[caption id="attachment_334999" align="aligncenter" width="600" caption="Esotiknya Gua Pindul (dokpri)"][/caption]
Deretan tulisan “Gua Pindul” ukuran besar di pinggir jalan setelah tanjakan Pathuk, seolah-olah melambai-lambai kepada setiap pengguna jalan yang melaju ke Wonosari. Tak usah kaget, itu bukan penunjuk jalan ke Pindul. Tetapi, usaha warga untuk mengantar menuju ke lokasi Gua Pindul di dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul.
“Antar gratis ke lokasi Pindul, Mas” sergah seorang bapak pengendara sepeda motor yang sejak tadi membuntuti mobil saya berplat nomer polisi luar kota. Kejadian seperti itu tak hanya sekali. Warga selalu membujuk untuk mau di antar. Tapi saya tolak karena Mbak Ning Shakuntala, sudah memandu kami. “Itu karena mobil ini plat nomer luar kota” ujar adik saya.
Efek ekonomis bagi warga sudah terasa. Gua Pindul yang diresmikan 10 November 2010, oleh Bupati Gunungkidul, Sumpeno Putra, adalah “Mbelik Panguripan” (mata air kehidupan) dan sekaligus oase di tengah gersangnya hamparan bukit tanah kapur dan karst.
Adik saya memakir mobil di antara mobil-mobil lain yang lebih dulu parkir. Cuaca cerah di Minggu (6/7) melegakan hati. Jarum jam masih bertengger di seputaran angka sepuluh. Setelah semuanya mendapatkan ban pelampung, baju pelampung (life vest), kami bergerak menuju ke Gua Pindul. Dua pemandu menyertai kami yang berjumlah 10 orang.
Desa Gelaran siang itu tidak tidur. Operator Cave Tubing (susur gua) banyak ditemui di sepanjang jalan dekat arah Gua. Seperti berlomba mendapatkan wisatawan, maka tak heran sejak anda lepas dari tanjakan Pathuk menuju jalan Wonosari, pasti akan disambut kurir silih berganti hingga anda mau diantar ke Pindul yang katanya gratis. Mungkin kurir akan menapat fee dari operator.
[caption id="attachment_334990" align="aligncenter" width="600" caption="Berbaris Sebelum Susur Gua (dokpri)"]
Jaket pelampung warna orange bertulis “Panca Wisata” sudah saya pakai. Ban pelampung juga saya terima dan kemudian saya bawa dengan mengangkatnya. Demikian juga yang lain. Dari base camp operator, kami berbaris berjalan kaki menuju ke start Gua Pindul yang berjarak 200 meter.
“Mohon berkumpul dulu. Perkenalkan saya pemandu bapak ibu. Nama saya Joni dan teman saya yang pakai topi namanya Joko. Jadi, perjalanan susur gua Pindul dimulai dari sumber air di sebelah sana. Lalu kita dengan menggunakan ban bergandengan memasuki Gua Pindul. Panjangnya 350 meter, lebarnya rata-rata 5 meter. Jarak permukaan air dengan atap gua rata-rata 4 meter. Terbagi dalam tiga zona, yaitu terang, remang, dan gelap abadi. Kedalamannya sangat variatif mulai satu meter hingga 12 meter. Dijamin aman karena ada ban pelampung dan baju pelampung. Selama susur gua dilarang melepas jaket pelampung atau turun dari ban tanpa seijin pemandu” kata Joni.
[caption id="attachment_334991" align="aligncenter" width="600" caption="Menuju Ke Gua Pindul (dokpri)"]
Saat Joni briefing, saya melihat semakin banyak wisatawan berdatangan. Saya membayangkan satu lubang dimasuki ramai-ramai, dalam hati, apakah bisa? Kecemasan saya teratasi ketika Joko bercerita bahwa dalam susur gua juga diterapkan budaya antri.
“Tata tertib lainnya adalah saat memasuki Gua dilarang bicara kotor apalagi teriak-teriak. Budaya sopan dan santun adalah budaya kita semua. Melestarikan budaya Timur itu sikap terpuji dan baik. Di samping itu, dilarang merusak dinding-dinding gua atau mengambil tanaman atau batu-batuan yang ada. Warga di sini ikut melestarikan lingkungan alam termasuk menjaga kebersihan dari sampah” lanjut Joni
Di akhir briefing Joni memberikan aura positif bagi kami. “Tujuan kita di sini bersenang-senang atau refreshing dari kepenatan dan keletihan rutinitas kerja, karena itu rileks saja dan buang jauh semua perasaan galau, supaya kita bisa nyaman dan enak menikmati susur gua”.Petuah Joni disambut meriah. Saling tuding siapa yang sedang galau di antara kami, menimbulkan gelak ketawa.
Joni dan Joko pemandu cave tubing itu masih muda namun gesit. Setiap peserta dituntun hingga nyaman menggunakan ban pelampung saat berada di air. Kami menyusuri gua dengan saling bergandengan dan berdekatan dengan ban pelampung.
