Pemakzulan
Oleh: Julianda BM
Di singgasana berlumur nestapa, raja duka bermahkota duri,
Senyum dipaksakan, mata berkaca, bayang pengkhianatan menari-nari.
Bisikan istana penuh dengki, lidah bercabang menebar dusta,
Hati pertiwi pilu menanti, mahkota keropos digerogoti nestapa.
Pemakzulan, desirnya dingin menusuk, angin takdir menderu kencang,
Bisik rakyat bagai ombak mengamuk, menghantam karang kekuasaan yang pongah.
Janji yang layu, sumpah terputus, keadilan sirna ditelan serakah,
Rakyat jelata menuntut tebus, nestapa lara dibayar setimpal.
Oh, pengkhianatan, kau belati tajam menusuk dari belakang,
Tangan sahabat berlumur noda, merengkuh takhta dengan senyum seram.
Tangis permaisuri pecah pilu, istana megah bergema duka,
Raja tersungkur, mahkota terlepas, nestapa bertahta, kuasa sirna.
Tapi ingatlah, di reruntuhan istana yang pongah,
Akan tumbuh tunas harapan baru,
Di atas tumpukan janji yang layu,
Akan merekah bunga keadilan sejati.
Pengkhianatan dan pemakzulan, bukan akhir dari kisah,
Melainkan titik awal diari terlahirnya fajar,
Fajar di mana rakyat bersuara, keadilan berjaya,
Dan tanah pertiwi sembuh dari nestapa.
Jadi, meski nestapa menjerat kuat, dan pengkhianatan menusuk dalam,
Janganlah kau tunduk, rakyatku, bangkitlah dan perjuangkanlah,
Pulihkan luka pertiwi, tegakkan keadilan,
Biarlah fajar sejati menyinari negeri yang pernah digelapi nestapa.
***JBM***
Subulussalam, (23/01/2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H