[caption id="attachment_220860" align="aligncenter" width="334" caption="Bangau Emas (flickr.com)"][/caption] Tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 menandai sejarah kelam umat manusia. Sebuah pengalaman pahit, sekaligus pelajaran berharga. Setiap tanggal 6 Agustus bangsa Jepang memperingati peristiwa jatuhnya bom atom di kota Hiroshima, yang diikuti oleh bencana serupa di Nagasaki 3 hari kemudian. Dalam acara peringatan bertajuk "Hiroshima Peace Memorial Ceremony" ini, saat jarum jam menunjukkan tanda waktu pukul 8.15, tepat saat bom atom dijatuhkan puluhan tahun silam, seluruh hadirin mengheningkan cipta (one-minute silence) untuk mengenang para korban (lebih dari 140 ribu nyawa di Hiroshima dan 70 ribu di Nagasaki).
____________________________________________
Beberapa tahun yang lalu kami sempat berkunjung ke "Hiroshima Peace Memorial Park" yang menjadi lokasi annual ceremony ini.
"Hiroshima Heiwa Kinen Kōen" (Heiwa = perdamaian, Kinen = peringatan, Kōen = taman) terletak di tengah kota Hiroshima, tepat di lokasi jatuhnya bom. Kini, jutaan orang yang berkunjung ke tempat itu dapat menyaksikan monumen-monumen yang dibangun untuk mengenang para korban, sekaligus menjadi simbol perdamaian dunia.
Monumen yang menjadi landmark di sini adalah 'HIroshima Peace Memorial' (terkenal juga sebagai "A-Bomb Dome") dan "Memorial Cenotaph".
[caption id="attachment_220855" align="aligncenter" width="500" caption="Rangkaian Bangau Kertas (dok. pribadi)"] A-Bomb Dome & Memorial Cenotaph (dok. pribadi)
"A-Bomb Dome" - salah satu 'situs warisan dunia' (UNESCO World Heritage Site) - adalah gedung yang paling dekat lokasinya dengan pusat ledakan dan sampai sekarang dibiarkan seperti aslinya, dengan kubah yang hanya tinggal kerangka. Sedangkan 'cenotaph' secara harafiah juga berarti monumen yang dibangun untuk mengenang orang yang jasadnya terkubur entah di mana.
Selain kedua monumen itu, yang sangat berkesan dan menarik perhatian saya adalah jutaan burung bangau dari kertas warna warni yang dilipat ala origami, seni melipat kertas khas Jepang (ori, oru = melipat ; gami, kami = kertas). Rangkaian bangau kertas itu digantung dalam ruang-ruang kaca yang terdapat di lokasi Children's Peace Monument. Saat itu saya belum mengerti makna di balik bangau-bangau kertas ini. Saya hanya sempat menyimak dan mendapati bahwa karya origami yang bertebaran di sana berasal dari berbagai belahan dunia. Belakangan baru saya ketahui, ternyata ada cerita menarik, inspiratif dan menyentuh di balik bangau-bangau kertas itu. [/caption] Kisah Sadako-chan [caption id="attachment_220988" align="alignleft" width="224" caption="Patung Sadako Sasaki (wikipedia.org)"] Sadako Sasaki (rers-saint-flour.wifeo.com) Adalah Sadako Sasaki, seorang gadis kecil di Hiroshima, yang menjadi inspirasi di balik jutaan bangau kertas itu. Ia tinggal bersama keluarganya di dekat Misasa Bridge, tidak jauh dari Ground Zero, lokasi jatuhnya bom atom. Sadako-chan (chan = panggilan bagi anak perempuan) baru berusia 2 tahun saat bencana mengerikan itu menimpa kota kelahirannya. Mulanya ia tampak sehat dan baik-baik saja, segalanya berjalan normal seakan tidak terjadi apa-apa. Baru beberapa tahun kemudian, tepatnya di bulan November 1954 saat menginjak usia 9 tahun, mulai timbul gejala-gejala aneh di tubuhnya. Di usia 10 tahun Sadako-chan divonis menderita leukemia, salah satu penyakit yang bisa timbul akibat dampak radiasi bom atom. Ia kemudian terpaksa harus menghabiskan hari-harinya terbaring di Rumah Sakit. Suatu hari, Chizuko Hamamoto, sahabat Sadako-chan, datang menjenguk dan menghadiahinya sebuah kertas origami berwarna emas, berbentuk burung bangau (Jepang: tsuru, Inggris: crane). Di Jepang tsuru adalah hewan yang dianggap suci. Alkisah burung ini dapat mencapai usia 1000 tahun, sehingga dipandang sebagai lambang perdamaian dan umur panjang. Tsuru juga melambangkan cinta dan kesetiaan, karena merupakan hewan monogamis yang hanya memiliki satu pasangan seumur hidupnya. Menjelang sebuah pesta pernikahan, kerabat dan sahabat para mempelai biasanya melipat 1000 tsuru berwarna emas dan menggantungnya sebagai hiasan di kamar pengantin. Hal ini mereka lakukan karena konon menurut tradisi, permohonan seseorang akan terkabul jika ia dapat membuat 1000 tsuru berwarna emas. Tertarik mendengar kisah itu, Sadako-chan pun mulai berusaha membuat 1000 tsuru, berharap dengan begitu permohonannya untuk sembuh dan berumur panjang akan terwujud. Tak ada rotan akar pun jadi. Tak ada kertas emas, kertas apa pun ia gunakan - mulai dari kertas bekas bungkus obat, sampai kertas bekas bungkus kado yang ia peroleh dari hasil berkeliling ke kamar pasien-pasien lain. Chizuko-chan juga membantu membawakan kertas bekas dari sekolah. Melipat tsuru - apalagi sampai 1000 buah - bukanlah hal mudah. Jenis origami yang satu ini cukup rumit, perlu kesabaran dan ketelatenan. Sadako-chan berjuang keras menyelesaikannya, meski tubuhnya semakin lemah. Ia pun berhasil mewujudkan upayanya melipat 1000 tsuru, bahkan lebih. Namun rupanya Sang Maha Kuasa berkehendak lain. Karena kondisi kesehatan yang terus memburuk dari hari ke hari, Sadako-chan punakhirnya menghembuskan nafas terakhir pada tahun 1955 saat berusia 12 tahun. [/caption] Kisah hidup dan perjuangannya menjadi inspirasi bagi publik Jepang, terutama teman-temannya yang kemudian berupaya mengumpulkan dana untuk membangun sebuah monumen peringatan guna mengenang Sadako-chan, maupun ribuan anak lainnya yang menjadi korban dampak ledakan bom atom. 3 tahun setelah ia berpulang, di Hiroshima Peace Memorial diresmikan sebuah patung yang menggambarkan Sadako-chan dan bangau kertasnya. Patung serupa juga dibangun di Seattle Peace Park. Pada kakinya tertulis :
"This is our cry. This is our prayer. Peace on Earth."
(Inilah jeritan kami. Inilah doa kami. Damai di bumi.)
Kisah Sadako-chan menjadi gambaran betapa dahsyat dan mengerikannya dampak senjata nuklir bagi umat manusia, khususnya anak-anak yang belum mengerti apa-apa namun seperti biasa berada di pihak yang lemah dan menjadi korban perseteruan orang dewasa.