Wisata Sulawesi Utara terus menggeliat. Pantai-pantai (daerah Likupang dan Pulau Lembeh) terus digarap untuk dijadikan objek wisata baru dengan resor yang dilengkapi dengan water sport. Pemerintah Sulut kini melirik bukit dan puncak gunung untuk dijadikan objek wisata alam baru. Salah satunya Puncak Tetetana di desa Kumelembuai, Tomohon Timur.
“Tetetana” dalam bahasa Tombulu Minahasa berarti tanah milik Tete (Oma) tetapi bisa juga berarti jembatan kecil seperti punggung kuda. Begitu cerita Om Maxi Wowiling, warga Kumelembuai, Tomohon Timur, saat saya tanya tentang mengapa bukit itu disebut Puncak Tetetana.
Puncak Tetetana mulai viral di medsos setelah ada warga yang mengunggah foto Puncak Tetetana dengan pemandangan alamnya yang eksotik. Tak sedikit yang berkomentar, puncak itu seperti 'negeri di atas awan'.
Setelah melewati Rurukan, mobil berbelok ke kiri atau ke arah lokasi wisata Bukit Tintingon (6,3 Km dari pusat kota). Lokasi wisata ini banyak dikunjungi wisatawan karena menyajikan pemandangan alam yang indah. Hamparan alam Danau Tondano (4287 ha), Gunung Klabat (2100 meter), Gunung Dua Saudara (Bitung). Tak hanya itu, untuk memikat wisatawan, pengelola memasang lampu warna-warni di setiap bangunan sehingga di malam hari dari jauh terlihat kerlap-kerlip lampu Bukit Tingtingon.
“Dari bukit Tintingon arahkan mobil ke arah desa Kumelembuai lalu ikuti jalan menuju ke air terjun Ranowawa. Kemudian belok ke kiri melewati bak PDAM. Ikuti jalan itu hingga jalan tak lagi beraspal. Kurang lebih 10 menit sudah sampai,” jelas Om Maxi memberi petunjuk kami ke Puncak Tetetana sehari sebelum kami berangkat.
Puteri Pingkan dengan rambut panjang sampai di tanah sering mandi dan bermain di air terjun Ranowawa yang terbentuk dari tiga mata air. Mata air Amian artinya 'di sebelah utara', yang memang letaknya di sebelah utara kampung. Jaraknya kira-kira 200 meter dari air terjun. Mata air Amian itu ada dua mata air terpisah. Kemudian mata air Ranowawa berjarak 100 meter dari air terjun.
Kami terus menyusuri jalan sesuai dengan petunjuk Om Maxi. Sekitar 200 meter jalan belum beraspal. Berhubung mobil bukan jenis mobil penggerak empat roda, maka kami berhenti di jalan sebelum tanjakan berbatuan. Kurang dari 10 menit kami sudah sampai di puncak. Langit di sebelah Barat mulai tampak semburat merah seiring dengan munculnya mentari pagi. Tampak lampu-lampu rumah masih menyala di berbagai tempat seperti kumpulan pijar bintang.
Momen matahari terbit dari Puncak Tetetana sungguh eksotis untuk dinikmati. Kamera pun mulai menggeliat untuk menangkap pagi yang bangun dari tidur semalam.