Apa yang saya rindukan saat liburan sekolah tiba? Bukan siapa-siapa lagi tetapi Sate Klathak. Ya, barang satu ini selalu membuat saya rindu ke Yogya dan kulinernya. Entah kenapa. Padahal, ia tidak memiliki paras cantik tapi kok membuat rindu ya. Empuk dan gurihnya Sate Klathak memang sudah tersohor. Â
Tulisan "Pelopor Sate Klatak Mak Adi" dalam neonbox kuning itu menarik perhatan mata saya. Dalam hati, saya lalu teringat dengan Sate Klatak Pak Pong di Jalan Sultan Agung, Kampung Jejeran yang pernah saya sambangi saat kulineran di Yogya.
"Apa bedanya ya? Kok Mak Adi menyebut dirinya sebagai pelopor sate klathak? Atau, dalam usaha jual sate klathak, lebih dulu Mak Adi daripada Pak Pong atau Pak Bari yang terkenal itu?"
Dalam kegalauan itulah saya menghentikan mobil dan lalu parkir di Sate Klathak Mak Adi di Jalan Imogiri Timur, Jati, Wonokromo, Kecamatan Pleret, Bantul DIY. Saat itu (22/6/2021) hari sudah sore menjelang malam.
Untuk melayani pesanan para pembeli, saya lihat, dilakukan di angkringan yang diletakkan di muka warung. Lokasinya di pinggir jalan raya. Angkringan itu terlihat jelas, saat akan masuk dan duduk di dalam warung.
Beberapa potongan daging kambing digantung di angkringan. Yang sudah dipotong seset, dan tinggal tulangnya di taruh persis menghadap jalan. Mungkin, sebagai tanda bahwa sudah banyak yang membeli di Mak Adi.
"Mengapa daging kambing, oleh penjualnya ditaruh dengan cara digantung?" tanya teman saya.
"Sejauh saya tahu, itu bukan karena untuk mempermudah memotongnya secara diseset. Tapi, biasanya kalau kambing baru dipotong uratnya masih tegang, Nah, kalau digantung itu tujuannya agar uratnya lemas, sehingga daging potongannya kalau dimasak atau dibakat tidak alot"