup membuat setiap orang penasaran.
Sekelompok anak muda berteriak ritmis sambil mengangkat temannya berdiri. Sepintas saya ingat kelompok Cheers Leader yang sering saya lihat di kelompok Marching Band. Gerakan ritmis dan suara kompak membahana sambil berputar ke sana kemari, menggugah setiap orang untuk menonton. Pada saat itulah beredar “saweran” atau minta sumbangan secara sukarela. “Wooww kreatip juga ya cari sumbangan dengan pertunjukan Cheers Leader” batin saya.
[caption id="attachment_264997" align="alignnone" width="380" caption="Gelembung Air Sabun (Foto: Trilokon)"]
Langit di Alkid makin larut. Namun tak membuat Alkid makin sepi ditinggalkan wisatawan. Kecapekan badan memang sempat hilang oleh “pasar malam” di Alkid. Khususnya mendapat frame-frame lukisan cahaya yang menurut saya asik.
Sebenarnya becak hias dan sepeda tandem tak hanya saya lihat di Alkid Yogya. Hampir di semua ruang publik di kota seperti Simpang Lima Semarang, Alun-alun Wates, Alun-alun Magelang dll juga ada. Keunikan di Alkid adalah Yogya menawarkan wisata yang lengkap dengan Malioboro dan Kraton. It was never ending!
[caption id="attachment_264998" align="alignnone" width="570" caption="Plekung Gading Dihias Lampu (Foto: Trilokon)"]
Maka jangan kuatir kalau anda kemalaman datang ke Yogya. Menceburlah dalam keramaian di Alun-alun Kidul sambil melukis dengan kamera anda. Pokoknya, having fun deh!
Begitulah rakyat memanfaatkan ruang publik kota untuk mendapatkan hiburan dan sekaligus mendukung perekonomian kreatif rakyat dalam dunia pariwisata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H