Mohon tunggu...
Yusuf Kusuma Eduardus
Yusuf Kusuma Eduardus Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ketua Komisi Komunikasi Sosial Kevikepan Kedu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

150 tahun Romo van Lith : Dari Muntilan Merajut Indonesia.

15 Mei 2013   11:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:33 1597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13685925632089195756

Minggu terakhir bulan Mei ini, tepatnya tanggal 24 sampai 26 Mei 2013 yang akan datang di kompleks Gereja St. Antonius Muntilan akan digelar peringatan 150 tahun Romo van Lith, seorang pastor ordo Serikat Yesus yang lahir di Belanda pada 17 Mei 1863. Dia datang ke Jawa tahun 1896, meninggal di Semarang pada 17 Mei 1926 dan dimakamkan di Kerkof Muntilan tak jauh dari kompleks sekolah asrama SMA Pangudi Luhur van Lith. Berbagai acara telah dipersiapkan yang dibingkai dalam tajuk ‘Dari Muntilan Merajut Indonesia’ diantaranya ; Panggung Orang Muda, Pagelaran Wayang Wahyu dengan bintang tamu Den Baguse Ngarso dan Marwoto, Geger Budaya, apresiasi film ‘SOEGIJA’ dengan puncak acara Perayaan Ekaristi Syukur bersama Uskup Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta dan Pesta Rakyat pada hari Minggu, 26 Mei 2013. Acara akan dibuka Jum’at sore 24 Mei dengan penyalaan api van Lith di Kerkof Muntilan yang kemudian diarak menuju Gereja St. Antonius Muntilan. Dalam saresehan budaya pada Sabtu siang 25 Mei akan hadir diantaranya Ratih Ibrahim, Samuel Indratma, Arswendo Atmowiloto dan Sitras Anjilin, sementara malam harinya bincang – bincang bersama Garin Nugroho, Endah Laras, Annisa Hertami dan Dr. G.Budi Subanar SJ disamping Djaduk Ferianto bersama orkes Sinten Remennya. Para seniman komunitas lima gunung juga akan terlibat dalam acara tersebut pada Minggu siang 26 Mei dengan mengusung komposisi ‘Poncodriyo Kuwalik’.

Pastor Fransiskus van Lith SJ. pada sekitar tahun 1863-1926berkarya dan menetap di Desa Semampir pinggir Kali Lamat di Kota Kecamatan Muntilan Jawa Tengah. Di desa itulah ia mendirikan sebuah sekolah dan bangunan gereja yang sederhana.Salah satu pernyataan Romo van Lith kini dipahatkan pada prasasti yang dibangun dihalaman dalam SMA van Lith Muntilandan diresmikan pada tanggal 26 Mei 2012 berbunyi :‘Tujuan kita adalah memberi pendidikan yang tinggi kepada pemuda-pemuda Jawa (Indonesia) sehingga mereka mendapat kedudukan yang baik di dalam masyarakat’.

Kebudayaan Jawa

Romo van Lith menjalankan misinya untuk ‘menaklukkan hati orang Jawa’ dengan menggunakan jalan kebudayaan. Ini mengingatkan pada pendekatan para Wali (songo) ketika mereka menjalankan misi penyebaran agama Islam. Mungkin van Lith juga ‘belajar’ dari para wali itu, bahwa orang Jawa tidak mudah menerima suatu ajaran atau budaya baru dengan begitu saja, apalagi dengan cara-cara pemaksaan. Kebudayaan Jawa lebih mudah ‘menyerap’ budaya baru itu, menjadi ‘Jawa baru’ atau hibriditasi.Seperti halnya ‘Islam Jawa’, dalam praktek-praktek ritualnya agama Katolik di Jawa juga akrab dengan idiom budaya Jawa seperti penggunaan bahasa, gamelan atau tembang-tembang Jawa, serta yang paling kontemporer adalah wayang ukur (wayang kulit dengan cerita Yesus), demikian tulis pengamat budaya Mualim M Sukethi di akun ‘Sahabat BOROBUDUR’ yang ia dirikan. Van Lith sangat memahami filosofi manusia Jawa yang menempatkan hubungan manusia dengan Tuhan pada tataran yang sangat tinggi. Serendah-rendahnya kedudukan seorang Jawa, dalam setiap doanya selalu menyebut Tuhan dengan ungkapan dan bahasa yang agung dan halus.Lebih lanjut dikatakan alumnus IKJ ini : ‘Sejak semula memang van Lith tidak berambisi untuk sesegera mungkin dapat membaptis orang. Ia lebih berpendirian, biarlah orang melihat kasih Kristus lewat kehadiran dirinya entah akhirnya memutuskan menjadi Kristen atau tidak. Bagi seorang van Lith, Allah sendirilah yang akan berkarya memanggil orang per orang. Dirinya hanyalah menjadi sarana’.

