Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dahlan Iskan: Siswa Harus Pintar Tapi Berkarakter

6 Mei 2014   15:34 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:49 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_322737" align="alignnone" width="600" caption="Ceramah Dahlan Iskan Di Kampus Losnito"][/caption]

Siapa yang tidak kenal Dahlan Iskan (DI)? Pria kelahiran Magetan Jawa Timur 62 tahun ini namanya makin melejit seiring dengan keikutsertaannya dalam konvensi Capres Partai berlambang tiga berlian. Lembaga survei pun ikut andil memposisikan Dahlan Iskan di nomor atas elektabiltas Capres.

Sabtu (3/5) sekitar jam sembilan kurang seperempat, pak Dahlan yang didampingi istri dan rombongan, sudah merapat di Kelong.Setelah melihat kanan kiri, Pak Dahlan mengungkapkan rasa kagumnya terhadap suasana yang sejuk penuh dengan bunga dan tanaman yang ditata rapi dengan kolam-kolam ikan koi. Tiba-tiba pak Dahlan duduk melantai di lantai tangga Gazebo, meski tersedia kursi. Melihat itu, para pengikutnya pun ikut melantai, demikian juga Nafsiah Sabri, isteri DI ikut lesehan di lantai.

"Silahkan smokol (makan pagi) dulu Pak Dahlan. Tersedia nasi goreng, bubur manado dan aneka macam buah" ujar bu Mary, mengajak untuk makan pagi. Saya melihat pak Dahlan mengambil menu bubur Manado (Tinutuan) daripada nasi goreng dan mie di sebelahnya.

[caption id="attachment_322738" align="alignnone" width="533" caption="Duduk Memandang Panorama Gunung Lokon"]

13993396272065304039
13993396272065304039
[/caption]

Di sekolah, pak Ronald, ketua umum YPL dan Kepala Sekolah memberikan sambutan sebelum Pak Dahlan menyampaikan ceramah umum “Etos Kerja Pendidikan dengan tema Kerja, Kerja dan Kerja".

Tiba saatnya, Pak Dahlan Iskan berdiri sambil memegang mikropon untuk ceramah umum, yaitu memberikan kesaksian hidup tentang hidup yang berhasil. Terlebih dahulu, memuji sekolah yang ramah lingkungan dan sekolah berasrama yang siswanya berasal dari 16 propinsi di Indonesia.

Lalu, dengan suara tegas Dahlan Iskan bertanya kepada para siswa, "Mengapa anda perlu bersekolah di sekolah yang mutunya bagus?" Hadirin terdiam sejenak. "Yang angkat tangan akan mendapat bonus" lanjutnya.

Dua orang siswa maju ke depan. Reynald Baggi siswa kelas XI IPA asal Kotamobagu, menjawab bahwa saya ingin mendapatkan pendidikan yang bagus dan pengalaman-pengalaman lebih dari pendidikan yang menjaga kualitas. Sedangkan siswi SMP, Natalia asal Bitung, beralasan ingin menjadi orang yang berguna dan sukses di masa depan.

Lalu Pak Dahlan Iskan menanggapi jawaban dua siswa itu. “Sepuluh tahun lagi Indonesia akan menjadi negara terbesar ke enam di dunia. Sepuluh tahun ke depan, anda umurnya berapa?” Baggy menjawab, 27 tahun dan Natalia menjawab, 23 tahun. “Coba bayangkan dan rasakan pada usia 27 dan 23 itu, Indonesia adalah negara terbesar ke 6 di dunia” pinta Dahlan Iskan kepada dua siswa itu.

1399339709750342647
1399339709750342647

“Pada usia 23 tahun, saya belum bisa beli sepatu baru. Usia 27 tahun, saya kawin dengan seorang guru SD berasal asal Samarinda. Istri saya, kalau mengajar harus menempuh perjalanan dua hari dua malam menyusuri Sungai Mahakam. Saat itu, kami kontrak rumah di pinggir sungai. Di dalam rumah, ada lubang. Kalau pasang kami mandi tanpa menimba. Kalau surut, kami harus menimba air. Itulah kondisi kami saat usia 27 tahun” cerita Dahlan Iskan ketika masih tinggal di Samarinda.

Jadi, alangkah sangat bedanya suasana saat saya dan anda pada usia 27 tahun. Untung anda sekolah di sekolah yang baik. Mencari anak pintar itu, mudah. Sekarang sekolah yang berkualitas juga banyak. Yang dibutuhkan sekarang ini adalah anak yang pintar tapi berkarakter yaitu punya kepribadian kuat dan cocok untuk hidup di negara yang nantinya sudah maju. Pengalaman berasrama, mendapatkan Bapak/Ibu asuh, dengan disiplin dan tata tertib yang memadai dalam belajar dan hidup bersama, sangatlah menguntungkan buat anda khususnya ketika menghadapi Indonesia menjadi negara terbesar ke enam di dunia.

