Baiklah saya di sini ingin berbagi tentang makna ramadhan, bulan puasa, dimana ramadhan merupakan bulan strategis memanage diri. Dan judul diatas sengaja tidak saya rubah dari judul seratan bapak Kyai Tanjung, diterbitkan bulletin Ajisaka edisi 05, ramadhan lalu karena kurang lebihnya apa yang saya pelajari bersumber dari sadur pitutur beliau.
Sebagaimana ramadhan sebelumnya, ramadhan kali ini terasa sangat istimewa bagi saya. Dimana sebelum memasukinya secara mental saya sudah mempersiapkan sedemikian rupa. Rajin tarawih, tadarus, shalat malam tanpa absen, memperbanyak tulisan, merupakan target yang sudah saya tulis dengan kesiapan mental.
Namun rencana hanyalah rencana, target tinggallah coretan, karena kenyataan pun berbeda begitu drastis, yang demikin adalah pengalaman istimewa yang ingin saya bagikan kali ini.
Pengalaman istimewa yang pertama adalah dalam menjalankan kehidupan sehari-hari pada umumnya, saya mempunyai suri tauladan nyata, yang masih gesang dan dapat di ikuti. Menjabarkan tentang makna kehidupan, memperingatkan kita yang terkadang lalai, menunjukkan hitam dan putih secara jelas. Penjelasan-penjelasan maupun uraian beliau tentang apapun itu, secara tidak langsung nyata terasa berperan dalam tingkah laku, sekecil apapun perbuatannya.
Misalnya tentang ramadhan, semua uraian yang jarang saya temui selama ini dari bapak Kyai Tanjung, dimana ramadhan dijadikan tool untuk mendekat kepada sang Khaliq.
Dengan memahami bahwa makna ramadhan adalah membakar, Poso ; Ngepose roso (Menjaga hati, pikiran, perilku agar selalu berjalan sesuai ajaran islam). Sedang islam disini tidak dimaknai golongan atau partai, melainkan islam adalah perilku yang mencerminkan keselamatan, pembicaraan yang menyelamatkan, tidak menyakiti, dan lain sebagainya.
Pada akhirnya, ketika umat muslim setiap hari melaksanakan shalat, dan setiap shalat membaca Ihdina al-sirotol mustakim, adalah bukti bahwa manusia tidak ada tempat untuk mengoreksi orang lain. Yang tampak hanya lalimnya manusia, dzoluman jahula, lalim juga bodoh, yang tak bosan-bosannya meminta Al-huda kepada dzat yang maha merajai semesta.
Pengalaman istimewa selanjutnya adalah tentang nilai dan makna kehidupan, bagaimana kita menjalankan rutinitas kehidupan dibarengi dengan niatan yang tak terputus untuk menyembah Tuhan. Shiratal mustaqqim bukanlah nanti di akherat, melainkan saat ini dan sekarang di dunia, saat kita masih bernafas.
Pada kesempatan kajian di awal ramadhan beliau bapak kyai menerangkan tentang makna syaitan dirantai, pintu syurga dibuka, pintu neraka ditutup. Bagaimanakah kontekstualisasinya dalam kehidupan sehari-hari?
Benarkah pintu syurga dibuka, orang bunuh diri langsung masuk syurga? Hemat saya, akan menjadi demikian dan salah tafsir jika memahami tidak secara utuh.
Dari apa yang saya simak dari kajian beliau bapak Kyai Tanjung, saya menangkap beberapa poin diantaranya yang pertama, di dalam al-qur’an tidak disebutkan “Allah menciptakan syaitan”, namun hanyalah Allah menciptakan jin dan manusia. Itu artinya syaitan adalah pengaruh-pengaruh dari luar diri. Sedangkan pada setiap manusia memiliki dua potensi, potensi positif dan negativ, atau potensi menjadi hamba yang patuh dan tunduk kepada Tuhan dan potensi kesesatan. Dua potensi inilah yang juga sebagai penghubung syurga dan neraka.