Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mengejar Sunset dan Sunrise di Pantai Slili

24 Juli 2014   03:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:25 1690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu (5/7) yang cerah. Tak sulit menemukan gubug penginapan Shankuntala di Pantai Slili. Lokasinya satu deret dengan Pantai Sradanan dan Pantai Krakal di Desa Sidoharjo, Kecamatan Tepus, Gunungkidul. Saya, Dhave (Salatiga) dan Gita (Solo), lebih dulu tiba di lokasi dan disambut oleh Mbak Ning pemilik penginapan Shakuntala.

[caption id="attachment_334858" align="aligncenter" width="600" caption="Langit Sunrise Dari Slili (trilokon)"][/caption]

Lima gubug bambu didirikan di atas bukit kapur. Posisi gubug-gubug itu bertrap-trap dan menghadap ke arah pantai. Ada satu rumah gubug besar berada di depan gubug pertama. Fungsinya sebagai lobi dan sekaligus ruang makan.

“Posisi di sini strategis. Mau ke pantai hanya berjalan lima menit sudah sampai. Dari Slili ke Krakal berjalan kaki juga bisa, karena sudah ada jalan aspal penghubung. Atau kalau mau ke Sradanan juga sudah ada jalan penghubung. Silahkan dipilih sendiri,” ujar mbak Ning, pemilik penginapan Shakuntala.

Sunset sudah hampir tiba. Hanya lima menit, kaki saya sudah menginjak hamparan pasir Pantai Slili yang menyatu dengan riuhnya suara ombak. Berbasah ria di Slili, mengingatkan masa kecil kami yang suka bermain air sambil berciprat-ciprat satu sama lain.

[caption id="attachment_334862" align="aligncenter" width="600" caption="Sunset tertutup awan (trilokon)"]

1406120607600600189
1406120607600600189
[/caption]

Sayang sunset yang kami tunggu tidak tampil bulat di ufuk barat. Hanya menyisakan sebuah noktah merah saja. Saya dan Dhave rajin sekali memotret alam Pantai Slili sesuai dengan selera masing-masing. Akhirnya rombongan lainnya pun tiba di gubug Shakuntala. Makan malam telah siap dan kemudian dilahap hingga tandas. Suara angin laut terdengar seperti konser. “Tak ada nyamuk di sini. Mana berani nyamuk melawan angin kencang laut?” komentar Dhave tentang kondisi penginapan yang alami.

Minggu (6/7) pagi harinya saya sudah bangun. Dhave menjelajahi Pantai Slili untuk mencari spot sunrise yang bagus. Saya menyusul. Yang lain juga menyusul karena menunggu anak-anak bangun. Ternyata, asyiknya menyambut sunrise di pantai ini meski hanya seberkas garis merah muncul dari ujung Timur di balik perbukitan.

[caption id="attachment_334863" align="aligncenter" width="600" caption="Foto dong (trilokon)"]

1406120706665863634
1406120706665863634
[/caption]

“Jalan di pasir pakai sandal berat juga ya,” komentar saya di hadapan Dhave. “Sebaiknya cekeran (tak beralas kaki) itu lebih cepat berjalan,” tanggap Dhave sambil menenteng kameranya.

Kaki saya melangkah hingga pantai Sadranan. Dhave menyusul setelah turun dari bukit kecil di Slili. Teman-teman saya yang lain tak kelihatan. Mungkin jalan menuju ke Pantai Krakal. Di Sadranan saya menjumpai anak-anak muda sedang berenang di pinggir pantai dengan gembiranya. Tak menjadi masalah meski hari masih pagi.Di lain tempat saya melihat ada sekelompok anak muda sedang bercengkerama di atas pasir putih. Di sampingnya ada tenda-tenda. Rupanya mereka camping di sekitar pantai.

[caption id="attachment_334864" align="aligncenter" width="600" caption="Pantai Sadranan (trilokon)"]

1406120812913383564
1406120812913383564
[/caption]

Sadranan memiliki aneka pelengkap wisata pantai. Karena itu, banyak wisatawan datang berlibur. Sepeda gunung disewa 50 ribu per satu jam untuk keliling dari pantai ke pantai. Jeep off road tersedia. Deretan penginapan siap menampung bagi mereka yang mau bermalam. Mau camping? Bisa mendirikan di atas pasir pantai yang tak terkena air pasang laut. Inilah yang membuat banyak wisatawan datang bermalam Minggu di pantai.

Tidak terlalu mahal menginap di Shakuntala. Apalagi Shakuntala biasa menawarkan paket-paket wisata ke Gua Pindul, Rafting Kali Oyo, semua pantai atau gunung purba. Per gubug plus tiga kali makan, saya harus merogoh kocek sebesar 400 ribu per gubug yang bisa di isi satu keluarga atau 4 orang dan kamar mandi dalam. Dimungkinkan juga paket menginap rombongan.

[caption id="attachment_334865" align="aligncenter" width="400" caption="Pesona Pantai Slili (trilokon)"]

14061208791052312393
14061208791052312393
[/caption]

Slili, Sadranan, dan Krakal saya tinggalkan seiring dengan perut yang sudah keroncongan. Makan pagi bersama di gubug itu, sungguh asyik karena ditemani suara burung pagi.

[caption id="attachment_334866" align="aligncenter" width="600" caption="Pantai Slili (trilokon)"]

14061210131339023311
14061210131339023311
[/caption]

Pukul sembilan kami tinggalkan gubug Shakuntala. Dua mobil beriringan menuju ke Gua Pindul. Kembali mbak Ning mengatur perjalanan wisata kami berikutnya, yaitu di Gua Pindul dan rafting di Sungai Oyo di Desa Bejiharjo, Gunungkidul.

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun