Mohon tunggu...
Luki Harianto
Luki Harianto Mohon Tunggu... -

Lahir di Solo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rumah Novel Baswedan Digeledah, Apa yang Dicari?

3 Mei 2015   10:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:26 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

APA YANG DICARI?

Menurut sumber Kompas dan berbagai media online/visual, kasus yang menjerat Novel sebenarnya dilakukan pada tahun 2004 oleh anak buah Novel ketika baru empat hari menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu. Menurut sumber yang sama, pada saat kejadian, Novel sedang keluar daerah.Tetapi rekonstruksi yang dilakukan Polri nampaknya menjadikan novel sebagai salah satu pelaku langsung.

Fakta mana yang sesungguhnya terjadi, kita tunggu saja. Hanya untuk kasus yang sudah begitu lama terjadi, timbul pertanyaan dokumen atau data apa (baik yang berbentuk hardcopy atau softcopy) yang akan dicari dari kasus jadul alias lawas tersebut?

Di antara barang-seluruh barang sitaan dari rumah Novel, kedua laptop Novel yang disita polisi (sumber Kompas) sudah pasti memberi sumbangan terbanyak data-data dan dokumen-dokumen penting sebab bukti, dokumen dan data dalam bentuk hardcopy (fisik) tidak akan bisa sebanyak data dan dokumen yang berada dalam bentuk softcopy yang ada di dalam kedua laptop.

Karena kasus penganiayaan yang melibatkan Novel Baswedan sudah lama terjadi, sangat tipis kemungkinan kedua laptop Novel memuat banyak data atau dokumen dari kasus tersebut. Juga tidak mungkin didapatkan bukti-bukti baru yang sebelumnya tidak ada, misalkan selongsong peluru di tempat kejadian. Juga laptop atau hard disk lama yang menyimpan data-data 11 tahun yang lalu sangat mungkin sudah rusak dan sebagian isinya tidak sempat di backup.

Jadi data dan dokumen penting apa saja yang bisa diperoleh dari dalam kedua laptop tersebut? Jawaban paling masuk akal, data dan dokumen kasus Budi Gunawan (BG) dan kasus Djoko Susilo (DS), selain data-data rahasia KPK yang diperoleh Novel sebagai penyidik KPK ! Walaupun KPK memastikan bahwa Novel tidak menangani kasus BG tetapi tetap saja ada kemungkinan data dan dokumen DS terkait dengan rekening gendut BG.

Menurut sumber Kompas, Polri telah mendapatkan nama-nama penyidik KPK yang menangani kasus BG sebagai akibat pelimpahan kasus tersebut ke Bareskrim. Apakah Polri (lebih tepat beberapa oknum pejabat Polri) belum puas dan ingin mendapatkan data-data lain, seperti alat bukti KPK yang digunakan untuk menjerat BG dan DS. Perlu diingat, Novel dijadikan tersangka tak lama setelah DS ditetapkan tersangka oleh KPK.

KASUS JADUL: ALAT KRIMINALISASI ATAU BALAS DENDAM?

Apa kesamaan penetapan tersangka terhadap Bambang Widjajanto, Abraham Samad dan Novel Baswedan? Jawabnya: 1. ketiganya bekerja di KPK; 2. ketiganya ditangkap berdasarkan kasus-kasus lama. 3. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka tak lama setelah penetapan tersangka oleh KPK terhadap pejabat tinggi di Polri (BG dan DS).

Wajar jika dari tiga kesamaan sekaligus pada masing-masing kasus penetapan tersangka, peluang (bukan hanya persepsi semata!) adanya hubungan antara ketiga penetapan tersangka dengan usaha pelemahan KPK dalam bentuk kriminalisasi atau adanya usaha balas dendam tidak bisa dinafikan oleh semua pihak yang berkepentingan, termasuk oleh masyarakat. Walaupun kasus BW bisa disebut tidak terjadi di jadul, tetapi tetap saja masyarakat bertanya-tanya tentang motif dan alasan pelapor, mengapa baru 4 tahun kemudian melaporkan BW setelah ada penetapan BG sebagai tersangka oleh KPK.

Maraknya pengaduan-pengaduan kejadian jadul terhadap komisioner dan penyidik pada kasus Cicak-vs-Buaya jilid 2 ini sungguh mengherankan. Dalam wawancara dengan salah satu stasiun TV berita, seorang adik kandung korban dari tersangka Novel Baswedan menyatakan bahwa keluarga korban sudah menganggap kasusnya sudah lama selesai sehingga tak mau terlibat atau dilibatkan lagi di dalam penyidikan yang sekarang. Lalu siapa yang membuat laporan dan apa hubungannya dengan keluarga korban?

Sebagai akibatnya saya jadi berpikir, jangan-jangan Polri (atau tepatnya beberapa oknum pejabat Polri) diam-diam membuat ‘sayembara’ untuk berlomba membuat pengaduan secara pidana terhadap para komisioner dan penyidik KPK walaupun kasus yang diadukan sudah berumur belasan tahun? Kalau sayembara tersebut ada, saya boleh ikutan dong, sekalian pinjam ke Polri data kasus-kasus jadul :-).

JK DAN JOKOWI BEDA LAGI

Melihat fakta-fakta yang diuraikan sebelumnya, sangat wajar apabila presiden Jokowi secara lisan memerintahkan agar Novel Baswedan tidak ditahan. Tetapi agaknya perintah lisan ini tidak dipatuhi oleh Polri (CNNIndonesia ). Apa sebabnya Polri berani tidak mematuhi perintah lisan presiden Jokowi? Apakah Polri merasa ada orang kuat yang bisa menjadi 'beking' Polri?

Salah satu jawaban dari pertanyaan di atas adalah karena ada dukungan dari JK secara konsisten, walaupun tidak eksplisit melalui berbagai komentar-komentarnya terhadap kasus Cicak-vs-Buaya jilid 1 dan 2, seperti yang sudah saya singgung di dalam Kompasiana. Terhadap penetapan Novel sebagai tersangka, secara implisit kembali JK menunjukkan dukungannya dengan memberi komentar yang saya kutip dari CNNIndonesia sebagai berikut:

“Ini perkara biasa. Tidak mungkin ada masalah yang dibiarkan begitu saja. Salah polisi. Kalau ada kasus yang diperiksa, polisi jangan disalahkan pula,” …, “ agar semua pihak tak bersikap reaktif. Menurutnya, tak ada satu pun orang di Indonesia yang bisa kebal dari penegakan hukum”.

Padahal dari sumber yang sama ditulis bahwa Jokowi meminta agar "Polri tak mengambil tindakan yang bisa memunculkan kontroversi baru, sementara hubungan KPK-Polri saat ini sedang masa pemulihan pasca penangkapan dan penetapan tersangka oleh Polri". Komentar-komentar yang berbeda dari presiden dan wakil presiden ini sudah dibaca, didengar dan dilihat oleh masyarakat luas melalui berbagai media online dan visual. Ironis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun