Mulai tertarik mengikuti karya bang Yusran setelah membaca rahasia tulisan juaranya, dan tertambat pada buku hasil tempaan produktivitasnya sebagai seorang blogger sekaligus seleb di kompasiana :) [caption id="" align="aligncenter" width="318" caption="www.goodreads.com"][/caption] Kopi Sumatera di Amerika ini bercerita tentang potongan hidupnya selama dua tahun di Athens, Amerika, ketika  menjadi seorang scholar, setelah memenangklan beasiswa dari Ford Foundation di Ohio University. Dalam rahasia tulisan juaranya , bang Yusran menyebutkan salah satu poin yang menjadikan nilai lebih tulisan adalah keunikan gagasannya. Nah, keunikan ini sudah terlihat dari judul bukunya yang sering orang berpikir ini adalah buku tentang kopi Indonesia yang populer di Amerika :) Membaca buku ini juga tak membuat kita harus mengernyitkan dahi, berpikir keras. Karena membaca kumpulan tulisan ini senyaman kita membaca blog pribadi, atau bahkan seperti sedang ikut dalam petualangan berkeliling menjelajah kehidupan masyarakat di sebuah negara Adidaya. Gaya bertutur, narasinya bahkan sering menggunakan kata yang  romantis.  Saya jadi lebih mudah menebak seperti apa pribadi penulis yang sepertinya pemuja wanita :) Pengalaman selama menjalani kehidupan di negeri orang tentu saja merupakan pengetahuan yang mahal.  Dan menjadi tak sia-sia ketika dituliskan dalam sebuah catatan dan dibukukan. Sesuai pepatah ikatlah ilmu dengan menuliskannya. Buku ini banyak mengkritisi pandangan banyak orang Indonesia yang justru lebih terobsesi dengan budaya kebarat-baratan. Kalau boleh jujur, di jejaring sosial seperti Path dan Instagram, selebgram yang memposting gaya busana dengan brand luar seperti ZARA, Mango, TopShop, Forever 21 menjadi daya tarik para follower. Di Path pun, check-in ketika nongkrong di gerai kopi franchise seperti Starbucks seolah harus diumumkan. Yaelah... :) Ini menjadi sebuah paradoks, bahwasanya justru di luar sana, kebudayaan kita seperti Wayang justru sangat diminati. Sampai-sampai seorang Profesor mempelajari filosofinya. Coba, berapa dari kita yang paham tentang Wayang? Saya saja cuma hafal nama Pandawa :) Dan kopi yang dinikmati di gerai Starbucks pun justru adalah kopi yang diimpor dari Indonesia. Memang, sebuah gengsi itu jauh lebih mahal harganya :) Tak hanya itu, Amerika yang dianggap negara sejahtera dan membanggakan kapitalisme, nyatanya banyak orang miskin yang harus ikut mengantre makanan dan juga para gelandangan yang tidur di jalanan. Demo-demo yang mengatasnamakan 99% komunitas terhadap 1% penduduk yang menguasai perekonomian di Amerika menjadi bukti kapitalisme bukanlah sebuah sistem ekonomi yang mampu membawa pada kemakmuran. Pernak -pernik buku ini bukan hanya tentang perbandingan Amerika dan Indonesia, tetapi juga tokoh inspiratif yang menjadi contoh agen Rahmatan Lil Alamin, cerita haru tentang pertemuan Michael dan Hannah, termasuk pernikahan seorang kawannya lewat skype dengan mahar yang unik. Jadi selamat membaca saja. Nih saya bagi rating dan comment di Goodreads :) Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H