Mohon tunggu...
Pepperless Pop
Pepperless Pop Mohon Tunggu... Jurnalis - -

When you give yourself a chance to enjoy music, by reviewing it.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Melawan Gajah dengan CCTV

23 Oktober 2013   23:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:07 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meminjam istilah warga Betawi, akrabnya istilah korupsi di telinga kita ibarat kagak ade matinye. Berita di berbagai stasiun televisi maupun media cetak, diskusi resmi ala pakar hingga obrolan ringan ibu-ibu di pasar, berkontribusi besar melekatkan istilah korupsi itu sendiri di telinga kita. Beberapa nama yang awalnya tidak kita kenal, kini menjadi akrabdi telinga kita sesaat setelah dugaan korupsi dituduhkan pada mereka. Sebut saja nama-nama seperti Nunun Nurbaeti, Mindo Rosalina, atau Yulianis yang kalau bukan karena kasus-kasus korupsi yang mereka hadapi, publik tidak pernah tahu siapa mereka. Lain halnya dengan beberapa nama yang memang telah dikenal publik sebelumnya, sebut saja nama-nama seperti Angelina Sondakh dan Miranda Gultom yang sering mengisi kolom-kolom berita bahkan sebelum ada kasus dugaan korupsi yang menimpa mereka.



Mengutip potongan sebuah peribahasa lama, kini korupsi layaknya gajah di pelupuk mata kita. Begitu dekat tapi, ntah kenapa, ada kesulitan untuk mengerti bentuk asli sang gajah. Apa saja bentuk dan bagaimana bentuk gajah itu hanya diketahui oleh sebagian kecil orang. Penjelasan tentang korupsi atau apa saja bentuk korupsi itu sendiri terkadang menjadi informasi mahal dan tergolong dimengerti dalam pengertian yang teramat sempit. Cara kita memandang korupsi ini persis layaknya kisah lawas orang buta dengan seekor gajah. Dikisahkan orang buta pertama menyentuh belalai gajah lalu beranggapan gajah itu panjang layaknya ular, kemudian orang buta kedua memegang gading sang gajah, lalu ia menyimpulkan bentuk gajah itu runcing seperti tombak. Lain lagi dengan orang buta ketiga yang menyentuh ekor sang gajah, ia lalu beranggapan gajah itu panjang seperti seutas tali. Sedangkan orang buta keempat menganggap gajah itu lebar seperti sebuah kipas karena ia memegang telinga sang gajah. Perbedaan cara pandang ini sejatinya akan mempengaruhi cara kita menyikapi korupsi itu sendiri. Selain itu, sudut pandang yang salah justru juga akan memperbesar kelemahan kita untuk melawan sang gajah. Bagaimana mungkin gajah dapat kita lumpuhkan apabila kita belum bisa melihat bentuk sang gajah yang sebenarnya.

Strategi pertama melawan sang gajah yaitu ketahui bentuk sang gajah. Know your enemy. Ketahui apa yang harus kita lawan. Brainstorming tentang apa dan bagaimana korupsi itu sejatinya tidak saja hanya akan membantu kita mengetahui bentuk asli musuh kita juga akan membantu membangun kehati-hatian atau awareness dalam melawan sang musuh. Dengan membangun pengetahuan dan visi yang sama tentang korupsi, kita tidak hanya sedang membangun sistem pertahanan namun sekaligus membangun sistem perlawanan terhadap korupsi itu sendiri. Best defense is a good offense. Perlawanan terhadap korupsi bukan hanya dengan mempertahankan diri tapi dengan menyerang. Whistleblowing system ialah salah satu pilihan yang bisa kita gunakan dalam perlawanan terhadap korupsi. Perlawanan terhadap korupsi itu pilihan, begitu juga dengan pilihan menggunakan mekanisme yang sudah ada. Seberapa baiknya sistem perlawanan yang institusi ini buat tidak akan sebaik apabila kita bersama-sama menggunakannya. Lebih jauh lagi, whistleblowing system juga sejatinya akan membangun kesadaran masing-masing individu untuk tetap di jalur yang telah ada. Mekanismenya ialah mentransformasi seluruh stakeholder menjadi semacam pengawas internal, layaknya Closed Circuit Television (CCTV) dalam bentuk manusia. Masing-masing individu dituntut menjadi elemen penggerak serta bersama-sama berkomitmen dalam perlawanan terhadap segala bentuk tindakan korup. Output jangka panjang dari whistleblowing system ini sebenarnya bukan menjatuhkan hukuman sebanyak-banyaknya atau memberikan efek jera, namun lebih kepada terbentuknya suatu sistem imunitas masing-masing individu terhadap godaan melakukan tindakan korupsi. Dalam jangka panjang sistem ini tidak lagi menjadi bentuk perlawanan namun lebih kepada membangun mekanisme pencegahan. Sasarannya bukan lagi menimbulkan rasa takut untuk melakukan korupsi tapi merasa wajib untuk jauh dari tindakan korupsi.

Melawan korupsi itu bukan perkara mudah, tapi bukan berarti sesuatu yang mustahil. Menjadi hal mustahil pada saat tidak ada seorang pun yang memilih untuk mengaktifkan CCTV-nya, pada saat semua orang memilih untuk menutup mata mereka dan berpura-pura tidak melihat sang gajah atau pada saat tidak ada seorang pun yang memilih untuk mengakui keberadaan sang gajah di hadapannya. Kelak, di saat kita semua telah mengaktifkan seluruh CCTV itu, sang gajah hanya akan tinggal nama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun