Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hati-hati Beli BBM Ber-Ulat Bulu, Bikin Sekujur Badan Gatal…

15 Maret 2012   03:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:02 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia pada dasarnya selalu dihinggapi rasa ingin mencoba. Dari rasa ini timbullah asa untuk berproses diri dengan cara mengubah rasa itu menjadi sebuah tantangan positif dan berharap mendapatkan hasil yang bikin surprise siapa saja.

Meski harus melewati uji coba yang bernuansa “trial and error”, namun proses itu dinikmati hingga suatu ketika mendapatkan hasil yang memuaskan bagi dirinya serta orang lain. Catatan ini mengingatkan saya pada ungkapan dalam bahasa Latin, yaitu In Finem Omnia.

Terjemahan bebasnnya adalah, semua hal “selalu” mengarah kepada tujuan akhir (finish). Untuk lebih mudah memahami ungkapan itu, anda bisa berfantasi pada sepak bola. Olah raga ini selalu mengarah kepada bagaimana membuat “gol” (goal) sebanyak-banyaknya pada gawang lawan. Untuk, itu semuanya, baik official, pelatih, pemain, skill, strategi, supporter, institusi yang menaungi bahkan diperluas hingga rakyat, bersorak ke satu tujuan yaitu memenangkan pertandingan dengan membuat gol.

Rumus, in finem omnia itu, bisa diterapkan untuk menganalisa secara sederhana “ombaking” jaman, atau situasi dan kondisi zaman sekarang. Apalagi ada anggapan bahwa setiap jaman ada masanya sendiri dan setiap masa ada waktunya. Korelasi in finem omnia dengan sebuah jaman, sangat kuat.

Kalau akhir-akhir ini orang suka berbicara dan membicarakan soal sepakbola nasional, korupsi, penegak hukum, kemisikinan, kenaikan bbm,ketidaknyamanan berkendaraan di jalan raya, dll maka asa yang ditaruh pada tujuan akhir dari semua pembicaraan itu tidak lain adalah jangan sekali-sekali melukai hati rakyat dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan ajaran moral dan akhlak bangsa.

Berkaitan dengan catatan ini, saya belajar dari ulat coklat berbulu indah dan berwajah ganteng. Saya pertama kali melihat ulat itu di muka pintu saya dalam keadaan bergelantungan mirip laba-laba. Setiap kali angin bertiup lembut, semakin goyangannya memukau bak penari ballet yang memutar seiring dengan alunan lagu klasiknya Mozart.

Ukuran ulat itu sangat kecil. Diukurkan dengan jari manis tangan saya mirip legenda Daud dan Golliath. Tak sebanding ukurannya. Namun keindahan dan keunikan ulat kecil itu tak terlewatkan begitu saja karena saya menggunakan “automatic extension tube” pada lensa kamera saya. Ini sebagai ganti lensa macro untuk melihat hal yang kecil menjad besar hingga menghasilkan gambaran yang lebih detail.

Ulat itu saya foto dari berbagai sudut (angel) tanpa menyentuhnya, karena takut kena bulunya yang mampu membuat sekujur badan gatal-gatal memerah. Hanya satu kali saya turunkan ulat itu dari posisi bergelantungannya menuju ke rel pagar dan saya biarkan dia berjalan. Dalam kondisi berjalan, ulat itu saya foto macro denganalat tadi.

13317806911542266097
13317806911542266097

Kendala yang saya hadapi ternyata tidak sedikit. Tiupan angin, tingkah polahnya yang tergesa-gesa seakan mau melarikan diri, dan sikap preventifnya dengan cara menggulungkan badannya, membuat saya gagal mendapatkan focus terbaik untuk sebuah obyek. Proses itu saya jalani dan saya nikmati. Meski mata saya jadi pegal karena berkali-kali mengintip ulat kecil berbulu itu, untuk sebuah posisi terbaik, namun hati merasa puas ketika mendapatkan hasil yang indah.

Saya sempat memperlihatkan hasil jepretan saya itu dan rata-rata mereka berkomentar, “Indah tapi bikin geli dan hi hi hi…” katanya. Langsung saya bayangkan sama seperti seorang kalau dilempar ulat berbulu ke badannya, bakalan histeris dan menangis sambil menari-nari tidak karuan.“Detailnya oke tapi melihatnya jadi jijik.” kata teman saya yang lain.

Hal yang kecil jika di-macro memang menghasilkan gambar yang indah dan menawan. Memperhatikan hal-hal kecil bisa juga hasilnya memuaskan banyak orang. “Perhatikan yang kecil-kecil dulu sebelum memperhatikan yang besar-besar” sambung teman saya.

13317807331103252867
13317807331103252867

Kenaikan BBM selalu menyisakan kekesalan pada orang kecil. Rumor masyarakat yang jauh dari Gedung DPR, yang jauh dari pusat pemerintahan Jakarta, dan yang berada di luar Jawa, mengatakan, “BBM naik, kebutuhan pokok harian semakin mahal. Padahal gaji tidak ikut naik. Naik kendaraan bisa jadi yang mahal kendaraannya bukan orangnya karena BBM naik. Hidup kok makin susah saja kapan bahagianya?” begitu rumor klasik mereka.

Memang memandang segala permasalahan bangsa ini secara macro dan micro, suasana dan nuansanya berbeda. Kalau melihat rakyat kecil seharusnya BBM tidak perlu naik karena ujung-ujungnya ( in finem omnia) beban kebutuhan ekonomis makin menjulang tinggi dan tak ayal banyak yang stress dibuatnya.

Kalau melihat korupsi dari koruptornya maka seharusnya ada alat micro yang bisa membuat mereka jera. Jika tidak, korupsi akan menjadi bahaya laten dan itu membuat harga BBM naik terus. Apa para koruptor dilempari ulat saja ya? Biar kapok dan bertobat dan jera melakukan tindakan korupsi lagi. Ini juga berlaku bagi calon koruptor.

Tapi, tunggu dulu, jika nanti harga BBM “jadi” naik, hati-hati beli BBM karena BBM versi harga naik ini banyak mengandung ulat berbulunya karena subsidi negara untuk BBM tahun lalu saja dikorupsi, apalagi yang sekarang. Nah, kalau anda garuk-garuk (gatal-gatal) karena makin mahalnya harga BBM, itu sebuah pertanda bahwa BBM itu mengandung banyak ulat bulu yang tadi sudah dilempar ke para koruptor. Jadi, apakah ada jaminan bahwa subsidi pemerintah untuk BBM bebas dari korupsi?

1331780834123244258
1331780834123244258

Silahkan melihat foto-foto ulat berbulu itu, indah bukan? Tapi jangan lupa bulunya bikin gatal badan. Apalagi kalau ada yang korupsi, makin banyak garuk-garuk badan saking gatalnya....

Salam learning by doing buat Kamprets dan Kampretos!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun