Oleh: Julianda BM
Pada tanggal 5 Desember 2023, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi usul inisiatif DPR. Salah satu poin penting dalam RUU tersebut adalah rencana penunjukan gubernur dan wakil gubernur Jakarta oleh Presiden, dengan memperhatikan usulan DPRD.
Rencana ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan akademisi, pakar hukum, dan masyarakat umum. Mereka menilai bahwa rencana tersebut bertentangan dengan konstitusi dan demokrasi.
Konstitusi dan Demokrasi
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) menyatakan bahwa gubernur dan wakil gubernur dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum. Pasal ini merupakan salah satu bentuk perwujudan demokrasi di Indonesia.
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat. Dalam sistem demokrasi, rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpinnya sendiri. Hak ini merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD NRI 1945.
Rencana penunjukan gubernur dan wakil gubernur Jakarta oleh Presiden bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945. Rencana ini menghilangkan hak rakyat untuk memilih pemimpinnya sendiri. Dengan demikian, rencana tersebut merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan demokrasi.
Dampak Negatif
Rencana penunjukan gubernur dan wakil gubernur Jakarta oleh Presiden memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap demokrasi di Indonesia. Dampak negatif tersebut antara lain:
1. Melemahkan demokrasi
Rencana tersebut melemahkan demokrasi di Indonesia karena menghilangkan hak rakyat untuk memilih pemimpinnya sendiri. Hal ini merupakan langkah mundur bagi demokrasi Indonesia.
2. Menguatkan oligarki