Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Stunting: Persoalan Multidimensional yang Tidak Mudah Dipecahkan

4 Desember 2023   00:10 Diperbarui: 4 Desember 2023   00:55 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Stunting merupakan masalah gizi yang serius di Indonesia. 

Menurut data dari World Bank (2021), prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2020 sebesar 27,4% dari jumlah anak di bawah usia 5 tahun. Hal ini berarti, dari setiap empat anak balita di Indonesia, ada satu anak yang mengalami stunting.

Stunting bukanlah masalah yang sederhana. Stunting merupakan persoalan multidimensional yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.

Faktor internal yang dapat menyebabkan stunting antara lain:

  • Faktor genetik, seperti kelainan kromosom atau metabolisme.
  • Faktor kesehatan, seperti penyakit kronis atau kelainan bawaan.

Faktor eksternal yang dapat menyebabkan stunting antara lain:

  • Asupan gizi yang tidak memadai, baik dari ASI, makanan pendamping ASI (MPASI), maupun makanan pokok.
  • Infeksi, seperti infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran pernapasan, dan infeksi parasit.
  • Sanitasi yang buruk.
  • Paparan polusi.

Stunting memiliki dampak buruk yang tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga kognitif dan sosial.

Dampak fisik dari stunting antara lain:

  • Tinggi badan yang lebih pendek dari anak seusianya.
  • Kerangka tubuh yang lebih kecil.
  • Kekuatan otot yang lebih lemah.
  • Resiko penyakit kronis yang lebih tinggi, seperti penyakit jantung, stroke, dan diabetes.

Dampak kognitif dari stunting antara lain:

  • Kemampuan kognitif yang lebih rendah, seperti kemampuan belajar, berpikir, dan memecahkan masalah.
  • Kemampuan bahasa yang lebih rendah.
  • Kemampuan sosial yang lebih rendah.

Dampak sosial dari stunting antara lain:

  • Kurang percaya diri.
  • Sulit beradaptasi.
  • Resiko putus sekolah yang lebih tinggi.
  • Resiko pengangguran yang lebih tinggi.

Stunting dapat mengancam masa depan anak dan bangsa. Anak yang mengalami stunting memiliki peluang yang lebih kecil untuk menjadi generasi unggul. Mereka akan memiliki kesulitan untuk belajar, bekerja, dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Untuk mencegah stunting, diperlukan upaya yang komprehensif dan terintegrasi. Upaya tersebut harus dilakukan sejak masa kehamilan hingga anak berusia 5 tahun. Upaya-upaya tersebut antara lain:

Pertama, peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil dan anak, seperti pemberian imunisasi, suplementasi gizi, dan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

Kedua, peningkatan akses dan konsumsi pangan yang bergizi, baik untuk ibu hamil, anak balita, maupun keluarga secara keseluruhan.

Ketiga, peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak.

Pemerintah Indonesia telah menargetkan untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Untuk mencapai target tersebut, diperlukan kerja sama yang erat dari berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta.

Stunting merupakan persoalan yang kompleks dan tidak mudah untuk dipecahkan. Namun, dengan kerja sama dan komitmen yang kuat dari semua pihak, kita dapat mencegah stunting dan menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia.

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah stunting:

Pertama, pastikan ibu hamil mendapat asupan gizi yang cukup. Ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang lebih banyak daripada orang dewasa normal. Asupan gizi yang cukup akan membantu ibu hamil untuk melahirkan bayi yang sehat dan bergizi.

Kedua, berikan ASI eksklusif selama 6 bulan. ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi. ASI mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan bayi untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Ketiga, berikan MPASI yang bergizi setelah bayi berusia 6 bulan. MPASI harus mengandung berbagai macam makanan yang kaya akan nutrisi, seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.

Keempat, berikan makanan yang bergizi untuk anak balita. Anak balita membutuhkan makanan yang bergizi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya.

Dengan melakukan hal-hal tersebut, kita dapat membantu mencegah stunting dan memberikan anak-anak Indonesia kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun