Tingginya biaya iklan kampanye partai politik di Indonesia menjadi perhatian publik. Belanja iklan kampanye partai politik di Indonesia semakin tinggi dari tahun ke tahun.Â
Data dari Litbang Kompas menunjukkan bahwa dalam rentang waktu April hingga Mei 2023, total biaya iklan politik di media sosial mencapai Rp 7,44 miliar. Jumlah ini meningkat signifikan jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, yaitu Rp 2,2 miliar pada tahun 2019 (sumber: di sini).Â
Iklan yang diarahkan kepada tokoh politik mencapai Rp 2,59 miliar, sementara iklan atas nama partai politik mencapai Rp 4,84 miliar.
Prabowo Subianto menduduki posisi tertinggi dalam belanja iklan. Menghabiskan sejumlah besar dana, yaitu Rp 1,85 miliar selama tiga bulan tersebut.Â
Perbedaan nominal ini sangat signifikan jika dibandingkan dengan kandidat lainnya, seperti Ganjar Pranowo yang menghabiskan Rp 409,3 juta dalam periode yang sama.Â
Partai Golkar muncul sebagai salah satu pemain dominan dalam belanja iklan politik di media sosial. Partai ini mengeluarkan dana sebesar Rp 3,75 miliar untuk iklan politik, yang sebagian besar dibiayai oleh Yayasan Golkar Institute.
Tingginya biaya iklan kampanye partai politik ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan. Pertama, dari mana dana tersebut berasal? Kedua, apa tujuan dari belanja iklan yang begitu besar? Ketiga, apakah tingginya biaya iklan ini berdampak negatif terhadap demokrasi?
Dana Iklan Kampanye
Dana iklan kampanye partai politik berasal dari berbagai sumber, antara lain:
- Sumbangan dari partai politik itu sendiri
- Sumbangan dari anggota dan simpatisan partai politik
- Sumbangan dari badan usaha
Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), sumber dana iklan kampanye partai politik pada pemilu 2019 adalah sebagai berikut:
- Sumbangan dari partai politik: 50%
- Sumbangan dari anggota dan simpatisan partai politik: 30%
- Sumbangan dari badan usaha: 20%