Mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan mengajukan gugatan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 6 Oktober 2023. Gugatan ini dilayangkan Karen lantaran tidak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair periode 2011-2021.
Kasus ini bermula dari penyelidikan KPK pada tahun 2022. KPK menduga Karen secara sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan asing tanpa kajian dan analisis menyeluruh. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 2,1 triliun.
Karen Agustiawan membantah tuduhan KPK. Ia menyatakan, pengadaan LNG di PT Pertamina di masanya menjabat sebagai dirut bukan aksi pribadi. Ia mengeklaim, pengadaan tersebut merupakan aksi korporasi karena sudah disetujui oleh jajaran direksi secara kolektif kolegial.
Sidang perdana gugatan praperadilan ini bakal digelar pada Senin, 16 Oktober 2023. Gugatan ini menjadi babak baru dalam kasus dugaan korupsi LNG Pertamina.
Gugatan praperadilan yang dilayangkan Karen Agustiawan merupakan langkah yang wajar untuk dilakukan. Ia berhak untuk membela diri atas tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
Gugatan ini juga menjadi tantangan bagi KPK. KPK harus bisa membuktikan bahwa penetapan tersangka Karen Agustiawan didasarkan pada bukti yang kuat dan telah memenuhi syarat formil dan materiil.
Secara umum, kasus dugaan korupsi LNG Pertamina ini masih menyisakan banyak pertanyaan. KPK harus bisa mengungkap secara terang benderang kasus ini agar publik bisa mengetahui kebenarannya.
Gugatan praperadilan Karen Agustiawan memiliki beberapa implikasi penting. Pertama, gugatan ini menunjukkan bahwa Karen Agustiawan tidak menerima tuduhan KPK. Kedua, gugatan ini juga menunjukkan bahwa Karen Agustiawan yakin bahwa ia tidak bersalah. Ketiga, gugatan ini bisa menjadi momentum bagi KPK untuk membuktikan bahwa penetapan tersangka Karen Agustiawan didasarkan pada bukti yang kuat.
Di sisi lain, KPK memiliki beberapa bukti untuk mendukung tuduhannya terhadap Karen Agustiawan. Pertama, KPK memiliki dokumen yang menunjukkan bahwa Karen Agustiawan secara sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan asing. Kedua, KPK juga memiliki dokumen yang menunjukkan bahwa harga kontrak tersebut merugikan negara.
Namun, Karen Agustiawan juga memiliki beberapa argumen untuk membantah tuduhan KPK. Pertama, Karen Agustiawan menyatakan bahwa pengadaan LNG tersebut merupakan aksi korporasi yang sudah disetujui oleh jajaran direksi secara kolektif kolegial. Kedua, Karen Agustiawan juga menyatakan bahwa harga kontrak tersebut sebenarnya menguntungkan negara.