[caption id="attachment_322740" align="alignnone" width="600" caption="Dihadiah Siswa Piagam Sebagai Cindera Mata"]

13993397921352829984
13993397921352829984
[/caption]

Billy Wongkar, Ketua OSIS,bertanya “ Apa bedanya sukses dari bawah dan sukses karena keluarganya sudah sukses? Mendengar pertanyaan Billy, Pak Dahlan geleng-geleng kepala dan tidak mengira mendapat pertanyaan sulit seperti ini dari seorang anak SMA.

Karena sulit, lalu pak Ronald diminta untuk menjawab. Pak Ronald menjawab dengan cerita tentang nyamuk dan lalat di rumah orang kaya. Di Kebayoran baru, selokan yang menjadi sumber nyamuk dan lalat sudah ditutup. Tapi, tetap saja bau comberan itu tercium siapa saja. Bahkan, nyamuk menggigit siapa saja tak peduli kaya miskin hingga sakit.

Makna cerita ini adalah satu kebersihan yang baik tidak cukup dengan membersihkan rumah. Satu kebersihan rumah tidak cukup dengan membersihkan badan. Jadi, pendidikan karakter mengajarkan agar setiap orang yang berhasil atau sukses , harus punya peduli terhadap lingkungan yang bersih dan dan peduli kepada orang miskin.

Sedangkan pak Dahlan bercerita tentang anaknya Azrul Ananda yang sudah kerja keras hingga berhasil, tapi yang dapat nama bapaknya. Itulah resiko anak yang bapaknya sukses. Tapi kalau anaknya tidak sukses yang susah bapaknya karena anaknya yang menghancurkan bapaknya.

Yang penting, orang harus bisa sukses baik dari atas, atau dari bawah, kunci Pak Dahlan.

Selanjutnya Andre, siswa kelas XI, bertanya, “Mengapa mata pelajaran di sekolah banyak, padahal pelajaran itu nantinya tak semua ada gunanya bagi masa depan. Hanya untuk mencari nilai saja supaya naik kelas atau lulus”.

[caption id="attachment_322741" align="alignnone" width="600" caption="Akrab Dengan Siswa"]

13993398921155059291
13993398921155059291
[/caption]

“Sewaktu saya sekolah, jumlah mata pelajaran ada 27. Semua dipelajari dan ada nilainya. Ini beda di Amerika. Di sana, mata pelajarannya sedikit tapi mendalam. Untuk apa belajar itu itu yang tak ada artinya bagi kehidupan" kenang Pak Dahlan saat sekolah dulu.

"Kurikulum 2013 sudah menyederhanakan beban banyaknya mata pelajaran. Dan kurikulum 2013 sudah merumuskan kegelisahan anak didik tentang banyaknya mata pelajaran yang harus dipelajari. Sementara pendidikan karakter terabaikan” ujar Pak Dahlan mengapresiasi Kurikulum 2013.

“Sayang sekali, belum semua sekolah menjalankan kurikulum 2013. Yang saya tahu, guru-gurunya memang tidak siap dan disiapkan untuk itu. Para guru sudah terbiasa menggunakan cara-cara pembelajaran seperti kurikulum dulu” keluh Pak Dahlan. Tampak hadirin sejenak hening dan berharap apa solusi Pak Dahlan soal banyaknya mata pelajaran.

[caption id="attachment_322743" align="alignnone" width="600" caption="Mesra Dengan Istri"]

1399339999170306134
1399339999170306134
[/caption]

"Menjadi guru sekarang dan yang akan datang, akan lebih sulit karena guru wajib menjiwai dan tahu secara persis kondisi kejiwaan setiap siswa. Guru tidak lagi menilai perkembangan belajar siswa dengan angka-angka seperti yang ada di rapot. Tetapi guru akan memberikan nilai dengan kalimat yang menjelaskan sejauh mana anak didik sudah menguasai pelajaran" tegas pak Dahlan.

Mendengar jawaban itu, para siswa bertepuk tangan. Mungkin selama ini mereka merasa diperlakukan sebagai manusia yang harus memenuhi standar ketuntasan mata pelajaran (SKM) saja. Soal kegelisahan dan kejiwaannya saat menyerap mata pelajaran, hampir tidak pernah diperhatikan. Yang pintar yang diperhatikan yang lambat menyerap mata pelajaran seakan dipandang sebelah mata.

“Ingat anda harus bersekolah untuk pintar tapi memiliki karakter yang kuat. Dan jangan lupa sepuluh tahun mendatang anda menghadapi Indonesia menjadi negara maju ke 6 di dunia” nasehat Dahlan Iskan sebelum mengakhiri ceramahnya tentang Etos Pendidikan di jaman ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun