Keputusan Jokowi (JKW) yang akhirnya membatalkan Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri siang tadi, sebenarnya sudah dapat diprediksi (menurut saya). Baca beritanya disini dan disini.
Sebagai orang yang awam politik pun, saya sudah menduga keputusan ini merupakan jalan tengah terbaik, termasuk langkah awal mengurai kekusutan konflik Polri vs KPK.
Jujur, saya sendiri mulai mempertanyakan kredibilitas KPK sejak di bawah pimpinan Abraham Samad (AS). Dari pengamatan membaca artikel saya meyakini AS mempunyai ambisi politik dengan memanfaatkan kedudukan strategisnya di KPK. Toh bagi saya KPK tetaplah sebuah lembaga yang berisi sekumpulan manusia yang tentu saja tak luput dari nafsu, syahwat :)
Jadi keputusan membatalkan BG sebagai Kapolri dan mengeluarkan Keppres untuk memberhentikan pimpinan KPK yang diduga terlibat beberapa kasus pelanggaran hukum sudah merupakan langkah paling tepat sejauh ini.
Kekuatan JKW terbesar adalah dukungan rakyat. Jadi akan menjadi sebuah bumerang jika keputusan yang diambilnya kontra dengan kehendak rakyat. DPR dan koalisi partai pendukungnya jelas bukanlah representasi suara rakyat.
Yang menarik tentu saja pertimbangan-pertimbangan dibalik keputusan ini. Ternyata media sosial seperti twitter ikut berkontribusi. Dalam keputusan yang diumumkannya, JKW sempat menyebut Vox populi vox dei, suara rakyat suara Tuhan. Dan media sosial merupakan perwakilan suara rakyat.
Kegaduhan di sosial media (twitter) ternyata juga diakui telah dipantau oleh Istana. Baca beritanya disini . Ini menjadi sebuah warning bagi  semua elite politik, yang mempunyai wewenang menentukan kebijakan, bahwa suara rakyat sudah mampu terakomodir menjadi sebuah kekuatan besar yang mengawal kebijakan. Mesin politik mereka tentu saja melalui sosial media, yang tanpa batas (no boundaries)
Rakyat yang manakah ini? Tentu saja rakyat yang jelas. Yang sudah teredukasi isu-isu politik. Dan mereka ini adalah kelas menengah (lagi-lagi middle class Indonesians). Mereka yang mampu berinteraksi di dunia digital, sosial media, yang menjadikan demokrasi bukan sebagai alat untuk mencapai kemakmuran justru menganggap bahwa demokrasi adalah sebuah cita-cita.
I am proud to be of them...Hidup Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H