Oleh: Julianda BM
Tarik ulur pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2024 bagaikan drama yang tak kunjung usai. Ironisnya, drama ini berimbas pada nasib para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang harus menelan pil pahit penundaan gaji dan tunjangan selama dua bulan.
Jeritan para abdi negara ini tak henti-hentinya menggema. Bagaimana tidak, roda kehidupan mereka berputar dengan gaji sebagai bahan bakarnya. Penundaan ini bagaikan badai yang menerjang ketenangan finansial mereka.
Beruntungnya, Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, bagaikan pahlawan yang datang membawa solusi. Ia menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 11 Tahun 2024 yang menjadi penyelamat bagi para ASN. Pergub ini ibarat jembatan yang menghubungkan mereka dengan hak mereka yang tertunda.
Pergub ini bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, ia menjadi solusi untuk mencairkan gaji dan tunjangan ASN yang tertunda. Di sisi lain, ia menjadi pengingat bahwa tarik ulur pengesahan APBA 2024 telah menimbulkan efek domino yang tak terhindarkan.
Penundaan gaji ASN ini bagaikan tamparan keras bagi wajah birokrasi Aceh. Ini menunjukkan bahwa sistem keuangan daerah masih rapuh dan mudah goyah. Hal ini pun menjadi alarm bagi para pemangku kebijakan untuk segera berbenah diri.
Masyarakat pun dibuat gerah dengan drama APBA ini. Mereka melihat bagaimana ego dan kepentingan politik mengalahkan kebutuhan dasar para ASN. Kepercayaan publik terhadap pemerintah pun mulai terkikis.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bahwa APBA bukan sekadar angka-angka di atas kertas. APBA adalah nadi kehidupan bagi para ASN dan roda pemerintahan. Kelancaran penyaluran gaji dan tunjangan ASN adalah kunci stabilitas dan kinerja birokrasi.
Oleh karena itu, polemik APBA ini harus menjadi momentum untuk melakukan reformasi birokrasi di Aceh. Sistem keuangan daerah harus diperkuat agar lebih transparan, akuntabel, dan responsif.
Pemerintah Aceh harus mengedepankan kepentingan rakyat dan ASN dalam setiap pengambilan keputusan. Jangan sampai ego dan kepentingan politik menjadi batu sandungan yang menghambat kemajuan Aceh.