Sekolah Guru

Pada Tahun 1906 van Lith mendirikan sekolah guru untuk masyarakat Jawa. Disekolah inilah van Lith menempatkan pendidikan sebagai unsur terpenting dalam kaderisasi masyarakat Jawa. Lewat pendidikan sekolah di Muntilan dihasilkan elite politik Katolik seperti IJ. Kasimo, Frans Seda, Mgr. Soegija Pranata dan sejumlah tokoh lain.Tujuan pendidikan yang ia selenggarakan adalah meningkatkan kualitas anak-anak Jawa sehingga mereka mendapatkan kedudukan yang baik dalam masyarakat. Gereja dan sekolah itu kemudian tahun 1911 berkembang menjadi kompleks St Franciscus Xaverius College Muntilan.Tahun 1948 kompleks sekolah ini dibakar, namun dari sanalah sudah dihasilkan cukup banyak elite Katolik Indonesia. Kompleks sekolah di Muntilan itu hingga saat ini masih ada,selain gereja St. Antonius Muntilan di sana juga masih ada sekolah berasrama SMA Pangudi Luhur van Lith.Kemudian di kompleks itu juga dibangun Museum Misi Muntilan. Dikatakan juga oleh Mualim bahwa : ‘Pada masa transisi kemerdekaan itu memang banyak terjadi kesalahpahaman, khususnya kepadabanyak hal yang berbau Belanda dan Kristiani. Tak hanya Sekolah Muntilan, Sekolah Putri Mendut yang bisa dikatakan sekolah bagi kaum perempuan yang dianggap paling modern saat itu juga dibumihanguskan. Kalau Sekolah Muntilan kemudian dibangun kembali hingga kini jadi komplek lembaga pendidikan bergengsi, berbeda dengan nasib Sekolah Mendut justru mengenaskan. Tinggal penggalan gapura yang menandai bahwa di situ dulu pernah berdiri kompleks sekolah’. ‘Dalam Gereja Katolik di Indonesia kaum intelektual sudah sejak semula mempunyai peran yang mengagumkan. Di berbagai daerah tulang punggung perkembangan umat adalah para guru. Dankaum awam Katolik telah melibatkan diri secara aktif dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia.’, demikian dikatakan Paus Yohanes Paulus II saat berkunjung ke Indonesia tanggal 10 Oktober 1989.

SMA van Lith dan Museum Misi

Bruder Alb. Suwarto FIC, kepala sekolah SMA Van Lith Muntilan saat itu (2012), ditengah – tengah peresmian monumen empat Pahlawan Nasional yang menandai perayaan Hari van Lith tahun 2012 ; Yos Sudarso, Mgr. Alb.Soegiya Pranoto, IJ. Kasimo dan C. Simanjuntak yang mengapit patung Romo van Lith di pelataran sekolah itu menerangkan mengenai latar belakang dibagunnya monumen pahlawan Nasional, yang adalah juga alumni sekolah van Lith dimaksudkan untuk memberikan inspirasi kepada siswa-siswi tentang betapa pentingnya pendidikan rohani dan nasionalisme.Dalam karya mengembangkan pendidikan khususnya di Kevikepan Kedu, sekolah SMA van Lith Muntilan merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bukan sekedar mengasah intelektualitas, namun juga membentuk karakter bagi para siswa agar sungguh – sungguh menjadi manusia yang utuh sekaligus memiliki iman yang tangguh dan mendalam dalam mengemban perutusan Gereja di tengah masyarakat modern dan plural. Sekolah yang diserahkan kepada Kongregasi Bruder FIC pada tahun 1952 ini selalu menempatkan nilai – nilai budaya lokal menjadi bagian dari pijakan dan nafas kehidupan para siswa didiknya.Dan kini setiap tahunnya ada sekitar 200 siswa-siswi dari berbagai tempat di Indonesia yang datang dan belajar ditempat warisan Romo van Lith ini.

Tidak jauh dari kompleks sekolah berdiri Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner. Lembaga yang merupakan karya pastoral Keuskupan Agung Semarang, Serikat Yesus Provinsi Indonesia dan Kongregasi Bruder FIC Provinsi Indonesia ini bertujuan untuk ikut ambil bagian dalam menjamin berkembangnya Gereja lokal di Keuskupan Agung Semarang.Salah satu koleksi yang menarik dalam museum ini adalah narasi tentang ‘Sarikrama’ seorang pribumi yang hidup pada awal abad XX dan menandai lahirnya agama Katolik di Jawa dengan ritual pembabtisan 171orang oleh Pastor Fransiskus van Lith SJ. pada tahun 1904 di Sendangsono. Koleksi lain adalah naskah-naskah buku kuna seperti buku ’Slaka’ dengan memakai aksara Jawa. Buku yang ditulis tangan ini digunakan oleh umat untuk berdoa dengan iringan musik rebana. Juga buku ‘Babad Dalem Sang Pamarta, sinawung sekar macapat’ gubahan CS. Harjasudarma. Selain buku-buku kuna juga meja altar dan kursi dari bambu yang digunakan Paus Johanes Paulus II saat memimpin Misa di Yogyakarta yang diikuti oleh ribuan umat pada tanggal 10 Oktober 1989. Paus Emeritus Benediktus XIV yang baru saja digantikan oleh Paus Fransiskus melalui suratnya ‘Porta Vidie/ Pintu Kepada Iman’ telah menetapkan tahun 2013 ini sebagai Tahun Iman bagi seluruh umat Katolik se dunia. Peringatan van Lith tahun ini menjadi salah satu upaya gereja untuk menanamkan iman yang mendalam. Melalui edukasi, merumuskan dan mengembangkan konsep misioner berdasarkan sejarah karya misi di Keuskupan Agung Semarang dan pegangan pengembangan iman, yakni Kitab Suci, Tradisi Magisterium serta tanda-tanda jaman mengajak umat untuk semakin mendalami iman. Jadi bukan saja melalui dogma dan ajaran-ajaran sosial gereja, namun juga melalui sejarah gereja lokal bagaimana dan siapa yang membawa hingga hadir ke tanah Jawa ini. (Dari berbagai sumber)

E. Yusuf Kusuma ( Ketua Komisi Komunikasi Sosial Kevikepan Kedu ).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun