Mohon tunggu...
Lorentius Agung Prasetya
Lorentius Agung Prasetya Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Apoteker, Artcut Holes handmade papecut, sambil menulis dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Korek Api: Berkepala tetapi Tidak Berotak

20 September 2013   12:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:38 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Batang korek api itu kecil, dan seringkali tidak pernah dianggap berharga, kecuali saat dibutuhkan untuk menyulut rokok, membakar sampah, menyalakan kompor (minyak tanah), dsb.

Mirip seperti manusia, batang korek api juga mempunyai badan dan kepala. Badannya cukup kuat untuk menopang bagian kepala yang sedikit agak lebih lebar dibandingkan badannya. Jika kau menggesekkan kepalanya di permukaan kotak korek api yang kasar, maka kepalanya akan panas, lalu timbullah api kecil. Jika ia menyentuh kepala batang korek yang lain, maka apinya akan membesar, dan segala yang dapat terbakar di dekatnya bisa habis.

Mengapa kepala korek api bisa menimbulkan api jika digesekkan ? Karena terjadi reaksi kimia akibat energi gesek, yang mengakibatkan peningkatan bla blab la.. Saya tidak akan membahasnya karena saya memang bukan ahlinya. J

Saya hanya mau mengatakan kalau batang korek api itu mempunyai kepala, tetapi tidak mempunyai otak. Maka, sedikit saja gesekan yang terjadi pada kepala itu, sudah bisa mengakibatkan munculnya api.

Bila kita bandingkan dengan manusia. Manusia mempunyai badan dan kepala, dan ada otak di kepalanya. Tetapi kadang kala, saat ada sedikit saja gesekan di luar manusia, bahkan tidak sungguh-sungguh “menggesek” kepalanya, mengapa kepalanya menjadi panas dan bisa muncul api amarah? Hebatnya lagi, api ini bisa membesar dan merusak lebih hebat daripada korek api.

Apakah kalau begitu, mereka yang demikian bisa disamakan dengan batang korek api? Mempunyai kepala tetapi tidak mempunyai otak. Atau mungkin otaknya bukan berada di dalam kepala..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun