Oleh: Julianda BMÂ
Jakarta, megapolitan raksasa yang tak pernah tidur. Kota metropolitan ini bagaikan magnet, menarik jutaan orang dari berbagai penjuru Nusantara untuk mengadu nasib.Â
Di balik gemerlapnya gedung pencakar langit dan hiruk pikuk kesibukan, Jakarta menyimpan kekayaan budaya yang tak ternilai.Â
Kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun menjadi identitas dan pemersatu masyarakatnya.
Namun, modernisasi yang melaju pesat menghadirkan tantangan besar bagi kelestarian budaya lokal.Â
Modernisasi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, membawa kemajuan dan kemudahan hidup. Di sisi lain, berpotensi menggerus nilai-nilai budaya tradisional.Â
Budaya modern yang serba instan dan globalisasi budaya asing perlahan menggeser tradisi dan kebiasaan masyarakat setempat.
Menjaga Kearifan Lokal: Sebuah Tantangan
Pertama, hilangnya ruang budaya. Modernisasi dan pembangunan kota yang masif telah menggusur banyak tempat yang dulunya menjadi pusat kegiatan budaya.Â
Kampung-kampung tradisional yang sarat dengan nilai-nilai budaya perlahan tergantikan oleh gedung-gedung modern.
Kedua, perubahan gaya hidup. Masyarakat Jakarta, terutama generasi muda, mulai terbiasa dengan gaya hidup modern yang serba cepat dan praktis.Â
Tradisi dan kebiasaan lama, seperti gotong royong, silaturahmi antar tetangga, dan menjaga kebersihan lingkungan, mulai ditinggalkan.
Ketiga, pengaruh budaya asing. Globalisasi membuka akses terhadap berbagai budaya dari luar negeri. Budaya asing yang dianggap lebih modern dan menarik, perlahan menggeser budaya lokal.Â
Generasi muda lebih tertarik dengan budaya Korea, Jepang, atau Amerika daripada budaya tradisional.
Melestarikan Kearifan Lokal: Sebuah Upaya
Menjaga kearifan lokal di tengah modernisasi bukan perkara mudah. Diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk melestarikan warisan budaya yang berharga ini.
Pertama, memperkuat edukasi budaya. Pendidikan tentang budaya lokal harus ditanamkan sejak dini kepada generasi muda.Â
Sekolah-sekolah dapat memasukkan materi budaya lokal dalam kurikulum pembelajaran.Â
Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler seperti tari tradisional, musik tradisional, dan pencak silat dapat menjadi wadah untuk menumbuhkan kecintaan terhadap budaya lokal.
Kedua, melestarikan ruang budaya. Pemerintah perlu berperan aktif dalam melindungi dan melestarikan ruang budaya.Â
Kampung-kampung tradisional yang masih eksis harus dilestarikan dan dijadikan sebagai pusat kegiatan budaya.Â
Selain itu, pemerintah dapat membangun taman budaya atau museum yang menampilkan berbagai aspek budaya lokal.
Ketiga, memanfaatkan teknologi. Teknologi dapat menjadi alat yang efektif untuk melestarikan budaya lokal. Budaya lokal dapat dikemas dalam bentuk konten digital yang menarik dan mudah diakses oleh generasi muda.Â
Contohnya, membuat video animasi tentang cerita rakyat atau membuat game edukasi tentang budaya lokal.
Keempat, mendorong peran aktif masyarakat. Masyarakat perlu didorong untuk aktif dalam menjaga dan melestarikan budaya lokal.Â
Masyarakat dapat terlibat dalam kegiatan-kegiatan budaya, seperti festival budaya, pertunjukan seni tradisional, dan gotong royong.
Menjaga kearifan lokal bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita semua.Â
Modernisasi bukan berarti harus meninggalkan budaya tradisional. Kita harus mampu beradaptasi dengan modernisasi tanpa kehilangan jati diri bangsa.Â
Kearifan lokal adalah warisan budaya yang berharga dan harus dilestarikan agar tidak tergerus oleh modernisasi.
Mari kita bersama-sama menjaga dan melestarikan kearifan lokal di tengah modernisasi. Demi Jakarta yang maju dan berbudaya.
Referensi:
https://pustaka.kemdikbud.go.id/libdikbud/index.php?p=show_detail&id=43411
https://www.kemdikbud.go.id/main/tentang-kemdikbud/upt/direktorat-jenderal-kebudayaan
https://id.wikipedia.org/wiki/Kearifan_lokal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H