Johnny WW Lengkong (Ray Sahetapy), seorang pelaut, setelah 20 tahun lebih meninggalkan keluarganya, akhirnya pulang ke Manado tanah kelahirannya. Ingin menebus rasa cintanya yang selama ini telah disia-siakan, itulah tujuan Johny. Ia berharap Oma Marlene (Rima Melati) mamanya dan Lucy istrinya yang ditinggalkan di malam pertama pernikahan mau menerima dan memaafkannya.
Namun, Lucy istri Johny telah meninggal dunia. Melihat anak gadisnya Pingkan (Mikha Tambayong), siswi SMA (Lokon St. Nikolaus), Johny merasa bersalah karena selama ini tidak mengurus Pingkan. Sementara itu, Pingkan selama ini mengetahui bapaknya sudah lama meninggal dunia di laut. Saat Johny melaut, Pingkan masih di kandungan. Konflik ayah dan anak terjadi, meski akhirnya ia tetap mengakui dan menerima kehadiran Johny papanya.
Pingkan dari dulu menginginkan sosok ayah, tapi bukan sosok ayah yang melarang semua kehendaknya. Konflik antara Johny dan Pingkan memuncak saat sekolah mengadakan Lokon Night (Prom Night) atau perpisahan kelulusan. Saat itu, kemarahan Johny kepada Brando memuncak ketika Brando akan memberikan minuman yang telah dicampuri “sesuatu” oleh Brando kepada Pingkan.
Dalam kegaduhan itu, Brando menjelaskan bahwa minuman itu dicampuri dengan madu supaya Pingkan pulih dari kesehatannya dan bisa tampil di panggung membawakan lagu perpisahan. Selanjutnya dikisahkan kesalahpahaman Johny dengan Brando dan anaknya Pingkan mencair ketika Brando berkisah tentang wanita mabuk di Café tempo hari itu adalah adiknya yang ia jaga karena orang tua sudah meninggal.
Johny akhirnya menerima Brando karena ia percaya cowok seperti Brando adalah cowok yang berdedikasi tinggi, dewasa, dan mampu menjaga Pingkan.
Film drama romantis, Senjakala di Manado (2016), garapan sutradara Deni Pusung dan diproduksi Ina Marapati, mulai ditayangkan di bioskop-bisokop Manado sejak 1 Desember hingga sekarang masih berlangsung.
Kamis sore (1/12) saya dan teman kerja berjumlah tiga puluh orang turun gunung dari Tomohon ke Manado gegara film ini. Bukan tanpa alasan kami nonton bareng film romantis itu. Selain gratis (tiket masuk ditanggung Sekolah), kami ingin melihat bagaimana “hasil” film itu yang pengambilan adegan dan gambarnya antara lain di sekolah kami, Bukit Doa Mahawu dan Danau Linow (satu pemilik).
Tak hanya itu, guru dan siswa-siswi kami dilibatkan dalam beberapa adegan meski menjadi penonton figuran. Salah satu pemain gitar adalah siswa kami (Delmon Tabem).