PDIP Pongah..... yah kira-kira begitulah menurut pengamatan penulis dari beberapa komentar para petinggi PDIP, padahal kalimat-kalimat yang diucapkan itu susah untuk ditarik kembali.Â
Secara logika, para teman ahok yang ada di Jakarta adalah rata-rata pemilih Jokowi di Pilpres sebelumnya. Dimana mereka para pemilih Jokowi berarti sebagian dari pemilih Jokowi di DKI Jakarta adalah pemilih PDIP di kursi legislatif. Â Dan mereka para pemilih Jokowi sebagai Presiden RI adalah mereka yang telah mengerti dan paham konsekuensinya dengan menangnya Jokowi berarti mereka nantinya akan mempunyai Gubernur yang bernama Ahok.
Teman Ahok angkuh, yah kira-kira begitulah menurut pengamatan penulis dari berita-berita yang penulis perhatikan belakangan ini. Mereka seakan-akan menafikkan partai tidak ada apa-apanya. Padahal mereka hanya bersifat sementara, seandainya verifikasi faktual KTP pendukung ahok tidak mumpuni atau misalnya ada tangan-tangan siluman bermain disitu, dan akhirnya teman ahok digagalkan untuk mengajukan Ahok sebagai Cagub akhirnya batal, dan tidak ada 1 partaipun yang mendukung ahok untuk menjadi Cagub DKI Jakarta, apa teman Ahok dak gigit jari.
PDIP sebagai penyambung lidah rakyat (seharusnya mengerti akan perubahan-perubahan zaman) para petinggi-petinggi PDIP sering melakukan blunder di dalam berkomentar sehingga kelihatan Pongahnya yang justru merugikan PDIP itu sendiri di dalam proses pengkaderan berkesinambungan.
Ada kalimat Ahok yang penulis suka yaitu sebagai Pejabat adalah bertugas untuk mengadministrasikan Keadilan Sosial, sebagai partai wong cilik seharusnya PDIP mendukung atau mengupayakan agar Ahok dapat mewujudkan mengadministrasikan keadilan sosial tersebut, yang hingga saat ini penulis masih melihat si Ahok ini masih konsisten di dalam berprilaku untuk mewujudkan keadilan sosial tersebut. Dari mana indikator melihatnya : Sebenarnya gampang, mungkin untuk posisi Kepala Pemerintahan yang paling banyak pidatonya di Indonesia ini dan paling hobi ngomong soal konsep-konsep, terobosan-terobosan, dan kreasi-kreasi baru mungkin jatuh pada Ahok sebagai pemenangnya. Dan terobosan-terobosan baru tersebut itu sebenarnya gampang dicerna dan dimengerti dan mulai dirasakan oleh masyarakat awam. Karena terobosan-terobosan tersebut juga diucapkan oleh Ahok dengan teknis-teknis pelaksanaan yang juga gampang dicerna oleh masyarakat paling awam sekalipun.Â
Bagi Teman Ahok penulis mengharapkan untuk tidak angkuh, berikan kebebasan kepada Ahok untuk mulai menjalin hubungan dengan partai yang memungkinkan mengusung Ahok sebagai Calon Gubernur, toh tujuan kalian sebenarnya sama, sama-sama menginginkan Ahok kembali jadi Gubernur lagi. Artinya Teman Ahok memberikan kebebasan kepada Ahok untuk membuat beberapa Plan, seandainya Plan A itu kemungkinan besar akan gagal. Teman Ahok harus legowo memberikan tempat kepada Partai Pendukung Jokowi untuk mengusung Ahok menjadi Calon Gubernur.Â
Ahok pernah bercerita : bahwa Teman Ahok ibarat Pemuda-pemuda ketika terjadi peristiwa Rengasdengklokir ................ tetapi supaya Teman Ahok mengerti Ending dari Peristiwa Rengasdengklok penulis cukilkan sedikit ringkasan peristiwa Rengasdengklok untukk dapat membaca dan memahami bagaimana akhirnya peristiwa tersebut :
Peristiwa Rengasdengklok terjadi dikarenakan adanya perbedaan pendapat antara golongan muda dan tua tentang masalah kapan dilaksanakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kejadian tersebut berlangsung tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1945. Golongan muda membawa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke rengasdengklok dengan tujuan untuk mengamankan keduanya dari intervensi pihak luar. Daaerah Rengasdengklok dipilih karena menurut perhitungan militer, tempat tersebut jauh dari jalan raya Jakarta-Cirebon. Di samping itu, mereka dengan mudah dapat mengawasi tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok dari arah Bandung maupun Jakarta.
Kronologi Peristiwa Rengasdengklok
Soekarno-Hatta berada di Rengasdengklok selama satu hari penuh. Usaha dan rencana para pemuda untuk menekan kedua pemimpin bangsa Indonesia itu agar cepat-cepat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan tentara Jepang tidak dapat dilaksanakan. Dalam peristiwa Rengasdengklok tersebut tampaknya kedua pemimpin itu mempunyai wibawa yang besar sehingga para pemuda merasa segan untuk mendekatinya, apalagi melakukan penekanan. Namun, melalui pembicaraan antara Shodanco Singgih dengan Soekarno, menyatakan bahwa Soekarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah kembali ke Jakarta.
Berdasarkan pernyataan Soekarno itu, pada tengah hari Shodanco Singgih kembali ke Jakarta untuk menyampaikan berita proklamasi kemerdekaan yang akan disampaikan oleh Soekarno kepada kawan-kawannya dan para pemimpin pemuda. Sementara itu, di Jakarta sedang terjadi perundingan antara Achmad Subardjo (mewakili golongan tua) dengan Wikana (mewakili golongan muda). Dari perundingan itu tercapai kata sepakat, bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan di Jakarta. Di samping itu, Laksamana Tadashi Maeda mengizinkan rumah kediamannya dijadikan sebagai tempat perundingan dan bahkan ia bersedia menjamin keselamatan para pemimpin bangsa Indonesia itu.
Akhir Peristiwa Rengasdengklok
Berdasarkan kesepakatan antara golongan pemuda dengan Laksamana Tadashi Maeda itu, Jusuf Kunto bersedia mengantarkan Achmad Subardjo dan sekretaris pribadinya pergi menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Sebelum berangkat ke Rengasdengidok, Achmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawanya bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan itu, komandan kompi Peta Cudanco Subeno bersedia melepas Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta beserta rombongan untuk kembali ke Jakarta. Rombongan tersebut tiba di Jakarta pada pukul 17.30 WIB. Itulah sejarah singkat peristiwa Rengasdengklok yang terjadi sebelum proklamasi kemerdekaan.