Mohon tunggu...
Humaniora

Jangan Jadi Ayah "Magabut"!

10 November 2015   10:11 Diperbarui: 10 November 2015   11:23 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah yang masih beranggapan bahwa mengurus anak hanyalah tugas ibu? Mulai dari membangunkan anak-anaknya pada pagi hari, menyiapkan sarapan, membimbing membuat pekerjaan rumah, membersihkan luka anak, atau mengurusi urusan akademis seperti sekolah dan bimbel.

Jika masih beranggapan seperti itu, sebaiknya Anda cepat beradaptasi dengan lingkungan sekarang. Di era ini, pemahaman tersebut tidak berlaku, karena dalam pola asuh anak yang benar, terdapat peran ayah dan ibu yang seimbang. Anak-anak yang diasuh oleh ibunya dengan pola yang benar akan menjadi anak dengan karakter yang bagus. Akan tetapi, anak yang tumbuh dengan pola asuh yang benar dari ibu dan ayah, akan menjadi anak yang tangguh dan luar biasa.

Tahukah Anda jika keterlibatan ayah dalam pola asuh dan didik anak bisa meningkatkan kemampuan sosiologis dan psikologis anak? Sudah banyak studi yang membuktikan keterlibatan ayah dalam pola asuh anak akan memberikan dampak signifikan bagi masa depan mereka. Seperti yang dikatakan seorang psikolog, Flouri, yang dikutip dari bukunya “Fathering & Child Outcomes”, bahwa dalam dua puluh tahun terakhir, ayah berperan penting dalam perkembangan anak untuk mencapai masa-masa awal kedewasaannya.

Ayah bukan hanya berperan sebagai “orang tua kedua” di rumah. Keterlibatan ayah, terutama ayah kandung, memberikan manfaat positif untuk anaknya yang orang lain tidak bisa berikan. Mereka memberikan perlindungan, dukungan ekonomi, dan role model laki-laki. Berdasarkan studi yang ada, ayah memberikan kontribusi penting terhadap kompetensi intelektual, kehidupan sosial, serta psikologis anak. (Popenoe, 1996).

Kebalikannya, jika ayah tidak hadir dalam pola asuh anak, maka masa depan anak akan berakibat fatal. Banyak studi yang membuktikan absennya ayah dari pola asuh anak akan memberikan dampak buruk bagi masa depan mereka. Carlson dalam bukunya “Family Structure, Father Involvement, and Adolescent Behavioral Outcomes” menyatakan bahwa sebuah studi jangka panjang memperlihatkan seorang anak yang hidup terpisah dengan ayah kandungnya berisiko lebih besar memiliki masa depan yang buruk, di luar ras, edukasi, dan pernikahan kembali sang ibu.

Studi lain pada 2002 merekam banyak sekali dampak pada anak yang tidak hidup bersama ayah kandungnya. Penelitian oleh lembaga riset Civitas (2002) mendokumentasikan banyak efek yang ditimbulkan pada anak yang tidak tumbuh dan kembang bersama ayahnya. Anak-anak yang hidup tanpa ayah biologis mereka lebih cenderung berada dalam kemiskinan dan kondisi kesehatan yang buruh. Remaja tanpa ayah cenderung akan menjadi orangtua saat remaja, suka menyinggung, merokok, terlibat konsumsi obat terlarang, membolos dari sekolah, dikucilkan, dan tidak tamat sekolah. Sedangkan usia dewasa muda yang tidak tumbuh dan kembang bersama ayah cenderung menjadi pengangguran, memiliki gaji rendah, tunawisma, masuk penjara, memasuki kehidupan bersama pasangan tanpa ikatan, dan memiliki anak di luar pernikahan (O’Neill, R., 2002).

Jadi, masihkah Anda berpikir bahwa hanya Ibu lah yang wajib mengurus anak? Meski semua ayah bertanggung jawab untuk mencari nafkah, pintar-pintar lah mengatur waktu untuk mengasuh anak di sela-sela waktu kosong. Jika Anda para Ibu yang membaca ini, paparkanlah fakta-fakta di atas dan doronglah suami Anda untuk lebih berperan aktif dalam mengasuh anak menjadi tim yang solid. Jika Anda para Ayah yang sedang membaca ini dan mulai “tersadar” bahwa kehadiran Anda berpengaruh kepada masa depan anak Anda, mungkin bisa memulai dengan mengikuti komunitas yang berperan aktif dalam fatherhood.

Ayah Asi

Ayah Asi adalah gerakan sosial yang muncul pada pertengahan 2011. Ayah Asi berisi para ayah yang peduli akan pemberian ASI eksklusif kepada anak-anaknya. Ide ini bermula dari keinginan untuk membuat buku oleh Shafiq Pontoh tentang pengalamannya membantu istri dalam proses menyusui. Setelah itu, terkumpulah beberapa ayah yang peduli terhadap proses menyusui istri dan anaknya. Ide membuat buku cerita ASI dari sudut pandang ayah ini disambut baik oleh pihak penerbit, namun mereka masih ragu dengan ide Ayah ASI karena umumnya, ASI hanya dibahas oleh ibu-ibu. Alhasil, mereka mencoba pre-test dengan melempar topik ini ke publik melalui akun twitter @ID_AyahASI pada 27 September 2011.

Tanggapan publik ternyata positif. Baru dua hari aktif, followers akun twitternya mencapai 2.000. Tepat seminggu, jumlah followers menembus angka 3.000. Hingga tulisan ini dibuat (22 Desember 2013), jumlah followersnya @ID_AyahASI adalah 106.780. Kegiatan akun ini pun beragam, mulai dari memberikan pendidikan dan informasi mengenai proses menyusui dan pentingnya ASI bagi bayi hingga berbagi pengalaman oleh para ayah tentang pengalaman mereka membantu istri dalam proses menyusui.

Sekarang, jemputlah anak Anda sepulang sekolah dan berikanlah kasih sayang yang penuh kepada mereka!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun