Mohon tunggu...
Laurens Gafur
Laurens Gafur Mohon Tunggu... Guru - Peziarah kehidupan yang tak lelah mencari dan mendekap kebijaksanaan

Saya seorang pendidik di SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II - Labuan Bajo, Flores Barat-NTT. Saya alumnus STF Widya Sasana Malang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kaca Spion Aman

31 Maret 2020   11:31 Diperbarui: 31 Maret 2020   12:30 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Liburan Corona sudah memasuki pekan ke-2. Para siswa/i kami masih asik menikmati kebersamaan dengan keluarga masing-masing. Semoga mereka masih sehat. Semoga tak ada pula yang suka keluyuran dan meninggalkan rumah dan kampungnya. Tugas-tugas yang diberikan oleh bapa/ibu guru kiranya telah mereka tuntaskan.

Sementara mereka menikmati kebersamaan dengan keluarga, kami para pembina masih setia di sini, di Seminari Menengah St. Yohanes Paulus II, Labuan Bajo. Kami mengisolasi diri di komunitas. Tidak ada pelayanan sakramental dan nonsakramental di luar komunitas. Tentu saja ini mengikuti instruksi bapa uskup Ruteng, juga mentaati aturan yang ditegakkan oleh pemerintah. Tetap tinggal di sini sambil berdoa, olahraga mandiri, makan-minum, rekreasi, istirahat yang cukup dan sebagainya adalah cara kami menyembuhkan diri sendiri dan sesama, menyembuhkan dunia yang sedang sakit-terluka karena Corona.

Ada satu hal sederhana tapi menarik yang saya renungkan beberapa hari terakhir ini. Apakah itu? Kaca spion sepeda motorku. Ada apa dengannya? Mari saya ceritakan.

Ketika anak-anak ada di sini (masih sekolah), hampir setiap hari kaca spion sepeda motorku selalu miring/bengkok kiri-kanan atau atas-bawah. Pokoknya tak beraturan. Apa penyebabnya? Tak lain adalah para siswa yang suka 'bersolek.' Hampir setiap kali melewati kamar saya, oknum-oknum terkait berhenti sejenak di sepeda motorku: mengarahkan pandangan ke kaca spion dan bersolek sejenak, usap pipi, goyangkan rambut rigit (keriting) sambil senyum-senyum kecil. Barangkali mereka mengecek atribut-onderdil pada wajahnya, mungkin ada yang sudah hilang atau sudah kusam-keriput termakan usia. Saat itulah mereka putar atau miringkan kaca spion itu.

Seminggu telah berlalu. Ceritanya lain sudah. Kaca spion tak lagi miring atau bengkok sana-sini, atas-bawah, kiri-kanan.  Tak ada lagi yang mengacaukannya. Kaca spion aman. Di satu sisi saya senang. Di  lain sisi tidak. Kadang-kadang saya merindukan kaca spion miring/bengkok, walau dulu ada saatnya kesal nyaris jengkel. Hal kecil-sederhana  ini  mengajarkanku arti kerinduan.

Ya benar, hal yang kadang-kadang menjengkelkan, rupanya dirindukan juga pada saatnya.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun