Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Ini Caranya Tangkap Sunrise di Puncak Mahawu

27 Oktober 2014   01:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:38 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_349927" align="alignnone" width="600" caption="Menangkap Sunrise di Puncak Mahawu Tomohon"][/caption]

Langit masih gelap. Bintang-bintang masih bersinar. Jarum jam menunjuk angka 4 WITA. Malam masih menyisakan dingin yang terasa di kulit. Suara binatang malam samar-samar masih terdengar. Saat itu saya bergegas keluar rumah sambil membawa kamera dan tripod.

Sabtu ini (25/10) adalah hari libur Tahun Baru Islam. Saya dan beberapa siswa yang tergabung dalam ekskul fotografi dan jurnalistik memanfaatkan hari libur untuk menyambut matahari terbit di puncak Gunung Mahawu. Itulah sebabnya kami bangun saat langit masih gelap.

Roda bus kecil mulai bergerak menyusuri jalan beraspal. Deru mesin diesel bus terdengar keras memecah kesunyian pagi. Di dalam bus, 16 penumpang seperti sepakat untuk berdiam diri. Mungkin rasa kantuk masih bergelanyut berat di kantong mata. Perslening bus masuk ke gigi dua. Ini tanda jalan sudah menanjak. Saat perpindahan gigi, bus terasa seperti sedang menarik napas berat untuk menyusuri kelokan di tanjakan agrowisata Rurukan.

[caption id="attachment_349928" align="alignnone" width="600" caption="Gunung Klabat Terlihat dari Puncak Mahawu"]

14143231511804265957
14143231511804265957
[/caption]

Portal pos polisi kehutanan masih tertutup saat kami memasuki arena parkir sebelum mendaki Gunung Mahawu. Terpaksa kami turun di depan portal dan berjalan kaki menuju tangga pendakian.

Tiba di jalan masuk pendakian, suasana masih sepi dan gelap. Satu persatu kami memapaki jalan pendakian yang sudah diperkeras dengan semen. Beberapa siswa berhenti untuk mengatur napasnya yang mulai ternegah-engah sambil berpegangan besi pembatas jalan setapak. Di kanan kiri jalan setapak itu, semak belukar setinggi lebih dari manusia tumbuh lebat.

Tak kurang dari 15 menit kami sudah tiba di puncak Mahawu. Kami sengaja melewati gardu pandang di ujung jalan setapak. Kami justru belok ke kiri meyusuri jalan setapak conblok mengelilingi pinggiran kawah. Dan kami berhenti di gardu pandang ke dua setelah berjalan sekitar 30 menit.

[caption id="attachment_349930" align="alignnone" width="600" caption="Gunung Lokon dan Gunung Empung"]

1414323246864340866
1414323246864340866
[/caption]

Dari arah Timur, langit mulai berwarna biru. Ini tanda matahari akan terbit. Kami menaiki gardu pandang untuk menyambut munculnya sunrise. Kamera dan tripod langsung disiapkan untuk menangkap peristiwa sunrise. Di gardu pandang itu kami bisa melihat keelokan Gunung Lokon dan Gunung Empung yang mengapit kawah Tompaluan, sebagai pusatnya Gunung Lokon meletus. Gunung Manado Tua (Bunaken) samar-samar terlihat juga di sebelah Utara.

“Pak kenapa kita tidak jadi mendaki Gunung Lokon?” tanya Chelsea Pojoh, yang dipercaya sebagai wakil ketua Tim Traveling pagi ini. “Ada larangan dari pemerintah untuk tidak mendaki Gunung Lokon. Katanya ada lubang baru muncul di dekat kawah. Itu berbahaya, kata mereka” jawab saya sambil membayangkan betapa dahsyatnya apabila Gunung Lokon meletus dari dua lubang sekaligus.

[caption id="attachment_349931" align="alignnone" width="600" caption="Para Narsis"]

1414323308148891788
1414323308148891788
[/caption]

[caption id="attachment_349932" align="alignnone" width="600" caption="Horee Aku Sudah Di Puncak Mahawu"]

1414323340863320279
1414323340863320279
[/caption]

Pemandangan alam yang indah dan pencahayaan pagi yang eksotik membuat kami tak henti-hentinya berfotoria, seolah-olah tak ingin momen itu berlalu begitu saja. Sembari berfoto dengan menggunakan aneka macam kamera DLSR, Tablet, dan smartphone, saya memberitahukan tentang komposisi foto dan setingan kamera untuk menangkap momen sunrise. Ini cara saya mendidik para siswa untuk pratek langsung seperti yang diamanahkan oleh Kurikulum 2013 (K-13). Siswa aktif belajar dengan lingkungan.

Tak urung saya lebih banyak memotret mereka daripada dipotret. Maklum, generasi mereka adalah generasi narsis dan selfi. Tapi perilaku mereka saya pahami sebagai bentuk kegembiraan mereka setelah menaklukkan puncak Mahawu dan bisa menikmati alam ciptaan Tuhan yang indah. Apalagi kami di puncak itu, kami berjumpa dengan para pendaki lainya yang datang dari Jakarta, Manado bahkan ada satu keluarga berwisata pagi sambil mengajak anaknya yang masih kecil. Sebuah edukasi wisata sejak usia dini.

[caption id="attachment_349934" align="alignnone" width="600" caption="Indahnya Alam Indonesia"]

1414323398954205027
1414323398954205027
[/caption]

Setelah dipuaskan oleh indahnya alam sunrise di puncak Gunung Mahawu, kami lalu menuju ke pasar Tomohon untuk sarapan midal (bubur manado yang dicampur mie ditambah tahu pong). Tak lupa sambal rowa dicampurkan. Oh betapa nikmatnya kuliner satu ini.

[caption id="attachment_349936" align="alignnone" width="600" caption="Foto Bersama setelah mendaki"]

14143234491758890828
14143234491758890828
[/caption]

Perjalanan selanjutnya kami menuju Air Terjun Tumimperas Pinaras di Tomohon Selatan. Silahkan klik repotase kami di bawah ini.

Suara Merdu Air Terjun Pinaras Tomohon

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun