Berhasil menginjakkan kaki di puncak bukit salah satu dari gugusan pulau karts hijau di Wayag, sangat menakjubkan bagi saya. Soalnya, ini destinasi wisata yang menjadi impian banyak orang. Â Tak hanya itu, guyuran gerimis yang membuat basah kuyub pakaian, tetap hati ini merasa puas dan bahagia.
"Setelah Wayag kita akan menuju ke Piaynemo. Yah, sekitar tiga jam perjalanan" jelas Pak Samuel Korwa. Saya, Sabet, Holy, Yansen, Fretes, Icad, Bu Erni dan Ely bersama empat awak kapal, hanya bisa mengiyakan saja karena memang baru pertama kali pergi ke Raja Ampat.
Kami percaya kepada Pak Sam karena beliau sudah acap kali menyambangi Wayag, Piaynemo serta lokasi lainnya di kepulauan Raja Ampat. Sementara itu, Om Papua, nahkoda, mengendalikan kecepatan speedboat-nya dengan kencang. Dengan tenaga 400 PK, speedboat mampu menerjang ombang dan angin laut.
Di tengah perjalanan tiba-tiba turun hujan lebat. Ombak laut bergelombang tinggi. Jarak pandang terhalang oleh kabut akibat derasnya hujan. Kami semua merasakan terombang-ambing di tengah lautan bebas Halmahera. Speedboat bekerja keras memecah ombak. Doa agar kami semua selamat, saya panjatkan dalam hati.
Dalam kondisi buruk itu, Fretes mengeluh perutnya kram, mual. Seluruh badannya dingin dan kedua kakinya mengejang. Orang bilang, Fretes sedang mengalami panic attack (serangan panik). Penyebab panik umumnya berasal dari rasa ketakutan (phobia) terhadap kondisi lingkungan yang mengancam keselamatan dirinya.
Hampir satu jam lebih kami terombang-ambing di tengah laut. Saat itu, di mana posisi kami tak ada yang tahu. Hanya doa dan mohon keselamatan, kami panjatkan bersama.
Hujan mulai reda. Ombak laut mulai bersahabat kepada kapal kami. Tetapi tantangan masih kami hadapi. Langit mulai gelap. Sejauh mata memandang tak terlihat bayangan hitam pulau. Om Papua mulai gelisah sambil melambatkan kecepatan kapal. Pelan tapi pasti, akhirnya kami melihat seberkas cahaya di ujung pulau. Dengan gesit, om nahkoda membelokkan kapalnya dan memburu seberkas sinar itu.
Kapal ditambatkan di dermaga. Penerangan di dermaga sangat minim. Saya dan yang lainnya keluar dari kapal sambil menyalakan senter dari hape masing-masing. Kedatangan kami menarik perhatian warga Kampung Gambir. Langkah kami diikuti sampai ke rumah kepala kampung. Dalan kondisi pakaian masih basah, kami diterima di rumah kepala kampung.