Harga beras yang terus melambung tinggi dalam beberapa bulan terakhir menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan nasional. Hal ini tentu berdampak signifikan bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin yang menjadikan beras sebagai makanan pokok.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras di tingkat konsumen pada bulan September 2023 mencapai Rp15.200 per kilogram, naik 18,44% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Kenaikan harga beras ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Pengaruh cuaca. Curah hujan yang tinggi di beberapa wilayah penghasil beras menyebabkan penurunan produktivitas padi.
Kenaikan biaya produksi. Harga pupuk, pestisida, dan tenaga kerja yang meningkat turut mendorong kenaikan harga beras.
Kebijakan impor beras. Pemerintah telah mengimpor beras sebanyak 1,5 juta ton pada tahun 2023 untuk menjaga ketersediaan beras di dalam negeri. Namun, kebijakan ini justru dikhawatirkan akan memicu persaingan yang tidak sehat di pasar beras domestik.
Meningkatnya harga beras tentu akan berdampak negatif bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kerawanan pangan dan gizi buruk. Selain itu, kenaikan harga beras juga dapat memicu inflasi dan memperburuk daya beli masyarakat.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah cepat dan tepat untuk mengatasi masalah ini. Berikut adalah beberapa kebijakan yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah:
Pertama, meningkatkan produktivitas padi. Pemerintah perlu melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas padi, seperti menyediakan bantuan subsidi pupuk, pestisida, dan teknologi pertanian.
Kedua, menjaga stabilitas harga beras. Pemerintah perlu melakukan intervensi pasar untuk menjaga stabilitas harga beras, seperti melakukan operasi pasar dan menetapkan harga eceran tertinggi (HET).
Ketiga, meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap beras murah. Pemerintah perlu menyediakan beras murah bagi masyarakat miskin melalui program-program bantuan sosial.