Kita kembali dikagetkan oleh peristiwa terjadinya dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum prajurit TNI dari kesatuan Batalyon Artileri Pertahanan Udara (Yonarhanud) Komando Cadangan Strategis TNI AD (Kostrad) berinisial Lettu AA. Â Tindakan asusila tersebut dilakukan kepada bawahannya, sebanyak tujuh orang yang sudah terungkap.Â
Pelecehan tersebut dilakukan ke sesama jenis dan tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan penyimpangan seksual.
Penyimpangan seksual adalah suatu perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Perilaku ini dapat berupa tindakan yang bersifat agresif, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, dan eksploitasi seksual. Penyimpangan seksual juga dapat berupa tindakan yang bersifat non-agresif, seperti penyimpangan orientasi seksual, penyimpangan identitas gender, dan penyimpangan fetisisme.
Penyimpangan seksual dapat terjadi di semua lapisan masyarakat, termasuk di lembaga pemerintahan. Fakta bahwa seorang oknum prajurit TNI AD diduga melakukan tindakan asusila terhadap bawahannya menunjukkan bahwa penyimpangan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk di lembaga pemerintahan yang memiliki reputasi baik.
Potensi Penyimpangan Seksual di Lembaga Pemerintahan
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan potensi terjadinya penyimpangan seksual di lembaga pemerintahan, antara lain:
Kesenjangan kekuasaan
Keadaan di mana satu pihak memiliki kekuasaan lebih besar daripada pihak lain dapat menciptakan kondisi yang rentan terhadap terjadinya penyimpangan seksual. Dalam hal ini, oknum pejabat pemerintahan yang memiliki kekuasaan lebih besar dapat memanfaatkan posisinya untuk memaksa bawahannya melakukan tindakan seksual.
Kultur patriarki
Kultur patriarki yang masih kuat di Indonesia dapat turut berkontribusi terhadap terjadinya penyimpangan seksual. Dalam kultur patriarki, perempuan sering kali dianggap sebagai objek seksual yang dapat diperlakukan sesuka hati oleh laki-laki.