[caption id="attachment_172284" align="aligncenter" width="547" caption="Surat Monitoring Komposisi Tubuh, Makin Bikin Sehat"][/caption]
“Daripada sakit lebih baik sehat. Sakit itu mahal. Seminggu opname di rumah sakit bisa jadi jutaan rupiah harus dibayarkan” kata Bapak (alm) yang tak pernah saya lupakan. Nasehat orang tua itu muncul ketika saya sedang terbaring di rumah sakit dan harus segera mendapatkan perawatan medis karena penyakit yang mendera tubuh saya.
Saat itu saya masih SMA. Kata-kata bapak saya itu bak pisau tajam yang menusuk hati karena saya merasa pilu. Batin saya berontak karena sebuah logika yang saya bangun. “Orang sakit berhak untuk dirawat dan disembuhkan. Mengapa bapak mengatakan seperti itu? Bukankah itu berarti bapak tidak menghendaki anaknya sembuh? Mengapa kata-kata itu diutarakan saat saya lemas terbaring di rumah sakit?” keluh saya.
Belakangan saya baru tahu bahwa biaya rumah sakit yang dibayarkan itu sebenarnya untuk biaya melanjutkan sekolah adik saya yang akan masuk SMP dan kakak saya yang melanjutkan kuliahnya. Karena kami adalah keluarga besar dan penghasilan ayah saya yang pas-pasan, maka dilema itu menyadarkan saya bahwa menjaga kesehatan itu sangat penting. Sampai sekarang petuah bapak saya itu saya pegang terus hingga sekarang.
Mahalnya biaya medis rumah sakit atau rawat jalan, menyadarkan saya akan pentingnya memilki sikap hidup sehat. Sehat di sini saya artikan sehat secara ekonomis dan sehat secara fisik. Soal mental atau moral yang sehat saya anggap belakangan karena seperti air mengalir saya ikut arus pada pendidikan sekolah yang menjujung tinggi tradisi keagamaan yang sudah mapan.
“Kalau bisa jangan sampai masuk rumah sakit”, itulah sikap saya. Memang itu tak mudah jika kita mengalami kecelakaan atau tiba-tiba, karena perubahan cuaca yang ekstrem, badan jadi lemah. Apalagi keracunan karena makan di warung atau rumah makan. Hal-hal itu memang sulit dihindari sehingga mau tidak mau ya harus merogoh kocek dari saku untuk pembayaran kesehatan.
Bukan sebuah mala petaka bagi saya jika menghadapi kenyataan tiba-tiba sakit. Jamsostek atau asuransi life sudah menalangi biaya itu. Asuransi memang menjawab kebutuhan hidup sehat secara ekonomis. Namun, semata-mata mengandalkan asuransi juga tidak tepat. Karena pergantian biaya kesehatan melalui asuransi harus mempunyai syarat seperti masih menjadi karyawan atau membayar premi per bulan yang tidak murah.
Suatu ketika teman saya mengajak ngobrol tentang bagaimana caranya hidup sehat dan murah. “Kamu harus banyak minum air putih. Minimal sehari minum air mineral dua botol ukuran 1, 5 liter. Dijamin badan jadi sehat. Seringya buang air kecil menjadi tanda tubuh sehat dan mengeluarkan racun-racun”, kata teman saya penuh yakin. Saya sebenarnya tidak sependapat. Alasannya saya nggak suka kalau bolak-balik ke toilet. Repot.
Nasehat teman saya untuk minum air putih setiap pagi setelah bangun tidur, sampai sekarang menjadi habitus atau kebiasaan saya. Bahkan sebelum ke toilet saya sudah minum satu botol air putih. Satu gelas bagi saya masih kurang. “Air kencing saya jarang berwarna kuning pekat sekarang” kata saya pada teman saya. Ia tampak senang ketika saya cerita soal kebiasaan itu. Apalagi ketika saya tambah bahwa saya setiap pagi jalan kaki minimal 1 km jauhnya.
Lalu bagaimana memonitor kebiasaan sehat saya itu? Awalnya saya hanya berpegang pada kebiasaan minum air putih itu dan sedikit olah raga. Soal pola makan, saya hanya berdasarkan pada pengetahuan dan omongan teman-teman agar mengurangi daging-daging yang berlemak dan perbanyak makan sayur atau buah segar yang secukupnya. Terutama pagi hari.
[caption id="attachment_172286" align="aligncenter" width="597" caption="Setiap Hari Makan Sayuran Segar"]
Pola penentu mencapai kebugaran optimal adalah pola makan seimbang, olah raga teratur, cukup air putih dan manajemen stress. Ini bukan nasehat tetapi kalimat itu dicetak tebal pakai huruf besar pada sebuah kertas yang diberi judul “Monitoring Komposisi Tubuh”.
Surat itu diberikan saya sesaat saya mampir di rumah bekas murid saya di Jakarta. Ia memberikan surat itu setelah saya “diperiksa” dengan cara menimbang berat badan saya di atas alat timbangan khusus yang mampu merangkum kondisi terkini dari tubuh saya.
Berat badan, 86,3 kg. Idealnya antara 63-69 kg. Artinya saya kelebihan kurang lebih 20 kg. Kadar Lemak, 26%. Normalnya 10% hingga 20%. Kelebihan, 6%. Kadar Air, 54,2%. Normal untuk pria antara 50-60%. Artinya saya cukup sehat nih. Masa Otot, 60,6 kg. Rating fisik saya berskala 3. Artinya saya gemuk berotot.Lalu dalam surat itu tertera BMR saya 1795 kalori. Usia sel 46 tahun. Tandanya, 5 tahun lebih muda dari usia sebenarnya. Massa tulang saya, 3,3 kg. Untuk pria dengan berat badan kurang dari 65 kg, saya termasuk dalam kategori 65-95 kg. yaitu 3,29 kg. Tak hanya itu saja yang diukur. Lemak perut saya berskala 16. Ideal sehatnya berskala 1-5.
Lalu, apa kesimpulan dari surat monitoring komposisi tubuh saya itu? Saya memang sempat bingung membaca surat itu dengan hasilnya. Oleh bekas murid saya yang sehari-hari menjual produk herbal, saya diperlihatkan tabel berat baan ideal, tabel kadar lemak ideal, tabel perkiraan kebutuhan kalori per hari, skala massa otot ideal, dan skala lemak perut.
Kesimpulannya, saya termasuk dalam skala 3 pada massa otot yang terindikasi bahwa tubuh saya gemuk berotot, kadar lemak dan masa otot sama-sama tinggi. Demikian juga lemak perut saya masuk dalam skala 16 (15-59) yang artinya tubuh saya berlemak perut sangat tinggi.
Nasehatnya, harus segera dikurangi jika ingin menghabiskan usia dengan sehat dan bugar. Tak ada alasan lagi untuk menunda. Saya juga diingatkan bahwa penyakit degeneratif merupakan penyakit akibat kemunduran fungsi organ tubuh. Jika terjadi, maka recovery-nya atau memulihkannya butuh waktu, biaya pengobatan dan perbaikan gaya hidup. Berita buruknya, sebagian besar tidak dapat pulih kekondisi sehat seperti sebelumnya.
Ampuh juga surat itu. Saya pun jadi galau. Saya kira dengan minum air putih dan olah raga teratur sudah cukup menyehatkan. Ternyata surat itu membuka mata saya untuk menjaga berat badan ideal, kadar lemah yang cukup, mengadakan olah raga ringan 1-2 hari per minggu supaya seimbang kebutuhan kalorinya. Itulah yang kini saya lakukan, dengan asa agar saya hidup sehat dan berusia panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H