Mohon tunggu...
Lonno Ardiansyah
Lonno Ardiansyah Mohon Tunggu... -

Aku terlahir dari kabupaten terpencil di selatan bagian jawa, , munjungan trenggalek jatim tempat lahirku, , lebih tepatnya aku ini ANAK PANTAI,, , hehe

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Di Balik Keterpaksaan Menjadi TKI

18 Februari 2014   06:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:43 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah gambaran tentang nasib dan kisah perjuangan anak bangsa yanghendak

mengadunasib sebagai TKI di negeri jiran, Malaysia ini aku peroleh selama

perjalanandari Batam keJohor Malaysia. Kisah ini diperoleh dari seorang TKI Malaysia

yang kebetulan duduk persis di sebelah ku dalam feri. Memang feri jurusan Batam

Johor hampir setiap harinya banyak diisi oleh calon TKI kita yang hendak berangkat ke

Malaysia, dimana mungkin lebih dari setengahnya adalah wanita.

Seorang TKI di Malaysia yang menjadi teman ngobrol ku ini sudah bertahun-tahun

bekerja di Malaysia sebagai buruh bangunan, kalau tak salah semenjak tahun 1998

atau 1999, hanya saja selama setahun terakhir ia berada di Indonesia, tepatnya pulang

ke kampung halamannya di Serang, Banten.

Saya memulai percakapan dengan bertanya mau kemana ia di Malaysia dan untuk apa,

kemudian selanjutnya percakapan menjadi berkembang. Hal yang menarik adalah

ketika ia bercerita bahwa ia memulai kerja di Malaysia secara illegal, tak hanya illegal

disebabkan tak punya izin kerja, bahkan masuknya ke Malaysia saja illegal karena

tanpa paspor.

Gimana caranya masuk Malaysia tanpa paspor ? tanyaku

Naik perahu, jawabnya, ada tekong nya yang membantu membawa kami menyeberang

ke Malaysia dari suatu tempat di Batam di malam hari.

Gak ketahuan polisi air Malaysia yang berpatroli tuh? tanyaku

Mereka gak tahu, kami waktu itu padahal berjumlah kira-kira 80 orang dalam perahu

yang juga tak begitu besar. Kami semua disuruh duduk agak tiarap sehingga tak

terlihat, sementara si tukang perahu pura-pura sedang memancing ikan, kalau orang

sedang memancing tak dicurigai, katanya melanjutkan cerita

Aku : Bayar berapa ke tukang perahu?

TKI : 3 juta 200 ribu rupiah kalo gak salah ketika itu

Aku : Ha? Mahal amat ! Apa gak rugi, padahal kalo bikin paspor kan cuma bayar

ratusan

ribu?

TKI : Namanya juga orang kampung, gak ngerti waktu itu. Tau nya mau kerja ke

Malaysia aja, dan kebetulan ada yang nunjukin caranya

Aku : Wah, banyak juga yang diperoleh tukang perahu itu ya, 80 orang dikali tiga juta

dua

ratus ribu banyak banget tuh. Kok bisa semahal itu ya?

TKI : Katanya sih duitnya buat dibagi-bagi ke banyak orang, termasuk untuk ke pihak-

pihak yang terkait, ya tahu sama tahu aja lah

Aku : Gak takut naik perahu kecil dengan banyak orang begitu, apalagi kalau ombaknya

besar di malam hari?

TKI : Pernah kejadian waktu itu ada yang kepergok patroli Malaysia trus karena lari

ada

yang ketembak. Ada juga pernah tahun berapa gitu perahunya pecah dan banyak

yang mati. Kalau sekarang sih menurut saya agak ngeri dan berisiko, kan sekarang

kalau ketangkap kena hukuman cambuk di Malaysia

Aku : Itu kan kejadiannya sebelum tahun 2000, sekarang udah gak ada ya barangkali

yang

nyeberang illegal lewat perahu

TKI : Sepertinya masih ada, dengar-dengarnya begitu

Aku : Kenapa sih orang-orang ngambil risiko kayak gitu? Kenapa gak lewat resmi aja

sih?