[caption id="attachment_334992" align="aligncenter" width="600" caption="Airnya Jernih (dokpri)"]
Warna air sungai bawah tanah saya lihat biru kehijauan dalam terpaan teriknya mentari siang. Memasuki Zona terang, himpunan bebatuan stalaktit menggantung indah di langit-langit gua kapur. Ada beberapa yang membentuk pilar hingga ke bawah air.
“Tetesan air dari batuan karst ini diyakini bisa bikin orang awet muda dan gampang mendapatkan jodoh. Jadi siapa yang percaya silahkan lewat di bawahnya” ujar Joni membujuk kami. Karena percaya, saya tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ha ha ha pengen dapat jodoh yaa..!!
Gua Pindul memang menjadi destinasi wisata favorit di Gunungkidul. Sensasinya luar biasa. Apalagi kalau disambung dengan rafting di sungai Oyo. Tak hanya itu. Legenda Gua Pindul diyakini oleh penduduksebagai wejangan agar terhindari dari pemali bagi seluruh warga desa.
Konon, dikisahkan Joko Singlulung berjalan menjelajahi hutan, sungai hingga gua untuk mencari ayahnya. Suatu ketika, saat menyusuri gua yang memiliki aliran sungai bawah tanah, kepalanya terbentur pada batu besar di dalam gua. Gua tempat Joko terbentur kemudian bernama Pindul yang artinya gebendul atau terbentur.
[caption id="attachment_334993" align="aligncenter" width="600" caption="Mulut Gua Depan (dokpri)"]
Iringan para penyusur gua terus bergerak masuk sampai di zona remang. Joko mengarahkan senternya ke langit-langit. “Di sini tempat kelelawar bergelantungan. Lihat yang hitam-hitam menempel di langit gua, itu semua kelelawar” jelas Joko. Saya perhatikan memang Gua Pindul menjadi habitatnya kelelawar. Mereka hidup dengan tenang.
“Lihat ada roll (seberkas sinar matahari memasuki lubang). Wuih cantiknyaaaa” ucap saya dengan sedikit berteriak. Momen itu tak saya sia-siakan untuk saya abadikan lewat kamera yang saya bawa dengan perasaan was-was, karena takut kena basah atau jatuh ke air. Maklum kamera kesayangan, dan mahal he he he.
[caption id="attachment_334995" align="aligncenter" width="600" caption="Rol Lubang Gua (dokpri)"]
Lubang Gua itu konon ada ceritanya. Awal mula dari dua orang sakti utusan Panembahan Senopati, Kerajaan Mataram yang mendapat tugas untuk mebunuh bayi laki-laki buah cinta putri Panembahan Senopati bernama Manggir Wonoboyo. Tidak tega membunuh bayi itu, akhirnya Ki Juru Metani dan Ki Ageng Pemanahan merawat bayi itu dengan penuh kasih. Karena bayi itu menangis, lalu kedua utusan itu berinisiatip untuk memandikan bayi.
Berjalanlah mereka ke bukit untuk mencari air. Sesampainya di atas bukit, dengan kesaktiannya diinjaknya tanah di atas puncak bukit hingga berlubang. Ternyata di bawahnya ada sungai bawah tanah. Lubang itulah yang menyorot sinar matahari yang indah bila dilihat dari dalam gua.
“Bapak Ibu kalau ada yang mau melompat terjun ke air dari tebing di bawah lubang itu, dipersilahkan. Di sinilah banyak wisatawan berfoto-foto karena pemandangannya indah sekali” kata Joni membujuk saya dan teman-teman. Sementara itu, saya melihat sudah banyak yang berusaha lompat indah dari tebing itu. Pemandangan yang asyik. Tentu karena terpaan sinar mentari itu yang selain membuat berkas cahaya juga melukis dengan indahnya dinding-dinding gua.
Hampir lima belas menit kami menikmati suasana di bawah lubang gua bersama wisatawan lain yang berlompat indah sebebas-bebasnya. Tak sedikit yang berpotret ria di lokasi ini.
[caption id="attachment_334996" align="aligncenter" width="600" caption="Menuju Mulut Gua Bagian Belakang (dokpri)"]
Tak jauh dari lubang itu, kami tiba di pintu belakang gua yang sekaligus berupa dam. Satu persatu keluar dari mulut gua dan kemudian menepi untuk berdiri melepaskan ban pelampung. Seperti saat masuk gua, kami berbaris kembali memanggul ban pelampung untuk di bawa ke kendaraan.
[caption id="attachment_334997" align="aligncenter" width="600" caption="Finish Gua Pindul (dokpri)"]
Selanjutnya rafting sungai Oyo (bersambung). Tulisan sembelumnya Mengejar Sunset dan Sunrise di Pantai Slili Gunungkidul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H