Oleh: Julianda BMÂ
Di era digital ini, wajah bagaikan etalase pribadi. Platform media sosial seperti Instagram dan TikTok menjadi ruang pamer, di mana foto dan video selfie beradu estetika.Â
Tak heran, tren skincare meledak bak supernova, mengantarkan produk-produk pembersih, toner, serum, dan pelembap ke puncak popularitas.
Namun, di balik gemerlapnya dunia skincare, pertanyaan menggelitik muncul: Seberapa urgenkah skincare dibandingkan kebutuhan pokok seperti beras?Â
Pertanyaan ini menggema di benak para milenial, generasi yang terjepit di antara tuntutan gaya hidup modern dan realitas finansial.
Skincare: Investasi Kecantikan atau Gaya Hidup Semata?
Bagi sebagian orang, skincare bukan sekadar ritual perawatan, melainkan investasi untuk kecantikan masa depan. Kulit yang sehat dan terawat diyakini mampu meningkatkan rasa percaya diri dan membuka peluang dalam berbagai aspek kehidupan.Â
Tak jarang, mereka rela merogoh kocek dalam demi mendapatkan produk-produk premium dengan klaim efek ajaib.
Di sisi lain, kritik terhadap tren skincare tak henti-hentinya bermunculan. Ada yang menyebutnya sebagai gaya hidup konsumtif yang tidak esensial, di mana produk-produk skincare dipromosikan secara berlebihan, menciptakan standar kecantikan yang tidak realistis dan mendorong budaya materialisme.
Memahami Urgensi Skincare
Sebelum terjebak dalam dilema, penting untuk memahami esensi skincare. Pada dasarnya, skincare bertujuan untuk menjaga kesehatan dan kebersihan kulit.Â
Kulit yang sehat bukan hanya soal penampilan, tapi juga berfungsi sebagai pelindung utama tubuh dari berbagai patogen dan faktor eksternal.
Perawatan kulit yang tepat dapat membantu mencegah berbagai masalah kulit seperti jerawat, eksim, dan penuaan dini. Hal ini tentu saja penting untuk menjaga kesehatan dan kualitas hidup secara keseluruhan.