TKI : Ya, mungkin malas ngurus nya. Ada juga yang paspor atau visa nya dah habis

tapi

gak diperpanjang, jadi sebagian balik ke Indonesia lewat perahu juga. Ya macam-

macam lah alasan orang.

Cerita kemudian berlanjut menyangkut berbagai pengalaman kerja si TKI tersebut,

dimana pernah kerja juga sebagai buruh bangunan di Batam dengan gaji Rp.35000 per

hari (sebelum tahun 2000). Ia juga sedikit cerita bagaimana ia memperoleh paspor

Indonesia nya saat ini, dan bagaimana ia bisa diterima di pekerjaan yang hendak ia

tuju saat ini (si TKI ini sudah mengantongi izin kerja kali ini secara resmi di Malaysia).

Si TKI ini juga sudah berkeluarga dan memiliki anak yang sudah sekolah.

Hal yang menarik lainnya adalah tentang biaya yang harus dikeluarkan seorang TKI

untuk bisa bekerja di Malaysia secara resmi. Kalau tak salah ia berkata bahwa untuk

mendapatkan paspor Indonesia 27 halaman khusus TKI, orang-orang harus membayar

biaya 4 juta lebih untuk pengurusan di Indonesia, lalu harus menunggu turunnya surat

izin kerja dari Malaysia sebelum urusan di kantor imigrasi Indonesia bisa selesai.

Nanti di Malaysia ia pun harus membayar sebesar 1800 ringgit Malaysia, mungkin

terkait izin kerja disana. Izin kerja diperpanjang tiap tahun dan harus mengeluarkan

biaya sekitar 2200 ringgit Malaysia untuk izin kerja selama setahun. Paspor Indonesia

yang 27 halaman juga diperpanjang sekali 2 atau 3 tahun (saya lupa yang benar yang

mana), dan bisa diperpanjang di KBRI Malaysia dengan biaya murah).

Di Malaysia sang TKI kita ini katanya digaji per bulan berkisar 1100 ringgit Malaysia.

Terlepas dari semua biaya yang harus dikeluarkan untuk izin kerja resmi, jika berhemat

ia akan bisa menabung hingga 20 juta rupiah per tahun. Berhemat disini termasuk di

dalamnya adalah tidak merokok, karena kalau yang merokok pasti pengeluaran akan

jauh lebih boros.

Jadi pada akhirnya semua biaya yang ia keluarkan yang berkisar 10 juta pada

awalnya, dan 6 juta tiap tahunnya untuk perpanjangan izin kerja, akan balik modal dan

masih menyisakan tabungan yang cukup banyak di akhir kontrak kerja, dalam

perhitunganku bisa mencapai belasan juta rupiah. Menyangkut uang yang bisa dibawa

pulang TKI yang bekerja di Malaysia tak jauh berbeda dengan informasi yang pernah

saya dapatkan dari seorang TKI yang berbeda sebelumnya, dimana ia juga mengatakan

dalam setahun bisa menabung hingga 20 juta rupiah.

Mengingat kembali pengalaman saya pernah bercerita dengan TKI lain sebelumnya,

terkadang para calon TKI yang baru pertama kali hendak berangkat ke Malaysia sering

menjadi korban pihak-pihak yang ingin mengeruk keuntungan dari ketidaktahuan dan

keluguan para calon TKI, diantaranya dengan meminta uang pengurusan yang di luar

batas kewajaran. Dan banyak juga yang sampai harus menunggu berhari-hari dulu

atau berminggu-minggu sebelum benar-benar diberangkatkan ke Malaysia, dimana

selama masa menunggu itu tentu bertambah juga uang yang harus dikeluarkan

termasuk untuk pihak yang mengurusi mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun