Strategi Indonesia untuk Mendukung Industri Pariwisata di Tengah COVID-19 2020
Oleh: Maxleinder Rikumahu 2270750901 UKI
Studi kasus: Fokus pada Wisatawan Tiongkok
Pendahuluan
Pandemi COVID-19 pada tahun 2020 berdampak parah pada pariwisata global, dengan Indonesia menghadapi penurunan drastis dalam kedatangan wisatawan, khususnya dari Tiongkok, salah satu sumber pendapatan pariwisata terbesarnya. Artikel ini mengkaji bagaimana pemerintah Indonesia berupaya meringankan krisis dalam sektor pariwisata, menerapkan mekanisme dukungan, dan menargetkan pemulihan dengan wisatawan Tiongkok sebagai studi kasus.
Penurunan Pariwisata Tiongkok dan Konsekuensi Ekonominya
Wisatawan Tiongkok merupakan segmen substansial dari pariwisata masuk Indonesia, terutama di Bali, Batam, dan Jakarta. Ketika COVID-19 melanda, pariwisata menurun tajam; kedatangan dari Tiongkok menurun hampir 97% pada Maret 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, kunjungan wisatawan asing ke Indonesia anjlok sekitar 75% pada tahun 2020 dari angka tahun sebelumnya. Dampak ekonomi yang ditimbulkannya menimbulkan tantangan yang signifikan bagi sektor perhotelan Indonesia, yang memengaruhi ekonomi lokal yang bergantung pada pendapatan pariwisata dan menyebabkan hilangnya lapangan kerja secara luas di berbagai hotel, restoran, dan bisnis terkait perjalanan lainnya (AHK Indonesia, 2022; Rahman, 2020).
Tanggapan Pemerintah: Kebijakan dan Paket Stimulus
Pemerintah Indonesia mengambil tindakan segera untuk melindungi industri pariwisata. Pada Maret 2020, pemerintah meluncurkan paket stimulus ekonomi yang dirancang khusus untuk menopang sektor hotel, restoran, dan pariwisata. Paket tersebut mencakup keringanan pajak, subsidi, dan hibah untuk bisnis yang terdampak, dengan penekanan pada pencegahan penutupan bisnis dan mempertahankan lapangan kerja. Upaya bantuan ini penting dalam membantu usaha kecil dan menengah (UKM) di sektor pariwisata, yang merupakan bagian besar dari ekonomi perjalanan Indonesia.
Selain itu, pemerintah berkoordinasi erat dengan para pemangku kepentingan industri untuk menerapkan kebijakan pembatasan perjalanan yang menyeimbangkan masalah kesehatan masyarakat dengan kepentingan ekonomi. Pembatasan ini awalnya ketat, dengan menangguhkan perjalanan dari wilayah berisiko tinggi, termasuk Tiongkok, untuk menahan penyebaran virus. Namun, pada akhir tahun 2020, pemerintah mulai menjajaki cara untuk kembali melibatkan wisatawan internasional dengan hati-hati dengan menciptakan "zona hijau" dan "koridor perjalanan aman," terutama di destinasi populer seperti Bali (PBB Indonesia, 2020).
Upaya Pemulihan Terfokus untuk Wisatawan Tiongkok
Menyadari pentingnya wisatawan Tiongkok, Indonesia memulai langkah-langkah terarah untuk membangun kembali segmen ini. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan pemerintah Tiongkok untuk mempromosikan perjalanan yang aman setelah pembatasan dapat dilonggarkan. Indonesia menekankan kampanye digital di Tiongkok, menyoroti protokol kesehatan dan keselamatan untuk membangun kembali kepercayaan dan kesiapan wisatawan untuk pemulihan pascapandemi. Selain itu, pemerintah merencanakan insentif bagi maskapai penerbangan dan agen perjalanan di Tiongkok untuk memulihkan penerbangan langsung ke Indonesia.
Untuk mengantisipasi berakhirnya pandemi, Indonesia meningkatkan keterlibatannya dengan agen perjalanan dan influencer Tiongkok, mempromosikan Bali dan destinasi utama lainnya sebagai tempat liburan yang aman. Strategi pemulihan ini diarahkan untuk memanfaatkan permintaan perjalanan wisatawan Tiongkok yang terpendam, mengingat peran Tiongkok yang konsisten sebagai sumber pariwisata utama bagi Indonesia (Neliti, 2021).
Protokol Kesehatan dan Sertifikasi Keselamatan
Indonesia meluncurkan program sertifikasi "Bersih, Sehat, Aman, dan Ramah Lingkungan" (CHSE) untuk meyakinkan wisatawan, termasuk pasar Tiongkok, tentang pilihan perjalanan yang aman. Hotel, restoran, dan fasilitas pariwisata diharuskan memenuhi standar kebersihan tertentu untuk menerima sertifikasi CHSE. Sertifikasi ini menjadi inti dari upaya pemulihan Kementerian Pariwisata, memastikan bahwa operator pariwisata mempertahankan standar kesehatan yang tinggi untuk mencegah wabah COVID-19 lebih lanjut dan menumbuhkan kepercayaan internasional terhadap Indonesia sebagai destinasi yang aman (Statista, 2020).
Pemerintah juga mempromosikan penggunaan teknologi untuk mendukung pembatasan sosial dalam operasi pariwisata. Misalnya, banyak hotel mengadopsi proses check-in dan check-out tanpa kontak, menu digital, dan pengalaman virtual untuk perencanaan praperjalanan, yang diterima dengan baik oleh wisatawan Tiongkok yang paham teknologi. Protokol ini penting dalam menyelaraskan dengan harapan digital pengunjung Tiongkok dan mempromosikan Indonesia sebagai destinasi pariwisata modern yang sadar kesehatan (Indonesia Investments, 2020).
Inisiatif Investasi untuk Pariwisata Berkelanjutan
Pemerintah Indonesia melihat lebih jauh dari sekadar pemulihan langsung dengan mendorong investasi pariwisata berkelanjutan. Pada bulan Agustus 2020, Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Investasi dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjabarkan rencana untuk zona pariwisata berkelanjutan, dengan fokus pada praktik dan infrastruktur yang ramah lingkungan. Upaya ini mencakup pengembangan lima destinasi wisata prioritas, dengan visi untuk menciptakan "zona pariwisata hijau" yang menarik bagi wisatawan yang peduli lingkungan dari Tiongkok. Zona-zona ini menekankan ekowisata, penginapan mewah dengan jejak lingkungan minimal, dan pengalaman pariwisata berbasis masyarakat (Kompas, 2022).