Mohon tunggu...
Al Rasiq Ifan
Al Rasiq Ifan Mohon Tunggu... Penulis - PK (Pemerhati Kebijakan)

Mahasiswa Kebijakan Publik UMJ

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Esensi Agama Jangan Sampai Tenggelam karena Ulah Agamawan

3 November 2019   09:41 Diperbarui: 3 November 2019   09:48 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua agama pasti mengajarkan kebaikan dan perdamaian dan sejauh ini idealnya tidak ada agama satupun di muka bumi ini yang mengajarkan atau melegalkan kekerasan dalam bentuk apapun. Dalam artian Agama hadir guna merahmati alam seisinya.

Agama sebagai penuntun manusia idealnya tidak hanya menjadi label atau formalitas sosial saja namun betul-betul mampu menjadi penuntun dalam hidup dan kehidupan yang menyejukkan.

Sehingga, pada kehidupan berbangsa dan bernegara agamawan harus tampil sebagai manifestasi manusia sempurna, makhluk elok yang lemah lembut tanpa cela. Ia mencintai kehidupan, dan kehidupan mengharumkan namanya dengan akhlak.

Namun fakta akhir-akhir ini berkata lain, sungguh disayangkan Agama kini tampil dengan citra bengis karena ulah agamawan yang memaknai agama sebagai kumpulan dogma semata. Ajaran suci Tuhan malah dipolitisir sebagai jastifikasi keagamaan untuk mencapai kepentingan individu dan kelompok tertentu.

Kita tentu menyadari bagaimana akhir-akhir ini karena ulah Agamawan, agama yang benar tenggelam. Sungguh miris kan....? laku yang ditunjukkan sebahagian agamawan bahkan lebih rendah dari pada tidak beragama.

Secara terang-terangan Agamawan mengumbar kebencian antar sesama, nilai-nilai suci dalam ajaran tuhan dicemarkan secara transparan demi kepentingan dan nafsu duniawi.

Di Indonesia, tercatat banyak sekali konflik, kererasan yang mengatasnamakan agama dari tahun ke tahun seperti penyerangan tempat ibadah, tokoh agama, dan tindakan kekerasan lainnya. Agama seakan menjadi kedok dan alasan fundamental yang terus ada dan tak terhapus di balik masalah kekerasan yang tak berujung di negeri ini.

Kita harusnya belajar dari masa lalu. Bahwa konflik sosial berbasis agama telah menjadi catatan buruk bagi perjalanan bangsa Indonesia. Mungkin masih membekas di ingatan kita konflik Kristen dan Islam di Maluku (1999), di Poso (2001), menguatnya terorisme, kekerasan terhadap jamaah Ahmadiyah di pelbagai tempat, kekerasan terhadap Syiah dan Kristen di Bogor dan Bekasi.

Dari peristiwa pelbagai kekerasan berbasis agama tersebut, ribuan orang meninggal dunia, ratusan orang hidup terlunta-lunta di pengungsian tanpa santunan, ratusan orang mengalami luka dan trauma.

Berangkat dari sejarah kelam masa silam agamawan harus turut serta mengantarkan umat pada suatu pemahaman akan ketuhanan dan kesemestaan yang utuh. Beragama dengan agama cinta. Sebagaimana Rumi katakan 'Karena dengan beragama cinta, tidak ada lagi aku, agamaku, maupun aliranku. Aku ingin kita memasuki surga dan kita bersama menemui Tuhan dalam perjumpaan yang indah'.

Kita tak boleh terjebak pada kejumudan berpikir yang akut seperti sibuk mencap orang lain sebagai kafir. Mari kita intropeksi diri masing-masing bahwa negara Indonesia adalah negara damai. Saling menghargai adalah watak masyarakat Indonesia apapun agamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun