Insiden Yeonpyeong Belum sampai seminggu yang lalu, tepatnya Selasa, 23 November 2010, dunia dikejutkan oleh insiden serangan artileri yang menewaskan empat orang korban sipil dan militer di pihak Korea Selatan.(Korsel).Seperti dilansir oleh berbagai media, alih-alih mengaku dan minta maaf, Korea Utara (Korut) malah menuduh Korsel melakukan provokasi dan mengancam akan menyerang dengan lebih ganas lagi.Insiden di Yeonpyeong, pulau di dekat perbatasan kedua negara (yang aslinya) sekandung itu bahkan berujung pada pengunduran diri Menteri Luar Negeri Korsel. Seperti jutaan penduduk bumi lainnya, sudah barang tentu saya sangat terkejut saat pertama kali mendengar tentang hal ini.Rasanya campur aduk... Selain khawatir insiden ini akan memicu perang dalam skala lebih besar yang dikhawatirkan dapat berdampak negatif terhadap kondisi keamanan regional seperti disampaikan oleh Presiden SBY, secara pribadi saya memiliki keprihatinan tersendiri pada konflik kedua negara bersaudara ini. Bukan... Bukan karena saya penggemar Drama Korea yang punya fans bejibun di Indonesia maupun seantero jagat raya itu.Saya hanya pernah menonton beberapa episode, namun selebihnya lebih sering tersenyum-senyum sendiri menyaksikan fanatisme beberapa sahabat terhadap ‘Winter Sonata’ dan lain-lainnya itu. Saking tergila-gilanya, ibu dari seorang teman Jepang saya, nenek dari 2 orang cucu yang umurnya sudah hampir menyentuh kepala 7, sampai bela-belain membawa-bawa foto Bae Yong Joon di dompetnya.G, wanita Korea teman sekelas saya di Kursus Bahasa Perancis bercerita, waktu ia dan keluarganya berlibur ke salah satu negara Afrika, seorang pelayan restoran terus menerus nyerocos tentang Drama Korea, padahal teman saya sendiri malah tak pernah nonton sama sekali, hehehe... Lha, kok jadi ngelantur ke Drama Korea yak ?!! Korean Demilitarized Zone (DMZ) Secara pribadi saya memiliki keprihatinan khusus tentang masa depan hubungan kedua Korea yang konfliknya (ternyata) tak kunjung mereda ini karena beberapa tahun yang lalu saat kebetulan berkunjung ke Seoul, Korsel, kami menyempatkan pula ke Korean Demilitarized Zone (Zona Demiliterisasi Korea) yang biasa disingkat DMZ. Ide untuk berkunjung ke DMZ mulanya dilontarkan oleh suami.Saya sendiri saat itu sama sekali buta, tak tahu menahu ‘binatang’ apa sih DMZ ini ? Tapi suami sangat bersemangat sekali.Untungnya seorang sahabat kami yang bersama keluarganya tinggal di Seoul bisa membantu memesankan tour ke DMZ yang konon sempat tidak mudah dikunjungi (menurut pengalaman seorang teman yang pernah ke Korsel namun tidak mendapat izin untuk berkunjung ke DMZ). ‘Kita harus ke sana ! Siapa tahu nanti beberapa tahun lagi Korea Utara dan Selatan bersatu kembali seperti peristiwa runtuhnya Tembok Berlin di Jerman. DMZ akan tinggal sejarah,’ demikian kilah suami.Singkat cerita, akhirnya kami jadi juga berangkat ke DMZ walaupun perlu waktu lumayan lama menempuh perjalanan di tengah cuaca yang kurang bersahabat. Ternyata memang memasukkan DMZ ke dalam itinerary merupakan langkah yang sangat tepat. Untung kami lebih memilih ke DMZ dari pada ke lokasi-lokasi syuting Drama Korea yang nota bene merupakan objek wisata favorit di sana. Sampai saat ini, kunjungan ke daerah perbatasan kedua Korea itu masih merupakan salah satu perjalanan paling mengesankan bagi saya. Berada di sana rasanya seperti sedang masuk ke dunia lain, atau seperti sedang terlibat dalam syuting film perang ! Udara dingin berkabut dan mendung yang menggantung makin memperkuat kesan ini. Sekilas Sejarah DMZ Menurut terminologi kemiliteran, Demilitarized Zone (DMZ) adalah sebuah wilayah netral yang terletak di perbatasan antara dua kekuatan militer / negara, tertutup bagi aktivitas militer, serta ditetapkan berdasarkan perjanjian gencatan senjata atau perjanjian bilateral maupun multilateral (terjemahan bebas dari situs wikipedia). [caption id="attachment_77169" align="aligncenter" width="663" caption="Peta Wilayah Sekitar DMZ (dok. pribadi)"][/caption] Korean DMZ adalah buffer zone antara Korut dan Korsel, yang membelah Semenanjung Korea (Korean Peninsula) menjadi dua bagian, membentang sepanjang 250 km dengan lebar kira-kira 4 km, serta merupakan wilayah perbatasan dengan kekuatan militer terbesar di dunia (most heavily militarized border in the world).Meskipun diperlengkapi dengan armada super lengkap, aktivitas militer di wilayah ini justru dilarang karena merupakan ‘zona damai’. Jika ditelusuri, sejarah pecahnya Korea ternyata sudah dimulai pada tahun 1896, ketika Rusia dan Jepang berupaya menanamkan pengaruh di Korea. Untuk mencegah konflik, Jepang mengusulkan untuk membagi wilayah ini menjadi dua (Utara-Selatan), ditandai oleh garis lintang 38 derajat yang melintasi Korea di sebelah utara khatulistiwa (38th parallel). Namun pada akhirnya, Jepanglah yang berhasil menguasai seluruh wilayah Korea. Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II tahun 1945, Amerika Serikat pun menetapkan garis batas – yang secara kebetulan juga terletak tepat pada 38th parallel – untuk membatasi wilayah yang diduduki oleh tentara AS (Selatan) dan tentara Rusia yang saat itu masih dikenal sebagai Uni Soviet (Utara). Kegagalan pelaksanaan Pemilu yang direncanakan pada tahun 1948 makin mempertajam konflik antara kedua Korea, dan kemudian upaya invasi Korut ke wilayah Korsel tahun 1950 memicu meletusnya Perang Korea yang berlangsung antara 1950-1953. Setelah PBB dan beberapa negara besar turut campur tangan, gencatan senjata berhasil dicapai dan ditetapkanlah Demilitarized Zone yang terletak di sekitar perbatasan awal, 38th parallel. Ada beberapa tempat penting yang bisa dikunjungi di sekitar wilayah DMZ, antara lain Imjingak, Bridge of Freedom, Dora Observatory, Incursion Tunnels dan Dorasan Station.Paling tidak tempat-tempat inilah yang masih saya ingat dan sempat terekam kamera kami hampir 5 tahun yang lalu. Imjingak Park Imjingak adalah semacam Memorial Park yang berlokasi di tepi Sungai Imjin di kota Paju, Korsel, dimana banyak terdapat patung-patung dan tugu-tugu peringatan dari masa Perang Korea. Tempat ini dibangun untuk mengenang pemisahan kedua Korea yang menimbulkan luka mendalam bagi masyarakat kedua negara yang tak dapat bertemu dengan handai taulan dan sanak saudara gara-gara perpecahan itu. [caption id="attachment_77171" align="aligncenter" width="720" caption="Keterangan Memorial Altar (dok. pribadi)"]
[/caption]
Menurut salah satu prasasti yang terdapat di Memorial Altar (lihat foto), tak lama seusai PD II, sekitar 5 juta orang penduduk Korut melarikan diri ke Korsel untuk menghindari tekanan Pemerintah Komunis Korut yang brutal, juga dari pendudukan tentara Uni Soviet saat itu.Setiap tahun pada Hari Raya Ch’usok, para pencari kebebasan dari Utara itu (northeners) membuat temporary altar di sekitar lokasi ini untuk mengenang keluarga mereka yang tertinggal atau bahkan terkubur di kampung halaman. [caption id="attachment_77172" align="alignleft" width="300" caption="Memorial Altar (dok. pribadi)"]
[/caption]
Pemerintah Korsel lalu mendirikan monumen di Imjingak yang menghadap ke Utara ini.Pembangunannya dirampungkan pada tahun 1985, dan menelan biaya sekitar 500 juta won (US$ 568 ribu).Di monumen ini terdapat dupa yang menyala, sebagai simbol kerinduan para northeners itu akan penyatuan kembali tanah air mereka serta doa yang dipanjatkan bagi arwah nenek moyang mereka yang terbaring di Utara.7 tugu granit di belakang altar melambangkan 5 propinsi di Korut serta 2 propinsi Korsel yang sebagian wilayahnya terdapat di Korut. Bridge of Freedom Bridge of Freedom yang merupakan bagian dari
ImjingakPark dan melintasi Sungai Imjin tadinya adalah rel kereta.Jembatan ini pada masa Perang Korea digunakan untuk melintas oleh tawanan perang atau para tentara yang kembali dari Utara. Pada sebuah lokasi terdapat pagar kawat dimana tergantung ribuan carik kain maupun kertas berisi tulisan-tulisan dengan huruf Korea, yang konon berisi jeritan hati orang-orang yang mengimpikan penyatuan kembali kedua negara. [caption id="attachment_77173" align="aligncenter" width="345" caption="Bridge of Freedom (dok. pribadi)"]
[/caption] Yang saya rasakan saat itu, aura duka yang mendalam sangat nyata di tempat ini.Bisa dibayangkan betapa terkoyaknya perasaan mereka yang tak bisa bersua kembali dengan orang-orang yang mereka kasihi.Mendung dan kabut makin menambah sendu suasana.
Dora Observatory [caption id="attachment_77174" align="alignleft" width="300" caption="Dora Observatory (dok. pribadi)"]
[/caption]
Dora Observatory terletak di sisi Selatan dari garis 38th parallel.Kompleks ini terletak di puncak Dorasan (MountDora), dan merupakan wilayah Korsel yang paling dekat dengan Korut. Di sini kita dapat ‘memata-matai’ Korut dari kejauhan dengan menggunakan teropong yang tersedia.Yang terlihat antara lain Propaganda Village, sisa-sisa peninggalan dari masa keemasan Korut yang terletak di dalam wilayah DMZ, serta kotaKaesong dimana terdapat sebuah kawasan industri Korut. Itu menurut wikipedia dan beberapa situs lainnya, sih… Saya sendiri terus terang sudah tak ingat lagi apa yang saya saksikan waktu itu.Yang masih saya ingat adalah kehadiran para tentara yang rajin berpatroli di sekitar situ.Dan sepanjang ingatan saya, mereka tidak seram-seram amat kok. Pengunjung malah diperbolehkan foto bersama dengan para tentara ini, walau mereka tentu saja tak pula tersenyum lebar. [caption id="attachment_77175" align="aligncenter" width="300" caption="Photo Line (dok. pribadi)"]
[/caption] [caption id="attachment_77176" align="aligncenter" width="300" caption="Tentara di Dora Observatory (dok. pribadi)"]
[/caption]
Namun sesi foto-foto hanya diizinkan untuk dilakukan di belakang garis kuning bertuliskan ‘Photo Line’, yang posisinya cukup jauh dari tembok pembatas.Jadi hampir tidak mungkin mengambil gambar wilayah Korut secara jelas.Mungkin hanya wartawan dengan izin khusus yang diperbolehkan. Selain itu, kami juga sempat menyaksikan pemutaran film dokumenter tentang Perang Korea dan Division of Korea di dalam gedung yang terdapat di Dora Observatory ini.Saya lupa adegan-adegan apa saja yang ditampilkan, tapi yang jelas kisah-kisah nyata itu sempat menguras emosi dan sanggup membuat saya berurai air mata. Incursion Tunnels Menurut wikipedia, sejak 36 tahun yang lalu (15 November 1974) di wilayah Selatan DMZ telah ditemukan beberapa terowongan (incursion tunnels) yang diduga kuat digali oleh pihak Korut untuk melakukan invasi militer ke Korsel.Dugaan ini didasarkan pada karakteristik ledakan yang digunakan untuk membuat terowongan.Korut sendiri berdalih bahwa terowongan itu digali untuk membuka tambang batubara, namun kenyataannya sama sekali tidak ditemukan batubara di sana. [caption id="attachment_77177" align="alignright" width="300" caption="Gerbang ke 3rd Tunnel (wikipedia)"]
[/caption]
Terowongan-terowongan yang mengarah dari Utara ke Selatan ini konon cukup besar untuk memuat satu batalion yang dapat melakukan infiltrasi dalam waktu satu jam, namun tidak dapat dilalui oleh tank atau kendaraan perang lainnya.Konstruksinya juga semakin hari semakin ‘canggih’, seperti 3rd Tunnel yang dibangun dengan posisi kemiringan tertentu untuk mencegah terhentinya pasokan air. Beberapa dari terowongan ini dibuka untuk pengunjung.Kami sempat juga masuk ke bawah tanah sana, menuruni jalan sempit dan gelap, dan kembali mendaki jalan yang menanjak.Sayang pengunjung tidak diperkenankan mengambil foto.Namun dari foto yang saya pinjam dari wikipedia ini, ingatan saya kembali disegarkan.Bahwa saya dulu juga pernah mengenakan helm kuning itu… Dorasan Station Dorasan Station adalah sebuah stasiun kereta api di Gyeongui Line, yang dulu pernah menghubungkan Korea Utara dan Selatan.Posisinya ada di ujung utara Korsel, hanya selangkah menjelang perbatasan dengan Korut.Tulisan ‘To Pyeongyang’ menjadi gambaran betapa sebetulnya kami sudah sangat dekat dengan paruh Utara negeri ginseng itu.Tak hanya itu, cap baru pun bahkan sempat bertengger di paspor kami. [caption id="attachment_77178" align="aligncenter" width="348" caption="Dorasan Station (dok. pribadi)"]
[/caption]
Saat kami berkunjung ke sana, stasiun ini sudah hampir 100% rampung dan kabarnya akan segera dioperasikan.wikipedia menyebutkan bahwa pada Desember 2007, kereta barang yang membawa pasokan bahan baku dari Selatan menuju Kawasan Industri Kaesong di Utara sudah mulai beroperasi.Sayangnya setahun kemudian Pemerintah Korut kembali menutup perbatasan menyusul sebuah konflik politik.Terakhir pada Januari 2010, kesaksian seorang turis mengkonfirmasi bahwa Dorasan Station benar-benar telah ditutup untuk kereta jenis apa pun, namun masih terbuka untuk turis. Kalau sebelumnya saat menyaksikan film dokumenter yang menyedihkan tentang Perang Korea perasaan saya sempat mengharu biru, kunjungan ke Dorasan Station agak menghibur dan memberi rasa optimis bahwa suatu saat tak mustahil Reunifikasi Korea bisa saja terjadi.Optimisme itu muncul membaca baris-baris kalimat yang tertera di sana : “Dorasan Station is not the last station from the South, but the first station toward the North.”
Bagi saya pribadi kalimat itu menyiratkan harapan penyatuan dua negara bersaudara ini.Mungkin saja dengan kontak-kontak yang terus dilakukan, disertai kerinduan rakyat Korea untuk bersatu, ditunjang oleh niat baik para pemimpin kedua negara serta dukungan masyarakat internasional, hil yang mustahal itu bisa terwujud.Saya sungguh berharap banyak saat itu… Semoga Kembali Bersatu Beberapa tahun yang lalu, saya membaca sebuah buku berisi kumpulan fiksi Korea yang di antaranya juga berkisah tentang Perang Korea.Sayang saya tak ingat lagi judul bukunya, namun pada bagian Pengantar buku itu ada hal yang sangat berkesan bagi saya karena tak pernah terpikirkan sebelumnya. Di sana dilukiskan bahwa hal paling menyakitkan yang timbul dari Perang Korea adalah bahwa mereka harus memerangi saudara kandung sendiri.Adalah hal yang mungkin mulia bagi sebagian orang ketika dapat membunuh musuh yang berbahaya, misalnya seperti Perang Kemerdekaan Indonesia dimana kita berupaya merebut hak kita dari tangan penjajah. Namun kasusnya sangat berbeda dalam Perang Saudara seperti yang terjadi di Korea.Kondisi politik internasional maupun regional saat itu dan keegoisan para pemimpin memaksa mereka untuk saling menghabisi, saling menyakiti. Insiden Yeonpyeong beberapa hari lalu rasanya masih belum akan selesai dalam waktu dekat.Saat ini negara-negara besar dan dunia internasional masih terus berikhtiar melakukan pendekatan, khususnya membujuk Cina sebagai sekutu utama Korut untuk mengupayakan agar negara itu tak melanjutkan agresivitasnya. Sebagai pribadi, apa sih yang bisa kita lakukan ?Mungkin cukup dengan menyelipkan hal ini dalam doa-doa kita.Bagaimana pun, saya masih tak rela membunuh harapan yang pernah ada, bahwa kelak kedua saudara itu akan kembali bersatu dalam damai… Semoga !Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya