Mohon tunggu...
Lokawarta STAI Muttaqien
Lokawarta STAI Muttaqien Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lembaga Pers Mahasiswa

Lembaga Pers Mahasiswa atau biasa disebut LPM, merupakan organisasi kemahasiswaan yang bergerak di bidang jurnalistik. Adapun nama dari LPM ini yaitu Lokawarta dan bermarkas di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) DR. KH. EZ. Muttaqien, Purwakarta.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Gerakan Aksi Mahasiswa Muttaqien Berunjuk Rasa, Tuntut Penegakan Hukum terhadap Oknum Polisi Pelanggar HAM

17 Oktober 2023   19:26 Diperbarui: 17 Oktober 2023   19:26 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar suasana Mahasiswa berunjuk rasa di depan halaman Polres Purwakarta (Dok. STAI Muttaqien)

Sejumlah mahasiswa dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) DR. KH. EZ. Muttaqien yang tergabung dalam Gerakan Aksi Mahasiswa Muttaqien telah melakukan unjuk rasa pada hari Senin lalu. Unjuk rasa ini dilakukan di depan Polres Purwakarta setelah sebelumnya dilakukan long march dari Perempatan Taman Pembaharuan hingga ke Polres Purwakarta.  (16/10/2023)

Aksi ini dilakukan untuk menuntut adanya penegakan hukum terhadap oknum-oknum polisi yang telah melakukan pelanggaran HAM serta tindakan represif terhadap warga sipil. Dikutip dari bbc.com (11/10/2023), perlu diketahui, bahwa peristiwa berdarah yang terjadi akhir pekan lalu ini dimulai sejak 16 tahun yang silam, menurut James Watt ( salah satu warga di desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kalimantan Tengah), ia berkata bahwa PT Hamparan Massawit Bangun Persada (HMBP), mulai masuk ke desanya pada tahun 2007.

Hadirnya perusahaan tersebut, membuat respon masyarakat terbelah, ada yang menerima dan ada yang menolak. Namun, sikap masyarakat tersebut muncul dalam situasi yang serba tidak jelas. James menyebutkan juga, bahwa PT. HMBP tidak pernah melakukan sosialisasi kepada warga soal rencana kerja mereka, termasuk tahap penggundulan hutan serta ganti rugi lahan kepada masyarakat.

Kemudian, seingat James, mengenai informasi soal siapa dan apa yang akan dilakukan PT. HMBP, diberikan oleh Darwan Ali yang kala itu menjabat menjadi Bupati Seruyan. Darwan berkata, bahwa perusahaan sawit tersebut akan menyejahterakan masyarakat, salah satunya membuka lapangan pekerjaan. Akan tetapi, ketidakpuasan masyarakat semakin menguat kala kesejahteraan yang dijanjikan oleh pemerintah daerah dan perusahaan sawit tersebut tidak kunjung direalisasikan. Hingga kemudian, persoalan ini diselesaikan dengan perjanjian yang ditanda tangani pada 26 Oktober 2013, yang mana dari perjanjian inilah menjadi dasar konflik, memicu gelombang unjuk rasa pada tahun-tahun setelahnya, termasuk peristiwa berdarah pada 7 Oktober2023 lalu. Perjanjian antara PT. HMBP dan masyarakat Desa Bangkal itu memuat tiga poin.

Yang pertama, perusahaan menyatakan akan berkontribusi pada pembangunan infrastruktur desa, dari penyediaan air bersih hingga jaringan listrik ke rumah warga, pendirian sekolah dan pemberian beasiswa pendidikan, pembuatan tambak ikan. Poin pertama ini juga mengatur bahwa PT. HMBP akan menyelesaikan persoalan lahan masyarakat yang berada di dalam batas hak guna usaha mereka.

Pada poin kedua, PT HMBP berjanji akan membangun kebun plasma untuk warga Desa Bangkal. Setiap kepala keluarga dinyatakan akan mendapat dua hektare kebun. Dalam poin kedua ini terdapat pernyataan bahwa PT. HMBP akan merealisasikan penyediaan kebun plasma itu paling lambat awal Januari 2014.

Ternyata, selama lebih dari satu dekade usai perjanjian tersebut ditanda tangani, janji-janji yang telah disampaikan guna mendongkrak kesejahteraan warga tidak kunjung terlaksana. Hingga pada akhirnya pada Sabtu, 07 Oktober 2023 lalu menjadi hari kelam bagi warga Desa Bangkal, Gijik (35 tahun) seorang warga Bangkal, harus tewas ditembak oleh oknum yang pada kala itu warga (termasuk Gijik) yang melakukan aksi, dihadang oleh aparat dari Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah dengan senjata lengkap.

Peristiwa kelam tersebut, menambah catatan hitam dalam konflik agraria yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia.Sebagaimana yang telah dikutip dari cnnindonesia.com (24/09/23), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengungkapkan data 2.710 konflik agraria terjadi selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Gambar suasana komunikasi yang dilakukan oleh polisi dengan mahasiswa (Dok. STAI Muttaqien)
Gambar suasana komunikasi yang dilakukan oleh polisi dengan mahasiswa (Dok. STAI Muttaqien)
Dalam Press Release yang disampaikan, kelompok mahasiswa mengecam tindakan oknum-oknum polisi yang telah melakukan pelanggaran HAM dan tindakan represif terhadap warga sipil. Mereka menuntut agar keadilan ditegakkan di Indonesia secara aktualisasi yang nyata, bukan hanya tulisan serta ucapan semata yang tidak diimplementasikan. Berikut adalah tuntutan-tuntutan yang disepakati dari hasil kajian, yaitu:

1. Usut dan cabut jabatan oknum penembakan polisi kepada warga sipil di desa bangkal Kalimantan Tengah
2. Tegakkan dan implementasikan UU pasal 1 poin 1 tentang HAM
3. Tegakkan dan implementasikan Perkap no. 16 tahun 2006 pasal 6 point D & 7 point 1 sampai 2 tentang Larangan dan kewajiban yang dilakukan oleh satuan Dalmas
4. Tegakkan dan implementasikan Protap Kapolri no. 1 tahun 2010 pasal III point B tentang pelaksanaan penanganan anarki

Aksi unjuk rasa ini berlangsung dari jam 13.00 WIB hingga 17.00 WIB. Kelompok mahasiswa berharap tuntutan mereka dapat segera ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang untuk menegakkan keadilan di Indonesia. (dtr)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun