Mohon tunggu...
Popy Indriana
Popy Indriana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Talkative outside, an introvert inside.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menaikkan BBM, Menghapus Subsidinya, Sudahkah Merupakan Langkah Paling Benar?

29 Agustus 2014   23:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:09 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi BBM Langka sumber :kabarlingga.com

Ramainya berita kelangkaan BBM sudah menghiasi headline media mainstream, status di sosial media, pun juga di kompasiana ini. Biarpun bukan orang yang harus ikut mengantre, tetapi seperti ada yang masih mengganjal jika tidak diluapkan. [caption id="" align="aligncenter" width="350" caption="Ilustrasi BBM Langka sumber :kabarlingga.com"][/caption] Pertanyaannya, sudah tepatkah BBM dinaikkan? Atau tentang usulan penghapusan BBM bersubsidi itu sudah kebijakan paling tepat sasarankah? Ah saya tak yakin jika itu akan menjadi solusi terbaik yang lantas bisa mengurai banyak masalah di negara ini. Lagi-lagi rakyat yang harus menanggung. Bagaimana negara yang sebelumnya pernah menjadi bagian organisasi OPEC justru rakyatnya tidak merasakan murah dan mudahnya mendapat BBM. Ada banyak kebijakan revolusioner yang lebih signifikan tetapi butuh keberanian, ketegasan, dan kejernihan hati seorang pemimpin.

  1. Berantas mafia migas. Sudah rahasia umum ada banyak sekali mafia yang menginginkan Indonesia terus menjadi negara pengimpor. Sebut saja, mulai impor minyak-gas, daging, mobil, sampai urusan bawang langka saja solusi yang diambil lagi-lagi ya impor. Tepatlah jika Indonesia dijuluki negeri konsumen kronis.
  2. Untuk rencana jangka panjangnya, ya tentu saja mendorong bertumbuhnya investasi untuk eksplorasi minyak di Indonesia serta penambahan kilang minyak untuk meningkatkan produksi minyak. Dananya darimana? Saya yakin jika mau jujur ,transparan, dan tepat sasaran, dana APBN bisa mengcover hal ini termasuk dana yang dikelola Pertamina.
  3. Informasi yang saya baca, kebutuhan konsumsi BBM di Indonesia sudah melebihi produksi dalam negeri yang sekitar 850 ribu barel per hari. Nah, berarti jika sudah kritis seperti ini ya batasi jumlah kendaraan. Bisa dimulai dari pembatasan tahun kendaraan yang beredar, persulit kredit kepemilikan motor serta hapus LCGC. Kalau memang tidak mampu membeli mobil baru, beralihlah ke transportasi publik. Tentu konsekuensi lanjutan untuk hal ini, adalah mutlak perbaikan layanan transportasi publik. Tak sulit membiasakan diri dari menggunakan mobil pribadi ke kendaraan umum. Saya contoh nyatanya :)
  4. Usul anggaran di semua kementerian mulai direview. Terutama di kementerian perhubungan. Saya banyak mendapat cerita, bahkan melihat sendiri saudara yang bekerja di kementerian ini sering melakukan perjalanan dinas. Survey bantalan rel kereta saja sampai ke China dan terutama akhir tahun , banyak sekali acara jalan-jalan ke Luar Negeri yang kentara sekali sebagai rutinitas menghabiskan anggaran tetapi masalah transportasi tidak pernah terpecahkan. Alihkan anggaran ini untuk kebijakan yang tepat sasaran, kesehatan, pendidikan, dan transportasi publik.
  5. Dan usulan terakhir supaya APBN tidak defisit lagi, stop penerimaan CPNS. Berapa banyak lagi anggaran yang harus dikeluarkan untuk membiayai gaji, operasional  termasuk perjalanan dinas mereka. Maximalkan fungsi kerja mereka. Denger-denger Jokowi akan memangkas beberapa kementerian. Ya sudah PNS-PNS yang terkena perampingan ini bisa dialihkan tenaganya di kementerian lain yang membuka lowongan CPNS. Sesekali perampingan terjadi disebuah institusi negara, masa hanya di swasta saja.

Kira-kira ini saja uneg-uneg saya. Semoga terealisasi karena saya tidak pernah putus harapan terhadap negara tempat saya berpijak. Indonesia yang dengan sedih tetap saya cinta :) Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun